Tambang Pasir Besi Picu Konflik
Tasikmalaya, Kompas – Masih berjalannya aktivitas penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dikhawatirkan akan terus memicu konflik antarwarga. Moratorium tambang yang telah ditetapkan pemerintah pada beberapa waktu lalu dinilai tidak bergigi.
”Kami sudah bosan terus bertikai dengan saudara sendiri yang bekerja di penambangan pasir besi. Kalau aturan mengatakan dihentikan, sudah seharusnya ditetapkan begitu,” kata tokoh pemuda Kecamatan Cipatujah, Yayan Siswandi, di Tasikmalaya, Selasa (28/5).
Penambangan pasir besi mulai marak terjadi di pesisir pantai Tasikmalaya sejak 2004. Berdasarkan data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Tasikmalaya, ada 24 perusahaan tambang beroperasi di kawasan itu. Hingga tahun 2013, sudah ditambang 6,1 juta ton dari potensi 6,6 juta ton.
Volume pasir besi yang diangkut setiap kendaraan juga selalu 12 ton, padahal kemampuan jalan hanya 7 ton. Itu sebabnya jalan lingkar selatan Jabar sejauh 40 kilometer kini rusak parah.
Melihat kondisi itu, Pemkab Tasikmalaya menerapkan moratorium tambang dalam dua tahun terakhir. Perusahaan penambang yang tidak punya pabrik pengolahan setengah jadi dilarang beroperasi.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya Eri Purwanto mendukung moratorium yang lebih tegas. Dengan begitu, perusahaan tambang memberikan kontribusi seimbang bagi negara. Penambangan selama 11 tahun terakhir telah mengeruk keuntungan sekitar Rp 16 triliun. Namun, kontribusi pada negara sekitar Rp 700 juta per tahun.
Sementara itu, proses hukum terhadap Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Andi Harahap, yang tersangkut kasus tumpang tindih izin lahan tambang batubara, dimulai lagi dari awal. Padahal, dua pekan sebelumnya, Polda Kaltim telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Informasi dikeluarkannya SP3 terhadap Andi sekaligus dibuka kembali proses hukum kasus itu disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Antonius Wisnu Sutirta dalam jumpa pers, Selasa (28/5). ”Surat perintah penyidikan dimulai 28 Januari 2012, sedangkan Presiden memberikan izin pemeriksaan yang diterima penyidik pada 22 Februari 2012. Karena itu, diputuskan bahwa proses hukum ini tidak cukup bukti dan karena itu SP3 dapat dilakukan,” ujar Wisnu.
Andi terjerat kasus tumpang tindih lahan izin tambang batubara menyangkut lahan PT South Pacific Resources, yang juga diklaim PT Penajam Prima Coal Indonesia. Andi sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2012. Dengan dibuka kembali proses hukum, berarti status Andi kembali menjadi saksi.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Sarosa Hamongpranoto menganggap aneh sikap Polda Kaltim. ”SP3 adalah juga sebuah kepastian hukum. Kalau sudah SP3 keluar, lalu proses hukum kembali dimulai dari awal lagi, itu aneh,” kata Sarosa. (PRA/CHE)
Sumber: KOMPAS, Rabu, 29 Mei 2013.