Potensi yang Belum Tergali

Nov 22, 2013 No Comments by

Oleh: Suwardiman dan Yuliana Rini

Kawasan Nusa Tenggara pernah tercatat sebagai salah satu poros perdagangan yang cukup penting di kawasan timur Nusantara di masa lalu. Namun, magnet yang dulu mampu menarik datangnya pedagang dunia ke gugusan pulau tersebut, kini seakan pudar. Jejak-jejak potensi alam Nusa Tenggara yang masih tersisa itu belum banyak tergali.

Letak kepulauan Nusa Tenggara yang strategis membuat sejumlah pelabuhan berperan penting bagi masuknya kapal asing ke perairan Nusantara, terutama ke kawasan timur. Kawasan yang dulu dikenal sebagai Kepulauan Sunda Kecil ini menjadi salah satu pintu masuk dari perairan Australia ke perairan Nusantara.

Berbagai komoditas unggulan yang dihasilkan kawasan ini, antara lain hasil pertanian, peternakan, dan kehutanan. Sumbawa dan Lombok adalah penghasil beras yang diekspor ke sejumlah negara. Bahkan, Lombok mencuat sebagai sentra beras saat terjadi krisis produksi beras di kawasan Asia pada tahun 1830-an. Ketika itu Lombok menjadi pemasok utama beras untuk pasar regional.

Selain beras, kopra dan kopi juga menjadi komoditas utama Nusa Tenggara. Sepertiga dari total kebutuhan kopra di Eropa pada abad ke-19 dipasok dari kepulauan Nusantara, termasuk dari gugusan Nusa Tenggara. Tak kurang satu juta pohon kopra ditaman di Flores. Pengusaha Eropa pada tahun 1881 mulai berinvestasi dengan menanam 8.000 pohon kelapa sawit di Pulau Kera (sekitar Kupang). Sementara kopi mulai ditanam tahun 1880 di pegunungan Bima dan Tambora, Sumbawa, serta di wilayah Timor. Tak kurang dari 25.000 pohon kopi ditanam di Mollo, Timor Tengah Selatan.

Cendana menjadi hasil alam yang tercatat paling besar menggerakkan perekonomian Nusa Tenggara, terutama di wilayah timur, diduga jauh sebelum abad ke-16. Harum cendana ini merebak ke berbagai belahan dunia. Awalnya, para pedagang China yang menguasai cendana asal Nusa Tenggara.

Seperti dikutip I Gde Parimartha dalam buku Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara, catatan Jorge de Albuquerque menyebutkan, pada tanggal 6 Februari 1510 terjadi pengiriman kayu cendana dari Nusa Tenggara Timur oleh pedagang Gujarat. Alburquerque yang merupakan komandan benteng Malaka saat itu mencatat jumlah cendana yang dikirim itu sebanyak 1.000 bahar atau sekitar 312,5 ton. Catatan ini menunjukkan bukti Nusa Tenggara dulu surga cendana.

 

Pudar

Jejak kekayaan alam Nusa Tenggara sebenarnya masih tersimpan hingga kini. Pesona alam di gugusan pulau dengan kontur pegunungan yang indah dan potensi laut yang kaya menjadi pemandangan terpampang jika menyusuri kawasan ini. Namun, kekayaan alam yang dimiliki bumi Nusa Tenggara ini tampak belum tergali. Pudarnya jejak kejayaan Nusa Tenggara tampak jelas bila melihat eksplorasi alam, baik dalam bentuk hasil hutan, perkebunan, maupun pertanian di daerah tersebut saat ini. Apalagi bila merelasikannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di sana.

Dibandingkan kawasan lain di Tanah Air, penduduk Nusa Tenggara termasuk di antara kelompok kategori yang paling tidak sejahtera. Setidaknya fakta ini terungkap dari statistik indeks pembangunan manusia NTT dan NTB yang tercatat paling rendah dan angka kemiskinan paling tinggi. Tak heran, sebanyak 20 dari 21 kabupaten dan kota di NTT tercatat sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Sementara di NTB ada delapan kabupaten/kota yang tertinggal.

