Peran Pemimpin dalam Membangun Budaya Organisasi
Konsep kepemimpinan telah berpuluh-puluh tahun diteliti oleh ratusan ahli, melalui berbagai metode, berfokus pada berbagai elemen kepemimpinan, dengan berbagai sudut pandang. Tentunya hasil yang diperoleh juga beragam. Salah satu temuan yang paling konsisten di antara ratusan penelitian tersebut adalah bahwa satu gaya/tipe kepemimpinan tidak dapat diterapkan secara terus-menerus, melainkan bergantung pada: situasi, tugas yang diemban, dan karakteristik dari para bawahan yang dipimpinnya. Salah satu contoh situasi yang berbeda-beda di mana seorang pemimpin menjalankan perannya, adalah fase/tahap-tahap sebuah organisasi dalam siklusnya. Peran seorang pemimpin pada saat organisasi baru dibentuk dan pada saat organisasi sudah mulai “menua”, sangatlah berbeda.
Fase Pendirian: Pemimpin sebagai Penggerak Organisasi
Pada masa-masa awal sebuah organisasi berdiri, fungsi seorang pemimpin adalah memberikan pasokan energi yang dibutuhkan agar sebuah organisasi dapat “lepas landas”. Peran yang sering kali dianggap paling penting adalah memberikan visi;arah dan tujuan kemana organisasi menuju. Yang tidak kalah penting adalah sebagai pusat dan pemberi energi bagi seluruh karyawan di kala mencoba berbagai strategi, menghadapi berbagai kegagalan, dalam upaya membangun sebuah organisasi yang tangguh. Energi yang kuat datang dari seorang pemimpin yang dapat memberi keyakinan, membangkitkan motivasi yang pada dasarnya memberi napas bagi seluruh organisasi. Sebagai pusat penggerak seluruh organisasi.
Fase Pembentukan: Pemimpin sebagai Pencipta Budaya
Setelah sebuah organisasi berhasil memiliki SDM yang potensil untuk hidup dan tetap bertahan hidup, maka seorang pemimpin “menularkan” semangat kewirausahaan, kepercayaan diri dan nilai-nilai yang dianutnya kepada para bawahannya. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara:
- Ia hanya merekrut orang-orang yang memiliki nilai-nilai, memiliki visi, dan pola tingkah laku yang sama dengannya;
- Ia mengkomunikasikan, mensosialisasikan, serta melakukan indoktrinasi kepada para bawahannya tentang nilai-nilai dan cara berpikir dan bertingkah laku yang ia inginkan;
- Ia memberikan contoh kepada para bawahannya bagaimana seharusnya berpikir dan bertingkah laku, sehingga para bawahannya akan menjadikannya tokoh panutan dan menginternalisasi nilai-nilai yang dianut pemimpinnnya. Di sini terlihat jelas peran seorang pemimpin dalam menciptakan budaya kerja yang diinginkan. Sifat, kepribadian, dan tingkah laku seorang pemimpin menjadi embrio sebuah budaya dalam organisasinya. Karenanya, konsistensi antara apa yang dikatakan dan diharapkan dengan apa yang dilakukan menjadi faktor krusial.
Fase Pemeliharaan: Pemimpin sebagai Pemelihara Budaya
Sering kali sebuah organisasi mengalami kegagalan karena lalai mempertahankan competitive edge-nya. Produk yang cepat usang, nilai tambah yang tidak terus ditingkatkan adalah sebagian contoh penyebab runtuhnya sebuah organisasi. Budaya organisasi memegang peranan penting di sini. Sebuah contoh, budaya “inovasi” dan “mengutamakan kebutuhan pelanggan” yang telah berhasil dibentuk pada masa pembentukan dan pemeliharaan, gagal dipelihara keberadaannya. Apa yang tercipta dengan baik pada masa muda sebuah organisasi-energi yang besar dan visi yang kuat dari sang pemimpin-meluntur pada saat organisasi tersebut bertambah usianya. Kegagalan seorang pemimpin pendiri sering kali terjadi pada masa ini, di mana ia tidak berhasil menciptakan para pemimpin penerus, yang mampu memelihara budaya organisasi yang telah terbentuk.
Fase Perubahan: Pemimpin sebagai Agen Perubahan
Kegagalan sering kali juga terjadi karena para pemimpin tidak dapat beradaptasi dan mengikuti cepatnya perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Prinsip dan nilai-nilai yang secara kaku diterapkan, budaya yang solid terbentuk, sering kali justru membawa malapetaka pada saat prinsip, nilai dan budaya yang dianut sudah tidak sesuai lagi dengan perubahan zaman. Pemimpin pada sebuah organisasi yang sudah “mature” harus terus-menerus mengevaluasi, apakah nilai dan budaya yang dianut masih mendukung pada saat perubahan terjadi. Perubahan nilai dan budaya justru harus dimulai dari sang pemimpin. Pemimpin menjadi orang pertama dan yang paling ingin untuk berubah. Ia adalah orang yang berdiri di garis paling depan upaya perubahan. Seorang pemimpin perubahan.
Disarikan dari buku: Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Penulis: Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A.,dkk, Halaman: 385-386.