Pengantin Olimpiade

Mar 16, 2019 1 Comment by

Alan adalah salah satu pemain bulu tangkis terbesar yang dimiliki Indonesia. Julukannya pengantin Olimpiade. Julukan ini merujuk pada keberhasilannya meraih emas Olimpiade 1992. Pada usia 7 tahun dia sudah tertarik dengan olah raga pukul bulu ini. Setahun kemudian dia gabung dengan klub Rajawali, Surabaya.

Dengan ketekunan dan disiplin yang ketat, Alan Budikusuma kemudian berkembang menjadi atlet profesional yang tangguh. Usia 15 tahun dia meninggalkan kota kelahirannya Surabaya untuk gabung dengan klub yang banyak menelorkan bintang, PB Djarum.

Dengan latihan keras dan disiplin, perlahan kemampuan alan mulai terasah. Beberapa kejuaraan mulai ia sambangi. Hingga akhirnya ia kuasai. Sejak 1989, Alan unggul di beberapa kejuaraan di Asia dan Eropa ia kuasai. Bahkan namanya harum di Olimpade Barcelona.

Pada 1996 dia gantung raket. Tapi Alan tak lepas dari bulu tangkis. Bersama istrinya Susi Susanti, pada 2003, dia membangun bisnis apparel bulu tangkis dengan nama ASTEC-singkatan dari Alan-Susi Technology. “Usaha ini memang untuk jaminan hari tua. kita juga tahu kalau atlet pensiun tidak ada jaminan kesejahteraan hari tua,” kata alan. Dia berkomitmen memajukan bulutangkis di Indonesia melalui inovasi teknologi dan menciptakan produk terbaik untuk mendukung performance para pemain.

Alan dan Susi menggelar kejuaraan bulu tangkis ASTEC Terbuka pada 2005. Kejuaraan ini buat menjaring bibit atlit. Ajang ini masuk dalam kalender Federasi Bulutangkis dunia. ASTEC juga menjadi sponsor bagi salah satu klub bulu tangkis yang juga telah mencetak sejumlah pemain dunia, yakni Tangkas Alfamart.

 

Alan Budikusuma:

Halo saudaraku,
Kalian pasti punya cita-cita, betul? Apakah ada target-target pencapaian dalam meraih cita-citamu? Beri target untuk diri sendiri dalam meraih cita-cita sehingga kita termotivasi. Kemauan yang keraspun harus dimiliki.

Dan ini pencapaian cita-citaku, saudaraku. Cita-cita menjadi juara dunia.

Bayangkan, saudaraku dari 5 milliar orang di dunia ini, hanya 1 yang menjadi juara. Jadi, perlu persiapan ekstra hingga bisa dibilang sudah di luar batas kemampuan manusia. Saya melakukannya dalam bulu tangkis, latihan yang tadinya 2 atau 3 kali sehari jadi 4 kali sampai saya merasa sudah tidak bisa berdiri lagi karena terlalu lelah. Demi cita-cita saya menjadi juara dunia.

Saya terus berpikir apalagi yang perlu saya asah, apalagi yang perlu saya latih. Kepala ini terus mengajak berlatih padahal badan sudah tidak kuat. Tubuh sudah mencapai batas kemampuan. Tandanya, ketika sudah mau collapse walau masih ingin berlatih. Merasa selalu kurang karena kita berharap banyak dan punya suatu target tertentu. Cita-cita untuk menjadi sang juara.

Ketika mewakili Indonesia di Olimpiade 1992, saya menganggap ini sebagai kesempatan saya. Saya anggap ini yang terakhir, karena beberapa tahun kemudian kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Saya tidak mau berpikir ‘next time’ tapi ‘Now or Never’. Saya juga tidak mau menunggu sesuatu yang bagi saya tidak pasti karena sudah melalui proses panjang selama 4 tahun dan setiap manusia kan gak tahu apa yang akan terjadi, jadi saya pikir harus sekarang atau gagal sama sekali, untuk next time saya gak berpikir apa-apa.

