Solidaritas ASEAN Hadapi Bencana yang Meningkat
Jakarta, Kompas – Kejadian bencana terus meningkat dari tahun ke tahun dengan korban jiwa dan dampak kerusakan membesar. Benua Asia, khususnya Asia Tenggara, termasuk kawasan terbanyak dilanda bencana. Karena itu, dibutuhkan solidaritas bersama.
Itu mengemuka pada diskusi kebencanaan yang diadakan ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) Partnership Group (APG), di Jakarta, Kamis (2/5).
Tanty Surya Thamrin, Indonesia Country Leader APG-AADMER, mengatakan, pada Juli 2005, negara ASEAN menandatangani kerja sama penanggulangan bencana dan respons darurat. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi 10 negara anggota ASEAN pada 24 Desember 2009.
”Tujuan utama AADMER adalah mengurangi kerugian akibat bencana di ASEAN dengan saling bantu,” katanya.
Namun, Nanang Subana Dirja dari Oxfam mengatakan, sejak diratifikasi dua tahun lalu itu, APG-AADMER masih dalam tahap pembangunan kapasitas kelembagaan.
”Masih banyak hal yang harus terus dilakukan, terutama dalam hal mitigasi bencana. Apalagi, dari tahun ke tahun intensitas bencana semakin meningkat,” katanya.
Mitigasi bencana
Implementasi mitigasi bencana untuk pengurangan risiko bencana di Indonesia memang sangat kurang. Titi Moektijasih dari United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA) mengatakan, sejak 2006 terbentuk konsorsium peduli bencana di Indonesia. Setidaknya 26 lembaga bergabung.
”Sejak 2010, kami mendorong pengurangan risiko bencana di sekolah. Kami memiliki target, 2015 setidaknya ada 1.000 sekolah aman bencana,” katanya.
Wahyu Agung K dari Plan Indonesia menyatakan, implementasi program sekolah aman bencana tidak gampang. Target 1.000 sekolah aman sebenarnya sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah sekolah dasar (SD) Indonesia yang 90.000. Namun, target 1.000 sekolah itu pun sulit dipenuhi.
Sejauh ini, Plan Indonesia baru membantu realisasi 10 sekolah aman di NTT, 10 sekolah di Jawa Tengah, dan 20 sekolah di Jakarta. ”Tidak gampang meyakinkan banyak pihak bahwa persoalan dunia pendidikan bukan hanya soal ujian nasional, melainkan juga kebencanaan. Bagaimana anak-anak bisa belajar dengan aman belum jadi perhatian,” katanya. (AIK)
Sumber: KOMPAS, Jumat, 03 Mei 2013.