Strategi Hijau Para Kampiun Global (Bagian 3/4)
Penggunaan energi alternatif tersebut tampaknya memerlukan biaya ekstra. Namun, walau biaya awalnya mahal, sebenarnya sistem listrik tenaga surya dan lain-lain yang dikembangan itu memberikan penghematan besar. NAB yang menempati posisi ke-3 dalam Global Green Rankings 2011, misalnya, sejak 2010 saja menghemat US$ 1 juta/tahun untuk biaya energi yang diperlukan buat pusat data mereka. Dengan inisiatif seperti ini, pada September 2010 NAB diakui sebagai lembaga terbesar Australia yang karbon-netral. Bahkan, lembaga keuangan terbesar Negeri Kanguru tersebut menduduki peringkat tertinggi di antara lembaga keuangan pada jajaran 500 Perusahaan Global Terakbar versi Fortune dalam Carbon Disclosure Leadership Index 2010.
NAB menduduki posisi ke-2 tertinggi di antara kampiun industri keuangan dunia dalam Global Green Rankings 2011 karena bank yang didirikan pada 1893 di Melbourne, Australia, itu melakukan upaya lebih dari sekedar menjaga emisi gas rumah kaca. NAB mengedukasi karyawannya, antara lain dengan mengandeng Monash University, bahkan membentuk NAB Green Team Community yang beranggotakan 1.500 orang guna memastikan agar seluruh insan NAB paham dengan apa yang bisa dilakukan buat mengurangi dampak dari kerja dan gaya hidup mereka di tempat kerja ataupun rumah terhadap lingkungan.
Untuk karyawan di kantor pusat dan cabang, NAB hanya menyediakan teh, kopi, dan minuman cokelat bahan bakunya dibeli dari petani dengan harga wajar. Tak mengherankan pada 2009 NAB menjadi lembaga terbesar Australia yang mendapat akreditasi Fairtrade.
Kalau NAB berada di bawah Munich Re dalam Global Green Rankings 2011, itu karena langkah yang diayun lembaga reasuransi asal Munich, Jerman, tersebut lebih jauh lagi. Bagaimana tidak. Bergerak di bisnis asuransi primer (jiwa, kesehatan, properti, kerugian) melalui anak lembaganya, ERGO Group, Munich Re bukan cuma memastikan Fairtrade tetapi juga mengupayakan penyelamatan nyawa dan harta benda.
Contoh yang menarik adalah kasus pembebasan MV Beluga Fortune yang dibajak pada 24 Oktober 2010. Karena sang kapten berhasil meminta pertolongan melaui radio di tengah serbuan puluhan perompak yang bersenjata lengkap, awak kapal kargo Jerman tersebut tak bernasib sama dengan awak MV York, kapal kargo Singapura yang dibajak pada waktu hampir bersamaan di lokasi berbeda. Melihat kedatangan kapal perang Jerman dan Uni Eropa, pada 25 Oktober para perompak Somalia yang tak segan membunuh itu hengkang dari Beluga Fortune.
Bagaimana insan Beluga Fortune bisa bertahan selama 24 jam oleh kawanan yang pada waktu itu telah menyandera selama berbulan-bulan 19 kapal dengan 425 awaknya?
Di sinilah peran Munich Re, Beluga Fortune menerapkan “taktik citadel” yang selama bertahun-bertahun diperkenalkan oleh lembaga reasuransi tersebut. Taktik yang diadopsi dari benteng militer ini pada dasarnya sederhana saja-hanya membutuhkan sebuah ruang yang tak mudah ditembus ketika terjadi pembajakan. Dengan demikian, awak kapal memiliki tempat aman yang dilengkapi peralatan komunikasi lengkap dan kemampuan pelacakan GPS, dengan sistem kontrol yang memungkinkan mendeaktivasi peralatan navigasi dan fungsi penting lainnya termasuk memutus pasok bahan bakar ke mesin kapal.
Sistem preventif inilah, juga pelatihan konsisten sehingga awak kapal bisa tetap tenang menghadapi ancaman, yang menyelamatkan Beluga Fortune. Dengan semakin banyaknya usaha perkapalan yang mengadopsi taktik citadel, makin banyak kapal yang lepas dari serbuan para pembajak. Kendati demikian, Munich Re terus mengembangkan dan mepromosikan sistem preventif yang lebih baik untuk menangkal ancaman pembajakan yang juga terus meningkat dengan makin luasnya jangkauan operasi dan kian canggihnya persenjataan ataupun peralatan para perompak.
Dengan program sustainability yang demikian komprehensif, tak heran, Munich Re mendapat skor total teringgi, baik dari sisi dampak terhadap lingkungan (bobot 45%), manajemen lingkungan (45%) maupun disclosure tentang kegiatan lingkungan tersebut (10%). Dalam menilai dampak terhadap lingkungan, Trucost menganalisis lebih dari 700 parameter terhadap operasi lembaga di seluruh dunia. Sementara itu, skor manajemen lingkungan ditetapkan oleh Sustainalytics dengan menilai bagaimana sebuah lembaga mengelola jejak lingkungan, termasuk kebijakan, program, target dan inisiatif lingkungan lembaga tersebut serta para pemasok dan kontraktornya, bahkan dampak produk dan jasa yang diberikan. Skor disclosure menunjukan kualitas evaluasi laporan sustainability lembaga dan keterlibatan dalam inisiatif transparansi seperti Global Reporting Initiave dan Carbon Disclosure Project.
Penulis: Prih Sarniato,
Disarikan dari Majalah: SWA, Halaman: 78-83