Untuk jiwa muda Indonesia saat ini, di bidang bulu tangkis khususnya, kalian harus punya cita-cita dan tujuan. Dengan tujuan itu kalian punya suatu arahan dan itu berlaku dimana pun bukan hanya karier di olahraga. Nah, dari situ siapkanlah bagaimana caranya untuk mencapai cita-cita tersebut. Contohnya kalau kalian sedang kuliah kan cita-cita yang ingin diraih adalah untuk lulus dan meraih gelar Sarjana (S1). Nah, ‘how to’ apa yang dibutuhkan untuk mencapai S1 itu. ‘Need’-nya seperti apa. Lalu kalau sudah tercapai, lanjut ke S2 karena semakin besar cita-cita semakin besar tantangannya.

Saudaraku, penuhi dada kalian dengan kesabaran dan ketabahan, ini paling penting karena ujian yang dihadapi pasti keras. Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpa. Semakin tinggi cita-cita yang ingin kita capai, semakin tinggi pula perjuangan yang harus kita lalui. Membutuhkan keuletan, ketabahan, konsentrasi dan harus fokus. Jadi, yang pertama tujuannya, lalu kalau sudah tercapai ‘what next’. Kita harus selalu punya planning yang setinggi-tingginya. Saya merumuskannya seperti ini, kalau kalian tidak punya cita-cita setinggi-tingginya, ‘It is the End’. Ekstrimnya, mati. Sudah tidak memikirkan apa-apa.

Karena sebenarnya begitu kalian melek, pasti ada pemikiran, juga pasti ada kendala dan halangan. Harus berani menerima tantangan. Saya sangat yakin kalau kita ingin meraih suatu prestasi harus step by step. Ini yang akan membuat kita semakin percaya diri. Tanpa melalui sebuah proses, kita akan lebih mudah jatuh pastinya.

Dalam berwirausaha pun sama, tidak mungkin bisa langsung besar. Usaha yang wajar itu sesuai ‘rail’-nya. Kita jalan dulu di situ melalui ‘trial and error’ untuk kemudian naik ke tahapan selanjutnya. Ini pencapaian cita-cita lain yang saya miliki sekarang, untuk mengembangkan ASTEC, Alan-Susi Teknologi, usaha saya dan istri saya.

Jadi, saudaraku, adikku, anakku, kalian semangat muda Indonesia harus punya mimpi. Mau santai? Boleh, tapi jangan lupa bahwa kalian dikejar oleh waktu. Sederhana saja, setelah lulus kuliah mungkin kalian punya kekuatan untuk menghasilkan output 100. Sesudah melewati usia 30 tahun, menurun jadi 95 ouput. Ini karena kekuatan pun menurun. Nah, bagaimana kalian mau mencapai cita-cita kalau usia sudah 60 tahun? Maka ada pepatah,“Pergunakanlah waktu Anda sebaik mungkin selama Anda masih muda.”

Jaman pun sudah berubah, harapan saya pola pikir juga harus berubah. Dari pemerintah, pengurus, dan juga atlet mengikuti perkembangan. Apalagi dengan gelombang globalisasi, kita juga harus pintar. Saya paling tidak setuju bahwa atlet itu ya fokus saja jadi atlet, dan harus meninggalkan sekolah. Saya tidak setuju, saudaraku.

Seorang atlet membutuhkan ilmu untuk berpikir di lapangan dan untuk memenangkan pertandingan. Bagaimana harus mengambil langkah, kontrol pukulan, dan kapan harus bertahan. Alangkah baiknya apabila seorang atlet juga dibekali dengan ilmu, dengan pendidikan paling tidak dia harus bisa mempelajari semua pelajaran. Jadi kombinasi antara pendidikan dan olahraga itu pasti jauh lebih baik. Olahraga kan tidak melulu otot saja tapi juga otak harus dipergunakan. Mungkin pada saatnya nanti, si atlet pensiun bisa kembali melanjutkan pendidikan.

Ya, inilah resepku dalam pencapaian cita-cita. Sekarang, giliranmu menjalani proses mendaki tangga, meraih cita-cita kalian.

Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Alan Budikusuma, Hal: 248-250.

Cerita Perubahan, Mengawal Perubahan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.

One Response to “Pengantin Olimpiade”

  1. Rahasia Awet Muda says:

    Hidup Indonesia, jayalah indonesia

Leave a Reply