Indeks pembangunan manusia NTB dan NTT berada di daftar paling bawah setelah Papua. Demikian juga jumlah penduduk miskin, besarnya persentase penduduk miskin di dua provinsi ini hanya terkalahkan oleh Maluku dan Papua. Badan Pusat Statistik tahun 2012 mencatat sebanyak 20,4 persen dari jumlah penduduk di NTT masuk dalam kategori miskin. Sementara di NTB jumlah penduduk miskin sebesar 18,2 persen.

Wilayah-wilayah yang pada masa lalu merupakan poros perekonomian dan perdagangan di wilayah timur Nusa Tenggara kini berubah menjadi daerah-daerah yang tertinggal. Ketertinggalan ini antara lain tampak dari indeks kesejahteraan daerah di kawasan ini yang diukur berdasarkan aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan ekonomi.

Wilayah-wilayah yang indeks kesejahteraannya rendah lebih banyak tersebar di NTT. Wilayah-wilayah itu adalah Manggarai Barat dan semua daerah di Pulau Sumba, di kawasan ujung barat NTT. Sementara di ujung timur NTT tercatat Kabupaten Alor, Timor Tengah Selatan, dan Belu.

 

Peluang

Potensi yang Belum Tergali - CopyPersoalan utama yang dihadapi NTT dan NTB adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur dasar di kawasan ini. Kurang tersedianya infrastruktur ini yang menghambat pertumbuhan investasi. Masuknya wilayah NTT dan NTB ke dalam koridor pembangunan sekaligus menjadi pintu masuk pariwisata, bersama Bali, menjadi peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.

Penetapan koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara oleh pemerintah sedikit banyak memberikan pengaruh pada pertumbuhan perekonomian di NTT dan NTB. Hal ini tampak dari pertumbuhan kegiatan pariwisata di kedua provinsi tersebut selama lima tahun terakhir. Geliat pariwisata tergambar dari meningkatnya kegiatan ekonomi di bidang perhotelan, restoran, dan sebagian dari perdagangan yang mendukung kegiatan pariwisata. Kecepatannya naik rata-rata 7 persen selama lima tahun terakhir.

Jika melihat berbagai sektor yang menggerakkan roda perekonomian NTT dan NTB saat ini, sektor pariwisatalah yang menjadi penggerak ekonomi terbesar nomor dua di kedua provinsi tersebut. Sementara sektor unggulan yang mampu menjadi penggerak utama perekonomian di kedua provinsi ini adalah pertanian. Tak kurang dari 22 persen kegiatan perekonomian di NTB didorong oleh aktivitas pertanian. Sementara di NTT pertanian memberi kontribusi lebih besar lagi terhadap kegiatan ekonomi di wilayah itu, yakni 37 persen.

Kegiatan ekonomi NTB dan NTT tampak memiliki karakteristik yang cenderung sama. Jika mengabaikan kegiatan pertambangan yang cukup mendominasi perekonomian NTB, sektor yang banyak menopang perekonomian NTT dan NTB adalah pertanian, jasa pemerintahan, dan perdagangan. Ketiga sektor tersebut menopang tidak kurang dari 65 persen kegiatan ekonomi di dua provinsi itu.

Bila dibandingkan dengan industri pariwisata, kontribusi pertanian cenderung memberikan efek pengganda yang lebih besar terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertanian dan industri yang berbasis pertanian, seperti industri penggilingan beras di NTB dan industri makanan dan minuman di NTT, bersifat padat karya sehingga dapat memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat secara langsung.

Pertanian masih menjadi tumpuan utama pekerjaan di kedua provinsi ini. Sebanyak 44 persen dari 1,9 juta penduduk NTB bekerja di sektor pertanian. Sementara di NTT tak kurang 64 persen dari 2,1 juta penduduknya bekerja di sektor pertanian.(LITBANG KOMPAS)

Sumber: KOMPAS, Jumat, 11 Oktober 2013.

Berita

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Potensi yang Belum Tergali”

Leave a Reply