Sepeda Kayu, Trend Gowes-gowes Masa Depan?

Des 27, 2013 No Comments by

Sebetulnya, sepeda terbuat dari kayu bukanlah barang baru. Lima tahun belakangan, sudah banyak seniman Belanda mencoba membuat sepeda dari bahan-bahan ramah lingkungan. Namun, karena sepeda-sepeda itu masih dianggap instalasi seni, orang kurang tertarik membeli dan memakainya sehari-hari. Boleh jadi, akibat terimbas resesi, kini orang Belanda cenderung lebih ‘melek’ dan peduli dengan sepeda kayu atau bambu. Kan ide daur ulang katanya sejalan dengan penghematan.

Lagi pula, sepeda adalah alat transportasi merakyat dan populer di Belanda. Pemerintah pun menyediakan jalur khusus sepeda hingga ke pelosok. Selain itu, penduduk diberi keringanan pajak atau subsidi jika menggunakan sepeda ke kantor contohnya. Jadi, mayoritas orang Walanda mau tak mau mengikuti perkembangan tren kendaraan kayuh beroda dua di negeri mungil ini.

Pabrik-pabrik sepeda asal Belanda pun jeli melihat celah ini. Terutama, produsen-produsen skala menengah kian gencar mempromosikan bahan-bahan alternatif di sepeda rancangan mereka. Sepeda kreasi mereka tak hanya enak dipandang mata dan nyaman dipakai, tapi juga minim membebani lingkungan. Sedapat mungkin, sepeda-sepeda itu dibuat dari bahan-bahan terbarukan, misalnya multipleks, bambu, dan serat pokok ganja atau hemp. So, Belanda bukan hanya negara tukang nyimeng aja ya.

Kompasianers, kebanyakan sepeda yang digunakan oleh masyarakat di Belanda terbuat dari besi dan aluminium. Seperti biasa, pasti ada kubu pro dan kontra soal sepeda ‘anyar’ berbahan alternatif yang saya sebutkan di atas. Ditambah lagi, sepeda-sepeda kayu dan bambu ini diembel-embeli hip dan happening. Wah, makin seru aja diskusi di forum pecinta gowes-gowes di sini. Penggemar sepeda ‘tradisional’ menyanggah, sepeda kayu atau bambu cuma rangkanya saja berbahan sinambung. Rantai, poros, jeruji, setang, dan sambungan sadel tetap terbuat dari logam. Aluminium dan besi pun dapat di-recycle serta awet digunakan 10 hingga 15 tahun. Benar demikian?

Pendapat itu tak sepenuhnya keliru. Saya bukan enviromentalist, lho…  Tapi, bambu atau kayu itu bisa membantu pemasukan bagi masyarakat di Afrika atau negara-negara berkembang lainnya. Produksi kerangka misalnya dapat diserahkan ke para pengrajin di sana. Bambu tumbuh relatif cepat dan sisanya lapuk bersama tanah, sedangkan produksi aluminium dan besi membutuhkan mesin-mesin berat serta boros listrik. Sebenarnya, produsen sepeda di Belanda sudah memberikan opsi untuk pengganti aluminium dan besi, misalnya serat karbon yang kerap digunakan pada mobil-mobil sport mewah dan titanium yang, konon, awet seumur hidup. Masalahnya, harga sepeda akan melambung dan tak lagi terjangkau.

Sepeda-sepeda kayu atau bambu pun masih dibanderol cukup tinggi di Belanda, kira-kira € 1.950. Merek-merek ternama asal Amerika seperti Renovo Bikes malah mematok harga selangit berkisar $ 3.000. Bandingkan dengan sepeda reguler bermutu baik asal Cina yang dirakit di Belanda dan sudah bisa dimiliki mulai € 500.

Kabar menggembirakan, 2007 lalu, desainer Belanda, Basten Leijh, punya ide cemerlang bertajuk Sandwichbikes. Prototipenya sempat dipajang pada pameran desain internasional di Milan, Italia. Sayang, model yang belum diproduksi itu dicuri. Akibatnya, Leijh terpaksa merancang ulang kreasinya. Barulah awal Februari 2013 sepeda-sepeda kayu itu diproduksi kecil-kecilan bersama rekan bisnisnya di Amsterdam, Pedalfactory, dan dipasarkan seharga € 799. Yang menarik, sepeda kayu betulan rancangan Leijh ini dikemas dalam paket pipih sehingga mudah didistribusikan. Mirip mebel IKEA yang sebentar lagi hadir di Tanah Air.

Calon pegowesnya harus memasang sendiri 52 suku cadang yang ada di dalam kardus. Butuh waktu kurang lebih 45 menit sampai siap pakai. Kok tahu? Salah seorang kolega saya meminjam demo sepeda ini, makanya saya sempat melirik. Bagaimana dengan daya tahan terhadap cuaca? Kayu itu ‘hidup’ dan memuai terimbas hawa panas atau mengkerut terkena suhu beku. Ada baiknya menyimpan sepeda ini di dalam ruangan. Namun, kapal-kapal kayu di Belanda pun sepanjang tahun bersandar di dermaga dan tak bermasalah.

Karena Sandwichbikes ini ‘polos’, mudah saja di-customized dan stabil tapi tetap ringan digenjot. Saya cuma nyoba sebentar di parkiran kantor, sih… Siap-siap cari gembok yang kuat deh, secara sepeda ini mencolok perhatian maling. Haha… Sayang, sementara ini hanya tersedia model untuk laki-laki. Buat pengayuh perempuan dan biker cilik, kudu sabar sedikit.

Saya mengapresiasi Sandwichbikes ini sebab inisiatifnya menggugah. Info tambahan, produksi ‘sepeda sandwich’ ini (masih) berskala kecil, berkisar 300 buah per tahun. Kerangka sepeda diproduksi di negara tetangga Jerman, hanya pedal dan empat komponen kecil didatangkan dari Taiwan. Barangkali, ada pengusaha Indonesia tertarik? Justru langkah idealis seperti ini yang mesti disorot, toh? Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.

Sumber: Kompasiana, Selasa, 26 November 2013.

Berita

About the author

The author didnt add any Information to his profile yet
No Responses to “Sepeda Kayu, Trend Gowes-gowes Masa Depan?”

Leave a Reply