Musi Dibiarkan Tercemar

Jun 19, 2013 No Comments by

PALEMBANG, KOMPAS – Sungai Musi dibiarkan tercemar sehingga kualitas airnya terus menurun. Sejumlah titik di sungai terpanjang di Sumatera itu kini tercemar berat, terutama oleh limbah rumah tangga, pertanian, dan sedimentasi dari pembukaan lahan, serta pertambangan di sekitar daerah aliran sungai.

Daru Setyo Rini dari Institut Pemulihan dan Perlindungan Sungai (Inspirasi), Minggu (19/5), di Palembang, mengatakan, tingginya pencemaran oleh limbah rumah tangga disebabkan padatnya permukiman di tepi Sungai Musi yang langsung bersinggungan dengan bibir sungai. ”Idealnya jarak permukiman dengan tepi sungai lebih dari 100 meter. Namun, di Sumatera Selatan banyak permukiman berada tepat di atas bibir sungai,” kata Rini.

Berdasarkan data pemantauan kualitas air sungai Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel 2012, pencemaran tertinggi terdapat di area tepi sungai yang padat permukiman. Dari 30 titik pemantauan di 15 kota/kabupaten, 4 titik tercemar berat, 25 titik tercemar sedang, dan 1 titik tercemar ringan.

Di Palembang, dari 10 titik pemantauan, 9 titik tercemar berat dan 1 titik tercemar ringan. Pencemaran semakin tinggi di tengah perkotaan, seperti Jembatan Jalan Angkatan 45, Jembatan Sekip Tengah, dan Jembatan Jalan Ali Gatmir 13 Ilir.

Unsur pencemar tertinggi adalah senyawa fosfat yang terdapat dalam sabun dan detergen yang digunakan masyarakat. Pencemar organik tertinggi adalah bakteri E coli yang berasal dari kotoran manusia. Hal ini karena masih tingginya aktivitas mandi, cuci, dan kakus, serta membuang sampah ke Sungai Musi.

Pencemaran juga berasal dari sedimentasi akibat pembukaan lahan dan pertambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi. Akibatnya, air menjadi keruh oleh lumpur dan pasir.

Ketua Forum DAS Sumsel Edward Saleh menilai, sebagian besar lahan DAS dalam kondisi kritis dan potensial kritis. Dari luas total DAS Musi 8,1 juta hektar, hanya sekitar 2,1 juta hektar dalam kondisi baik, sedangkan 240.202 hektar sangat kritis.

Penggiat pelestarian sungai dari Ecoton, Prigi Arisandi, mengatakan, pencemaran sungai terus terjadi karena lemahnya pengawasan pembuangan limbah dan belum berjalannya penataan permukiman dan penggunaan lahan di sekitar tepi sungai. Masyarakat juga kurang dilibatkan dalam menjaga lingkungan sungai.

Kepala Sub-bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan BLH Sumsel Atep Radiana mengatakan, Sumsel belum mempunyai komunitas masyarakat yang bisa mengelola dan menjaga sendiri kelestarian sungai di sekitarnya. Dibandingkan dengan kondisi lima tahun lalu, pencemaran Sungai Musi bergeser dari pencemaran limbah industri menjadi pencemaran limbah rumah tangga. Hal ini karena pengawasan pembuangan limbah industri telah diperketat.

 

Kasus di Banyuwangi

Para aktivis lingkungan menyerukan penambangan emas tidak dilakukan di Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, sebab bahaya kerusakan lingkungan sudah nyata. Saat ini, sejumlah biota di Pantai Lampon, yang berdekatan dengan tempat pemilahan bijih emas, tercemar merkuri.

”Kami sudah memperingatkan pemerintah tentang bahaya penambangan emas dan konflik horizontal yang muncul karenanya. Kalau memang upaya penambangan masih dilakukan, kami akan ajukan gugatan,” kata Rosdi Bahtiar Martadi, aktivis Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (BaFFEL).

Para aktivis lingkungan, di antaranya dari BaFFEL dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), hingga Rabu (15/5), menyatakan menolak segala bentuk penambangan emas, baik secara tradisional maupun modern, di Tumpang Pitu.

Akumulasi merkuri dalam sedimen muara yang wajarnya hanya 0,1 ppm tercatat mencapai 0,45 ppm di mangrove timur. Di lokasi pengolahan emas mencapai 65,52 ppm. Di bibir muara 1,17 ppm. Akumulasi merkuri paling tinggi terdapat di timbunan limbah yang tersisa setelah tambang ditutup, yakni 634,19 ppm.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas meminta keberadaan merkuri tidak dikaitkan dengan penambangan emas. ”Merkuri bukan hal baru. Kami minta ada instalasi pengolahan limbah terpadu,” ujarnya. (IRE/NIT)

Sumber: KOMPAS, Senin, 20 Mei 2013.

Berita

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Musi Dibiarkan Tercemar”

Leave a Reply