Penegakan Hukum Terpadu Mulai Dilakukan
Jakarta, Kompas – Aparat penegak hukum berkomitmen menuntaskan kasus-kasus kejahatan sumber daya alam di hutan dan lahan gambut secara terpadu. Pelaku kejahatan akan diproses menggunakan berbagai perundangan untuk memaksimalkan sanksi.
Ini mengemuka dalam penandatanganan Pedoman Penanganan Perkara dengan Pendekatan Multi-door untuk Kasus- kasus Terkait Sumber Daya Alam-Lingkungan Hidup Terutama di Hutan dan Gambut, Senin (20/5), di Jakarta. Penandatanganan dilakukan pejabat eselon I dan disaksikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Nanan Soekarna, dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi Nirwanto.
Kegiatan yang difasilitasi Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ serta Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) itu disaksikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Hakim Agung Komariah Emong Sapardjaja.
Melalui pedoman ini, kejahatan di hutan dan gambut, seperti aktivitas pertambangan dan perkebunan, akan menggunakan pendekatan multi-perundangan. Para penegak hukum akan berkoordinasi untuk mendapat persepsi dan norma hukum sama mulai dari penyidikan hingga penyitaan.
Penanganan hukum selama ini umumnya menggunakan satu aspek perundangan. Acap kali antar-penegak hukum memiliki persepsi/norma berbeda sehingga penyelesaian kasus tak efektif, baik tingkat penyidikan, penuntutan, maupun pengadilan.
”Untuk kasus lingkungan hidup, penegakan hukum harus dilakukan luar biasa agar mampu menyelamatkan lingkungan,” kata Komisaris Jenderal Sutarman, Kepala Bareskrim Polri.
Ia mencontohkan, aktivitas pertambangan legal dan ilegal hanya dinikmati segelintir orang. ”Negara tidak mendapat untung dari pelaku usaha yang mengabaikan lingkungan hidup dan masyarakat sekitar. Ini terjadi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua,” katanya.
Ia berkomitmen agar setiap kasus lingkungan dituntaskan melalui beberapa lapis perundangan. Sebagai contoh, UU Nomor 41 Tahun 1999 (Kehutanan), UU No 32/2009 (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), UU No 4/2009 (Pertambangan Mineral dan Batubara), serta UU No 26/2007 (Penataan Ruang).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Mahfud Manan mengatakan, pihaknya berencana meningkatkan kapasitas jaksa dengan sertifikasi lingkungan.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berharap, ”Mudah-mudahan dalam satu-dua bulan ini kita melihat kasus di pengadilan menggunakan pendekatan multi-door ini.” (ICH)
Sumber: KOMPAS, Selasa, 21 Mei 2013.