Pendidikan untuk Melahirkan Generasi Baru (Bagian 1/4)

Okt 16, 2012 No Comments by

Ketika gerakan reformasi merebak pada tahun 1977-’78, seluruh rakyat Indonesia berharap agar segera terjadi perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan mereka. Lima tahun setelah reformasi berjalan, dan kehidupan rakyat ternyata tidak juga bertambah baik, mulailah terdengar pendapat, bahwa Indonesia harus melahirkan “generasi baru” untuk dapat keluar dari berbagai jenis krisis yang melilit dirinya selama ini.

Suara ini makin lama kedengaran makin lantang, dan bahkan ada yang melontarkan pendapat, bahwa bila perlu Indonesia harus berani melakukan “loncatan generasional”. Artinya, Indonesia harus berani “mengorbankan” suatu generasi, yaitu mengabaikan sepenuhnya generasi tadi, tidak usah memperhitungkannya dalam penyusunan dan pengembangan kekuatan baru dalam kehidupan bangsa.
Apakah gagasan-gagasan di atas cukup sehat, cukup realistik, dan dapat dilaksanakan?

Sukar untuk menjawab pertanyaan ini secara definitif. Bagi saya, yang jelas ialah bahwa gagasan di atas mencerminkan masih adanya optimisme dalam masyarakat kita. . Ini lebih baik daripada gagasan-gagasan yang pesimistik. Apakah cukup realistik? Sukar untuk dijawab, karena gagsan-gagasan tadi masih “mentah”, belum cukup diolah. Jadi belum dapat dikatakan, apakah gagasan untuk melahirkan generasi pembaharu ini cukup realistik atau tidak, dan dapat dilaksanakan atau tidak.

“Generasi Pembaharu” dalam Sejarah Bangsa Indonesia

Pernahkah Indonesia melahirkan generasi pembaharu? Berulang kali! Generasi 1908 adalah generasi pembaharu. Dan yang mereka perbaharui ialah watak bangsa. Kemudian generasi 1928 juga merupakan generasi pembaharu. Yang mereka perbaharui ialah rasa kebangsaan. Kemudian lahir generasi 1945, yang berhasil memperbaharui kehidupan bangsa dan negara.

Dalam kehidupan kebudayaan lahir pula gerakan-gerakan pembaharuan. Generasi Pujangga Baru, dengan dipelopori oleh St. Takdir Alkisyahbana, lahir untuk memperbaharui kehidupan sastra di Indonesia.. Kemudian lahir Generasi “Sastra 1945” dengan tokoh-tokoh utamanya Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Asrul Sani, danPramudya Ananta Toer, antara lain.. Mereka memelopori lahirnya jenis sastra Indonesia yang lebih tanggap terhadap persoalan-persoalan zaman pada waktu itu. Di bidang teater dan perfilman lahir generasi-generasi pembaharu dengan Umar Ismail, Wim Umboh, Teguh Karya, yang kemudian diteruskan oleh generasi Garin Nugroho, Mira Lesmana, Riri Riza. Dan di bidang seni tari lahirlah generasi-generasi pembaharu yang dipelopori oleh Sardono W. Koesoemo.

Jadi mengharapkan kedatangan generasi pembaharu merupakan suatu sikap yang realistik. Bukan sikap mengada-ada!. Sejarah perjalanan bangsa Indonesia cukup memperlihatkan, bahwa lahan kultural Indonesia cukup subur untuk menumbuhkan berbagai jenis gagasan (ideas) tentang pembaharuan; dan bahwa manusia Indonesia memiliki kreativitas yang cukup besar untuk melahirkan pembaharuan yang berarti.

Yang perlu dicermati sekarang ialah: Bagaimana sebenarnya proses kelahiran setiap generasi pembaharu? Mereka itu “dilahirkan” atau “lahir sendiri”? Kalau “dilahirkan”, oleh siapa? Dan kalau “lahir sendiri”, karena apa? Dan apa peranan pendidikan dalam kelahiran suatu generasi pembaharu?

Oleh: (Alm) Mochtar Buchori

Makalah yang disampaikan pada “Simposium tentang Peran Guru dalam Perubahan Sosial Politik Bangsa”

Diselenggarakan di Aula SMU 6 Bulungan pada 15 Mei 2009 oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah DKI, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), dan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI).

Cerita Perubahan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Pendidikan untuk Melahirkan Generasi Baru (Bagian 1/4)”

Leave a Reply