Model Perubahan Budaya
Culture Assessment (Penilaian Budaya)
Fase penilaian budaya mengandung dua tugas. Satu adalah menilai budaya organisasi yang sudah ada, dan lainnya adalah mempertimbangkan budaya organisasi yang diinginkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang budaya sebenarnya dalam organisasi, seseorang dapat menggunakan kombinasi alat. Satu cara di antaranya adalah dengan melakukan wawancara pribadi di antara sampel yang menjadi representasi dalam organisasi.
Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara satu persatu atau diskusi kelompok fokus, untuk menilai budaya yang sudah ada maupun mempertimbangkan budaya yang diinginkan dalam organisasi. Selain wawancara dan diskusi, survei juga dapat dilakukan di antara sampel peserta yang mewakili. Untuk mendapatkan masukan yang akurat, survei ini harus dilakukan dengan jaminan penuh atas kerahasiaannya.
Budaya yang diinginkan tidak sekadar mencakup aspirasi pribadi dan organisasi, tetapi juga mempertimbangkan permintaan lingkungan eksternal (termasuk kompetisi, pelanggan, pemegang saham, dan stakeholder lain) yang memungkinkan organisasi bersaing dan berhasil.
Culture Gap Analysis (Analisis Kesenjangan Budaya)
Fase ini menyangkut analisis terhadap kesenjangan antara budaya organisasi yang sudah ada dengan yang diinginkan. Analisis ini melihat orang, kebijakan, proses, teknologi, strategi, dan struktur organisasi. Satu cara untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan melihat pada apa yang sedang menghalangi organisasi dari pencapaian visi, misi, dan tujuan yang diinginkan.
Cara lainnya adalah dengan mendefinisikan hubungan yang hilang menjadi sumber daya mereka, gaya kepemimpinan yang tepat atau perilaku orang, yang perlu ditunjukkan untuk memungkinkan organisasi mencapai tahap masa depan yang diinginkan. Hasil dari analisis kesenjangan akan memberikan masukan untuk mengembangkan program perubahan dan mempengaruhi dan membentuk budaya organisasi.
Influencing Culture Change (Mempengaruhi Perubahan Budaya)
Inti dari perubahan budaya adalah perubahan pola pikir. Hal ini menyangkut mempelajari cara baru dalam berpikir, bekerja, dan interaksi satu dengan lainnya dan memungkinkan memperoleh sikap dan keterampilan baru di tempat kerja. Untuk melakukan ini, perlu untuk mempengaruhi dan membentuk keyakinan, asumsi, dan nilai-nilai manusia di tempat kerja.
Sebagai permulaan, agen perubahan yang memimpin perubahan budaya harus menjadi model peran lebih dulu. Sikap dan perilaku sehari-hari di tempat kerja harus mencerminkan apa yang didefinisikan sebagai budaya yang diinginkan. Perilakunya yang konsisten dengan budaya yang diinginkan akan mendorong orang lain untuk melebihi mereka.
Perubahan berikutnya harus mengubah kebijakan organisasi, prosedur dan sistem diselaraskan dengan budaya baru. Karenanya, setiap praktik yang tidak konsisten tidak selaras dengan pola perilaku yang diinginkan harus dihapuskan. Untuk memastikan pengaruh jauh ke depan dari budaya baru, organisasi dapat melakukan pelatihan secara luas dalam organisasi untuk mengomunikasikan sistem keyakinan baru, nilai-nilai inti, dan pola perilaku yang diinginkan. Program orientasi dapat pula dilakukan untuk rekrutmen baru maupun staf yang ada untuk membantu mereka memodifikasi pola pikirnya pada pola perilaku yang diinginkan di tempat kerja.
Organisasi harus mengkapitalisasi setiap saluran komunikasi mungkin untuk dipublikasikan secara luas dan mengkomunikasikan budaya organisasi baru. Newsletters, e-mail, rapat, dan kegiatan bersama merupakan saluran yang berguna untuk mempromosikan dan memperkuat budaya baru dalam organisasi.
