Perbaiki DAS, Atasi Bencana

Feb 25, 2013 No Comments by

Yuni Ikawati

Tanah longsor, banjir bandang, dan limpasan air sungai yang kerap terjadi di sejumlah daerah mengindikasikan rusaknya daerah aliran sungai. Perlu rehabilitasi kawasan hulu hingga hilir untuk mengatasi bencana hidrologi ini.

Pertambahan penduduk yang bermukim di daerah aliran sungai (DAS) telah melemahkan daya dukung lingkungan kawasan tersebut. Keberadaan manusia di kawasan hulu hingga hilir DAS mendorong konversi hutan menjadi areal perkebunan dan permukiman.

Berkurangnya areal vegetasi akan mengurangi daya serap air hujan oleh DAS. Perubahan peruntukan lahan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan berupa erosi dan tanah longsor.

Data Kementerian Pertanian (Kemtan) dan Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan, dari 458 DAS di Indonesia, 282 dalam kondisi kritis, bahkan 60 DAS kritis berat. Selain itu, 176 DAS juga berpotensi kritis. Kekritisan kawasan dilihat dari kelerengan, cakupan vegetasi, dan tingkat erosi.

Sekretaris Balitbang Kemtan Hasil Sembiring, dalam Press & Student Gathering di Citeko, Bogor, awal Februari, memaparkan, kekurangan vegetasi di hulu DAS menyebabkan erosi hebat dan menimbulkan sedimentasi serta pendangkalan di hilir. Ia menaksir, kerugian akibat longsor di Indonesia mencapai Rp 668 miliar per tahun. Kerugian akibat erosi lebih besar. Tanah menjadi tandus dan kritis. Kerugian akibat erosi DAS di Jawa saja 406 juta dollar AS (hampir Rp 4 triliun) per tahun.

Untuk mencegah, Sembiring yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kemtan menyarankan untuk menghindari pertanian di lereng yang kemiringannya lebih dari 15 persen. Hal ini sulit terpenuhi. Sebanyak 77 persen lahan di Indonesia berlereng.

Erosi potensial terjadi di lereng yang terdiri dari tanah lapuk karena tingginya curah hujan. Curah hujan tinggi, 2.000-3.000 mm per tahun, dialami 59,7 persen wilayah atau zona musim di Indonesia. Bahkan, 23,1 persen curah hujannya di atas 3.500 mm per tahun.

Akibat hujan deras, lahan terbuka di lereng mengalami erosi 97,5-423,6 ton per hektar per tahun. Ini menimbulkan kekritisan lahan di DAS karena proses pembentukan tanah subur akibat pelapukan bebatuan dan vegetatif di Indonesia hanya 10 ton per hektar per tahun.

Mengendalikan erosi

Meredam erosi pada lahan pertanian terbuka dapat dilakukan dengan menutup tanah dengan plastik berlubang. Dengan demikian, air hujan tidak langsung menggerus tanah. Tanah yang tidak ditanami bisa ditutup dengan rumput dan semak atau perdu yang relatif cepat pertumbuhannya.

Untuk mengurangi tekanan air pada lapisan tanah di lereng dilakukan upaya mekanik, yaitu dengan membuat saluran drainase. Sistem drainase berupa pipa-pipa kecil yang ditancapkan di beberapa bagian di dinding lereng agar air dalam lereng segera keluar. Hal ini untuk mencegah tanah longsor.

Selain itu, untuk mencegah longsor dapat dibangun dinding tembok penahan material longsor, bangunan penguat tebing, dan trap terasering.

Serangkaian perbaikan DAS di kawasan hilir dilakukan dengan pengerukan dasar sungai dan pelebaran. Pembangunan dinding batu di kiri kanan diperlukan untuk mencegah penggerusan akibat air sungai.

Upaya mengatasi gerusan air sungai dilakukan dengan menggunakan blok beton kubus kaki enam atau delapan.

Menurut Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Ari Setiadi Moerwanto, blok beton tersebut merupakan hasil modifikasi model dari beberapa negara, antara lain Jepang.

Kelebihan blok beton adalah memiliki bentuk konstruksi khas yang dapat mengunci secara otomatis ketika ditumpuk. Dalam keadaan terkait sempurna, blok beton berkaki mampu menahan gaya berat 5-7 kali lebih besar dibandingkan dengan gaya tahan blok tersebut jika berdiri sendiri.

Balok berkaki enam lebih stabil karena lengan momen terhadap titik guling cukup panjang. Namun, balok berkaki delapan memiliki kestabilan lebih tinggi sebagai panel pelindung gerusan air di kaki struktur atau sebagai krib pelindung di tebing sungai.

Konstruksi ini, menurut Ari, diterapkan di Sungai Ciliwung pada ruas Kebun Raya Bogor. Terlihat kaki-kaki blok beton sangat baik untuk meredam energi aliran dan meningkatkan daya tahan terhadap geser dan gulingan. Namun, kaki-kaki balok dapat mengakibatkan sampah terkait sehingga mengurangi estetika.

Masalah sampah, menurut Arif Yuwono, Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, merupakan masalah besar yang harus diatasi dalam kaitan dengan restorasi sungai.

Untuk Sungai Ciliwung, restorasi akan dimulai pada 2015. Dalam restorasi, antara lain, akan dibangun instalasi pengolah air limbah di bawah tanah dengan kapasitas 500 meter kubik per hari.

Untuk Sungai Ciliwung telah tersusun Rencana Induk (Masterplan) Pemulihan Kualitas Air Sungai Ciliwung dengan lima program utama berjangka waktu 20 tahun, meliputi pengendalian pencemaran air dan kerusakan lingkungan, penataan ruang, penegakan hukum, dan peningkatan peran masyarakat.

Dalam jangka panjang perlu diupayakan penyadaran masyarakat yang bermukim di sepanjang DAS untuk membiasakan hidup bersih dan bersahabat dengan lingkungan. Salah satunya, tidak membuang sampah ke sungai, melainkan menampung dan mengolah sampah.

Sumber: KOMPAS, Senin, 11 Februari 2013.

Berita

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Perbaiki DAS, Atasi Bencana”

Leave a Reply