Mengenal Community Foundation
CFs pertama kali digagas 1914 di Cleveland, Ohio, AS oleh Frederick Harris Goff. Saat itu Goff bermaksud mengumpulkan dana dari berbagai kalangan masyarakat, baik dalam jumlah besar maupun kecil. Ia membangun keterlibatan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam penyantunan dana. Setelah itu, gagasan CFs terus digulirkan, dan semenjak 1980-an berkembang pesat dan hingga saat ini di seluruh dunia telah berdiri lebih dari 1000 CFs yang beroperasi di lebih 40 negara.
“1914, when the first community foundation was started in Cleveland, Ohio, a banker, Frederick H. Goff, developed a cooperative model of philanthropy that gathered together a mix of charitable funds under one umbrella”
(James 1989: 63, in Magat 1989)
“Community Foundation is an independent, philanthropic organization (part of the nonprofit, nongovernmental sector) dedicated to addressing critical needs and improving the quality of life in a specific geographic area”
(C.S. Mott 1998)
“Community Foundation is a tax-exempt, independent, publicly-supported philanthropic organization established and operated as a permanent collection of endowed funds for the longterm benefit of a defined geographic area. . . .
A community foundation actively seeks new, typically large contributions, and functions primarily as a grant-making institution supporting a broad range of charitable activities”
(Agard, Monroe, and Sullivan 1997: 15)
CFs mulai tumbuh di Indonesia paska krisis ekonomi tahun 1997, bahkan akhir-akhir ini semakin berkembang sebagai respon atas tingginya bencana alam yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Sesungguhnya, konsep institusi kemandirian masyarakat ini bukanlah hal yang sama sekali baru di Indonesia. Warga Kasepuhan di Jawa Barat misalnya, telah mengembangkan ‘leuit’ (lumbung padi) untuk memastikan warganya terhindar dari kelaparan di musim paceklik. Masyarakat perantau dari Sumatera Barat juga sejak lama telah mengembangkan filantropi kekerabatan (diaspora) dan dari iuran sukarela yang berhasil dikumpulkan, saat ini telah berkembang lebih dari 40 Bank Perkreditan Rakyat yang melayani permodalan masyarakat miskin di Sumatera Barat. Begitu juga di bidang keagamaan, dengan berdirinya Dompet Dua’fa yang bekerja sama dengan koran Republika dalam penggalangan dana publik dan penyaluran modal dan bantuan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat.
Lembaga-lembaga donor memiliki peranan penting dalam mendorong terbentuknya CFs, sebagai bagian dari alur mekanisme penyaluran bantuan bagi masyarakat dan juga sebagai strategi lembaga donor dalam memastikan tercapainya dampak lebih besar dan keberlanjutan, khususnya bagi upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga donor berperan dalam mendukung pendirian CFs di wilayah lokal tertentu, berbasis kepemilikan masyarakat lokal, menggali sumber daya lokal, mencoba mengatasi permasalahan spesifik di tingkatan lokal tersebut dan pada akhirnya membangun kelestarian program.
Sumber: Kelas Kyutri, Jumat, 15 Maret 2013.