Laskar Hijau Pelestari Gunung Lemongan…
Sukarelawan Laskar Hijau mendampingi siswa Madrasah Aliyah Negeri Lumajang menanam bibit pohon di kawasan Gunung Lemongan, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (27/2). Secara rutin, mereka melakukan upaya konservasi di Gunung Lemongan guna memperbaiki ekosistem dan memulihkan kondisi 13 ranu di sekitar gunung tersebut.
”Negeri ini butuh banyak pohon. Tidak butuh banyak omong.” Tulisan dalam poster itu terpampang di tembok sebuah posko di kawasan Gunung Lemongan, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Sekelompok anak muda yang membubuhkan tulisan itu membuktikan, untuk menyelamatkan lingkungan membutuhkan tindakan nyata, bukan omongan saja.
Pemuda yang kebanyakan tinggal di kaki Lemongan itu menamakan diri Laskar Hijau. Mereka juga yang membangun posko sederhana seluas 3 meter x 6 meter di lereng gunung berapi, setinggi 1.671 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang masih aktif itu.
Anggota Laskar Hijau itu, beberapa waktu lalu, mendampingi sekitar 90 siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lumajang untuk menanam bibit pohon di kawasan Gunung Lemongan. ”Kami senang jika ada yang ikut peduli dengan gunung ini. Kian banyak yang menanam pohon, semakin baik,” ujar A’ak Abdullah Al-Kudus, pendiri dan aktivis Laskar Hijau.
Berawal dari keprihatinan atas kondisi debit Ranu Klakah yang kian menyusut, Laskar Hijau dibentuk pada pertengahan tahun 2005. Sekelompok anak muda yang tinggal di Klakah dan sekitarnya ini sepakat melakukan gerakan penghijauan secara kontinu.
Ranu Klakah adalah salah satu dari 13 ranu (semacam danau) di kaki Gunung Lemongan. Ranu di Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah, ini awalnya memiliki 32 mata air, tetapi kemudian tersisa enam mata air pada 2005 akibat kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan itu dipicu oleh maraknya penebangan hutan di kawasan sekitar Klakah dan Gunung Lemongan pada 1998- 2002. Padahal, Ranu Klakah menjadi sumber penghidupan warga sekaligus berperan mengairi sekitar 620 hektar lahan pertanian.
”Debit air yang turun drastis berpengaruh besar pada kehidupan warga. Jika ranu dibiarkan mengering, darimana warga mendapatkan air,” kata A’ak, yang pernah memperoleh penghargaan dari sejumlah perusahaan dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas perannya dalam menjaga lingkungan.
Melihat kondisi itu, A’ak dan sukarelawan Laskar Hijau lain berinisiatif menanam bibit pohon di sekitar Ranu Klakah. Namun, selama tiga tahun menanam, mereka merasa belum ada perubahan terhadap debit air di ranu seluas 32 hektar tersebut.
Upaya konservasi akhirnya dialihkan ke Gunung Lemongan. Karena kawasan lindung di Lemongan yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air dan rumah bagi beragam satwa pun menjelma kritis. Hutan berganti padang ilalang yang bercampur medan berbatu.
Mereka meyakini kondisi Ranu Klakah dan 12 ranu lain yang terdapat di Kabupaten Lumajang dan Probolinggo bergantung pada kelestarian ekosistem di gunung itu.
Kocek pribadi
Sejak tahun 2008, sukarelawan Laskar Hijau aktif menghijaukan kawasan Gunung Lemongan. Mereka memiliki agenda rutin, setidaknya setiap hari Minggu, untuk menanam dan merawat bibit pohon agar tak mati. Laskar Hijau beranggotakan tak kurang dari 25 sukarelawan. Mereka umumnya petani yang tinggal di kaki Gunung Lemongan, seperti warga Desa Salak, Kecamatan Randuagung; Desa Sumberwringin dan Klakah, Kecamatan Klakah; serta Desa Sumber Petung, Kecamatan Ranuyoso.
A’ak menegaskan, sukarelawan Laskar Hijau hanya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan. Organisasi nirlaba itu tidak akan berafiliasi dengan partai politik atau organisasi massa mana pun. Sukarelawan terpicu untuk turut dalam gerakan penghijauan karena prihatin dengan kerusakan lingkungan di kawasan lindung Gunung Lemongan. Bahkan, mereka rela mengeluarkan ongkos dari kocek pribadi untuk membiayai kegiatan penanaman.
”Organisasi ini tidak punya koordinator. Tidak ada paksaan untuk ikut, tetapi kebetulan kami semua satu pemikiran demi penghijauan,” tutur A’ak.
Eka Surya (21), anggota Laskar Hijau, merasa mendapatkan kepuasan berbeda dengan bergabung menjadi sukarelawan. ”Saat menyaksikan pohon yang kami tanam terus tumbuh menjadi besar, rasanya tak dapat dilukiskan kata-kata,” ujarnya.
Mustofa (26), sukarelawan lainnya, juga mengaku senang bisa berguna bagi lingkungan sekitar dengan terlibat dalam penanaman dan upaya konservasi di Lemongan.
Oleh karena merasa minim pengetahuan mengenai botani, sukarelawan Laskar Hijau ini juga pernah mengajak akademisi dan pemerintah daerah untuk bekerja sama. Namun, mereka lebih banyak bertindak sendiri sembari belajar.
Memulung bibit
Pohon yang ditanam umumnya bambu dan buah-buahan, seperti avokad, durian, jambu, kelengkeng, dan mangga. Pohon buah-buahan ditanam agar kayunya tak ditebang sembarangan, selain buahnya dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi warga. Bambu dipakai karena mudah dirawat dan bisa memperbaiki kualitas lingkungan dalam waktu yang cepat.
Bibit pohon yang dipakai untuk penghijauan itu diperoleh dengan gratis. Sukarelawan menyusuri tempat keramaian, seperti pasar, toko buah, hingga alun-alun, dan memulung biji buah-buahan. ”Kami pernah berburu biji buah-buahan mulai dari Pasar Ranuyoso di Lumajang, Pasar Grati (Pasuruan), Alun-Alun Probolinggo, sampai Pasar Besar Malang. Kami mendapat tiga karung,” ujar A’ak.
Selain memulung, sukarelawan Laskar Hijau juga mengajak kerja sama pihak sekolah dan warga lain untuk mencari bibit, sembari mengampanyekan gerakan penghijauan. Mereka meminta agar buah yang habis dimakan bijinya tak dibuang, tetapi ditebarkan ke tanah.
Biji buah-buahan yang dikumpulkan Laskar Hijau dimasukkan dalam polybag dan disemaikan di lahan tepian Ranu Klakah. Setelah tumbuh setinggi setidaknya 30 sentimeter, bibit pohon itu dibawa ke kawasan Lemongan untuk ditanam.
A’ak mengakui, konservasi di Lemongan hingga kini baru bisa menghijaukan sekitar 400 hektar dari 6.000 hektar lahan yang kritis di kawasan itu. Perlahan upaya mereka pun menuai hasil. Debit air Ranu Klakah kini mulai membaik. (HARRY SUSILO)
Sumber: KOMPAS, Jumat, 03 Mei 2013.