Kesalahan Umum Soal CSR #7: Memisahkan CSR dari Bisnis Inti Perusahaan

Feb 15, 2013 No Comments by

Artikel ini merupakan penggalan dari artikel yang berjudul: Dari “CSR” Menuju CSR, Berbagai Kesalahan Umum tentang CSR dan Sumbangan Pemikiran untuk Meluruskannya, Penulis: Jalal (A+ CSR Indonesia), Tom Malik (Indonesia Business Link).

Banyak sekali perusahaan yang membuat berbagai program CSR dengan curahan sumberdaya yang sangat besar, namun hingga sekarang belum banyak perusahaan yang membuat program-program yang berkaitan dengan bisnis intinya. Tidak mengherankan kalau kebanyakan program CSR kebanyakan dikotakkotakkan ke dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, sarana fisik, dsb sementara dampak perusahaan itu sendiri tidaklah diurus secara memadai.

Contoh paling mutakhir mungkin adalah CSR yang banyak dilakukan oleh perbankan. Mereka mencurahkan sumberdaya finansialnya untuk membiayai bermacam aktivitas, seperti yang banyak diberitakan di koran dan majalah. Padahal, sebagai manajemen dampak, CSR sektor perbankan haruslah berkenaan dengan fungsi intermediasi yang mereka lakukan.

Perbankan adalah lembaga yang mengumpulkan uang masyarakat sebagai tabungan, kemudian menyalurkannya ke berbagai projek bisnis. Bisnis yang dibiayai oleh bank kemudian mengembalikan kredit yang diterimanya plus bunga (perbankan konvensional) atau bagi hasilnya (perbankan syariah). Dengan keuntungan yang diterima bank itu, nasabah yang menabung di bank juga mendapatkan keuntungan. Bayangkan, kalau projek yang dibiayai bank tersebut ternyata adalah projek yang menghancurkan lingkungan dan atau berdampak buruk secara sosial. Apakah bank tidak bertanggung jawab untuk itu? Pemikiran yang berkembang di negara-negara maju menyatakan bahwa perbankan memiliki tanggung jawab terbesar untuk memastikan bahwa dana yang diinvestasikannya tersebut benar-benar membawa manfaat bersih untuk seluruh pemangku kepentingan projek. Karenanya, bentuk CSR perbankan yang utama seharusnya adalah penapisan investasi, selain transparensi maksimum kepada nasabahnya.

Banyak contoh lain yang dapat dikemukakan. CSR industri rokok misalnya, haruslah memastikan bahwa rokok—karena mudarat yang dikandung dalam produknya—hanya dikonsumsi di ruang privat. Merokok haruslah menjadi pilihan rasional. Orang harus dibuat tahu persis kandungan racun dalam rokok, dan boleh memilih untuk tetap merokok, namun

tidak diperkenankan membagi risiko kesehatannya dengan orang yang memilih untuk tidak merokok. Kalau industri rokok mau menegakkan CSR secara sungguh-sungguh, mereka harus memelopori pembangunan ruang khusus merokok di tempat-tempat publik. Industri tambang yang membuka tanah untuk mengambil isinya harus memastikan bahwa penguasaan tanahnya bersih dari sengketa. Kemudian, ketika penambangan sudah selesai dilakukan, reklamasidan rehabilitasi lahan harus dilakukan.

Lalu apakah CSR tidak boleh dilakukan di luar bisnis intinya? Tentu saja boleh. Namun, dampak negatif dari operasi perusahaan harus benar-benar telah minimum, dan dampak residunya telah dikompensasi secara layak. Baru kemudian perusahaan bisa memikirkan bagaimana meningkatkan dampak positif mereka. Sedapat mungkin dampak positif yang mereka bisa sebarkan haruslah berhubungan dengan bisnis intinya juga, walau tidak harus demikian. Hal ini tentunya sangat logis karena perusahaan tentunya sangat menguasai bisnisnya sendiri sehingga jauh lebih mudah untuk memaksimalkan dampak positif kegiatannya dari melaksanakan sesuatu yang bukan merupakan keahliannya. Kalau perusahaan melakukan CSR di luar bisnis inti mereka, mengabaikan dampak negatif yang mereka buat, dan hanya sibuk dengan kegiatan sosial di luar bisnis intinya, maka tuduhan greenwash atau pengelabuan citra belaka dapat dialamatkan ke mereka. Mereka dianggap bukan melaksanakan CSR, melainkan sekadar menunggangi CSR.

Artikel selengkapnya dapat didownload pada halaman Unduh kategori Literasi.

Bentuk Penggalangan, Mobilisasi Sumberdaya

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Kesalahan Umum Soal CSR #7: Memisahkan CSR dari Bisnis Inti Perusahaan”

Leave a Reply