Cara baru lain yang sangat efektif memulai proses budaya perubahan dalam organisasi adalah melalui proses rekrutmen. Calon yang potensial diseleksi tentang nilai-nilai yang benar dan pola perilaku yang cocok dengan budaya yang diinginkan. Calon diwawancara melalui dan diseleksi atas dasar memiliki nilai, berpikir, dan pola perilaku kondusif pada budaya yang diinginkan.
Beberapa organisasi juga melakukan reorganisasi tenaga kerja. Orang dengan keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku yang konsisten dengan budaya organisasi ditempatkan sebagai penanggung jawab, sedangkan lainnya dikesampingkan. Oleh karena itu, pemimpin baru akan mengembangkan orang dan menanamkan praktik budaya baru dalam organisasi. Tipe restrukturisasi tenaga kerja dengan menggoyang seluruh isinya, sering diperlukan untuk mengubah budaya adalah sudah sangat tua, birokratis dan organisasi kuno dalam situasi krisis. Sering tuntutan kompetisi dan lingkungan yang berubah cepat memaksakan tipe pendekatan yang harus dilakukan untuk berubah cepat dan efektif untuk memungkinkan organisasi bertahan.
Perubahan budaya memerlukan monitoring secara tetap dan penyesuaian pendekatan untuk mencapai hasil yang efektif. Persoalan pokok perubahan yang efektif adalah bagaimana organisasi mengimplementasikan sistem penghargaan kinerja mengenal, mendorong, dan memperkuat praktik budaya yang diinginkan.
Sustaining The New Culture (Melanjutkan Budaya Baru)
Melanjutkan budaya baru memerlukan perbaikan usaha terus-menerus dalam mempengaruhi dan memperkuat perilaku aktual di tempat kerja atas dasar harian. Keberlanjutan budaya baru terletak dalam nilai dan pentingnya tempat pemimpin dalam memelihara konsistensi praktik yang diinginkan dalam aktivitas dan tugas sehari-hari di tempat kerja.
Oleh karena itu, aliran gagasan dan saran yang konstan untuk mempromosikan dan memperkuat budaya baru diperlukan untuk orang menginternalisasikan keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku baru. Hubungan yang konstan antara kinerja positif dan hasil pada budaya baru juga memberikan kredibilitas lebih besar. Sekali orang melihat manfaat budaya baru tidak hanya untuk organisasi, tetapi juga untuk individu yang ingin melanjutkan praktik tersebut.
Namun, organisasi yang menjalankan perubahan budaya organisasi mungkin menghadapi staf yang tidak bahagia dan tidak puas. Hal ini merupakan gejala dari kebutuhan intrinsik yang tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut mungkin merupakan keinginan akan pengakuan dan apresiasi atau perasaan penting, menjadi bagian dan kejujuran. Mungkin juga merupakan kebutuhan merasakan kesenangan atas prestasi, kebanggaan atas keterlibatan atau kesenangan atas sharing.
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang diinginkan dan budaya organisasi yang produktif manajemen puncak, pemimpin, manajer, dan staf harus bekerja secara harmonis untuk mencapai kerja sama saling menguntungkan.
Mereka juga harus memastikan tercapainya praktik semacam ini di tempat kerja: (a) orang menjadi jelas tentang arah yang dihadapi organisasi, (b) orang terlibat dan pandangan atau masukan mereka diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan, (c) tempat kerja bersahabat dan berarti orang menikmati untuk datang bekerja, (d) komunikasi jelas, pada waktunya dan relevan, (e) orang mendapatkan sumber daya dan mendukung keperluan mereka untuk melakukan pekerjaan, (f) orang dihargai, dikenal, dan terapresiasi untuk melakukan pekerjaan yang baik, (g) orang dijaga tetap memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di dalam organisasi, (h) orang dijaga akuntabel atas pekerjaan mereka dan mereka mengaku sepenuhnya pada setiap masalah yang mungkin tirnbul, (i) usaha individu dan tim dihargai dan dikenal secara jujur, j) terdapat peluang untuk belajar dan kemajuan karier, (k) terdapat spirit antusiasme dan merasa menjadi bagian, (l) mengasuh orang adalah praktik dalam sebuah organisasi, dan (m) menguasai pelajaran perubahan budaya organisasi.
Disarikan dari buku: Komunikasi Organisasi Lengkap, Penulis: Prof. Dr Khomsahrial Romli, M. SI,