Bangun Solidaritas Lewat Koperasi

Sep 24, 2011 No Comments by

Lewat pengelolaan koperasi yang benar, nelayan Tasikmalaya membangun kembali solidaritas dan kearifan lokal. Hal itu sangat membantu mereka saat mempertahankan hidup di tengah ganasnya laut selatan.

Hendi (47), nelayan Kampung Pamayang, Desa Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, menganggur selama beberapa bulan akibat kecelakaan laut pada pertengahan 2010. Tanpa pemindai ikan dan global positioning system (GPS), perahu fiber 1 gross ton (GT) berukuran 14 meter x 9 meter x 0,7 meter, terbelah dua dihantam gelombang setinggi empat meter.

”Saya terpaksa melaut karena terdesak kebutuhan ekonomi, meski saat itu cuaca sangat buruk,” kata Hendi.

Akibat kecelakaan itu, Hendi harus berhenti melaut. Ia terpaksa menambah bon utang di warung untuk menambal biaya hidup harian. Utangnya menumpuk hingga jutaan rupiah.

Setelah berbulan-bulan tidak melaut, bantuan akhirnya datang. Malaikat penolongnya adalah rekan nelayan Koperasi Mina Bangkit, Kabupaten Tasikmalaya. Ia diberi perahu berukuran 14 m x 9 m x 0,7 m dan mesin berkekuatan 1 GT, bekas. Total bantuan Rp 19 juta.

Hal yang sama juga dialami Hamzah (43). Pascakecelakaan laut saat mencari lobster, ia nyaris putus asa karena melaut adalah satu-satunya keahliannya. Atas alasan itu, ia dipilih menjadi penerima dana bergulir sebesar Rp 12 juta untuk membeli perahu baru.

”Jauh sebelum kecelakan, saya pernah mengajukan permintaan asuransi perahu. Namun, tidak pernah disetujui meski perahu harganya antara Rp 18 juta-Rp 19 juta per unit,” katanya.

Bantuan yang didapatkan Hendi dan Hamzah adalah buah kearifan 225 nelayan Koperasi Mina Bangkit, Kampung Pamayang, Desa Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya.

Anggota Badan Pengawas Koperasi Mina Bangkit, Gunawan Yudhoharto (42), mengatakan, bantuan itu adalah dana bergulir yang didapatkan dari pemerintah pusat dan daerah selama tahun 2010. Dana itu ditujukan bagi nelayan saat musim paceklik atau memperbaiki perahu rusak.

Selama tahun 2010, koperasi mendapatkan dana Rp 120 juta dengan kuota bagi 70 nelayan. Namun, berkat rasa solidaritas anggotanya, 120 nelayan bisa menikmati dana itu. Alasannya, setelah didata banyak nelayan yang membutuhkan bantuan.

”Jenis bantuan bermacam-macam. Dari yang ringan seperti memperbaiki jaring hingga berat membeli perahu bekas. Kami tidak ingin merengek penambahan dana. Sebisa mungkin kami berikan merata dengan prioritas pada kerusakan berat,” ujarnya.

Kebutuhan anggota

Data hasil tangkapan juga dikelola koperasi dengan baik. Hal itu memudahkan mereka memantau kesulitan dan kebutuhan anggotanya. Contohnya, saat nilai tangkapan mencapai Rp 6 miliar sepanjang tahun 2009. Namun, akibat cuaca buruk sepanjang tahun 2010, total nilai tangkapan turun menjadi Rp 3 miliar per tahun.

”Naik atau turunnya hasil tangkapan menjadi patokan bagi kami memprioritaskan program kerja koperasi,” katanya.

Pengelolaan keuangan yang sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu ini mendapatkan penghargaan sebagai Koperasi Nelayan Taat Administrasi berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat No 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan tahun 2009 lalu.

Selain menerapkan tata kelola dana bergulir yang benar, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Tasikmalaya Dedi Mulyadi mengatakan, koperasi juga menghidupkan kembali kearifan lokal di laut. Contohnya, menyiasati ketiadaan alat pemindai ikan. Mereka bersama-sama mencari ikan dengan perahu terdepan dikemudikan nelayan berpengalaman. Perahu terdepan bertugas mencari tempat dengan populasi ikan banyak. Tempat paling potensial menangkap ikan adalah dasar landai di laut lepas.

”Perahu terdepan tugasnya mengukur kedalaman dasar laut. Setelah digabungkan perhitungan jarak lokasi pengukuran serta arah mata angin dari pantai, nelayan mencatat posisi tempat itu agar tidak kesulitan mencari tempat itu lagi,” katanya.

Ketiadaan GPS juga dimanipulasi dengan melihat gugus bintang, cahaya lampu perumahan di darat, letak Gunung Galunggung dan Cikuray, hingga membaca arah arus air laut. Namun, ia mengatakan semuanya akan tidak berguna bila cuaca laut memburuk.

Oleh karena itu, Dedi yakin hasil tangkapan akan jauh lebih tinggi bila nelayan dilengkapi alat khusus pencari ikan atau GPS. Sebagai perbandingan, saat melakukan simulasi mandiri menggunakan perahu sewaan berkapasitas 10 GT lengkap dengan pencari ikan dan GPS, hasil tangkapan jauh lebih baik. Bila sebelumnya hanya mendapat 1,2 kuintal ikan per dua hari dengan perahu 1 GT, dengan perahu 10 GT bisa menangkap 2 ton per dua hari.

”Saat ini, kami sedang mengusahakan untuk mendapatkan peralatan itu sendiri. Kami masih kalah dengan nelayan Cilacap dan Sumatera Utara yang memanfaatkan sumber daya alam laut hingga di Tasikmalaya,” ujarnya.(Cornelius Helmy)

Sumber: KOMPAS, Minggu, 17 Juli 2011, halaman 3.

Berita

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Bangun Solidaritas Lewat Koperasi”

Leave a Reply