Memastikan Kesinambungan Siklus Plan-Do-Check-Action
Mari kita lakukan suatu survei sederhana. Pilihlah karyawan secara acak, lalu ajukan pertanyaan berikut secara terpisah kepada mereka, unit organisasi mana yang memiliki peran untuk mengembangkan kompetensi karyawan. Jika 100 persen responden menjawab bahwa itu adalah peran dari unit Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Resource Development (HRD), hal tersebut adalah respons yang wajar. Kita ulangi lagi survei tersebut juga dengan memilih karyawan secara acak. Kali ini yang ditanyakan adalah unit organisasi mana yang memegang tugas untuk mengelola layanan data dan informasi? Jika seluruh responden menyampaikan tanggapan bahwa itu adalah tanggung jawab unit Teknologi Informasi (TI), respons semacam itu juga tidak mengherankan.
Lakukan survei sekali lagi dengan cara yang sama. Namun, sekarang pertanyaan yang diajukan adalah unit organisasi mana yang perlu memastikan keberlangsungan implementasi strategi. Respons yang diberikan dapat diperkirakan akan sangat beragam. Beberapa kemungkinan jawaban adalah unit SDM (karena kaitannya dengan isu kinerja), unit TI (karena terkait dengan dashboard kinerja) dan tentunya adalah unit Perencanaan Strategis (jika organisasi memiliki unit ini). Seandainya pun responden tidak dapat memberikan jawaban konkret karena ketidakpahaman terhadap pertanyaan itu sendiri (yakni tidak paham apa itu strategi, serta apa yang dimaksud dengan eksekusinya), hal ini pun merupakan tanggapan yang “wajar”.
Terdapat kurang akuratnya persepsi yang menghinggapi banyak organisasi ketika mereka sedang mengembangkan sistem pengelolaan strategi. Anggapan yang sering muncul pada fase ini adalah dengan telah terbangunnya peta strategi, indikator kinerja, dan inisiatif strategis, maka strategi akan bergulir dengan sendirinya. Ini sering diberi label sebagai fenomena auto-pilot. Begitu semua target sudah ditetapkan dan tombol auto-pilot ditekan (biasanya berupa acara go-live, official launching), organisasi akan selalu berada pada trayektori strategisnya tanpa membutuhkan upaya koordinasi lebih jauh. Berkaca dari pengalaman pendampingan yang telah GML jalani selama ini, untuk tetap dapat bertahan pada trayektori strategis tersebut, maka hal mutlak yang dibutuhkan adalah adanya suatu unit khusus yang bertugas memfasilitasi pembuatan strategi dan eksekusinya.
Ada korelasi yang tinggi antara adanya keberadaan unit semacam itu dengan kelanggengan implemantasi strategi. Studi yang dilakukan oleh GML pada tahun 2010 hingga 2011 terhadap 175 responden eksekutif dari berbagai organisasi di Indonesia menemukan fakta bahwa 62,5 persen responden menilai implementasi strategi di organisasi mereka belum berjalan dengan optimal. Menurut mereka, yang menjadi penyebab utama adalah ketiadaan unit khusus tersebut. Nama yang umumnya dilekatkan pada unit khusus ini adalah Strategy and Initiative Management Office (SIMO). Peran SIMO yang utama adalah sebagai penyelaras dan katalis. Sebagai penyelaras, SIMO menjalankan beberapa tugas, diantaranya menyelaraskan formulasi strategi dengan dinamika eksternal dan kapabilitas internal organisasi, melakukan penyelarasan strategi antara unit-unit organisasi dengan induknya, maupun diantara mereka sendiri. Peran sebagai katalis berwujud sebagai koordinator untuk memastikan bahwa proses review strategi berjalan baik pada jenjang organisasi maupun pada level unit organisasi. Mereka memang tidak akan langsung memiliki akuntabilitas terhadap hasil pelaksanaan tersebut, tetapi harus memastikan bahwa proses review tersebut dijalankan pada seluruh jenjang. Singkatnya, mereka memastikan bahwa siklus Plan-Do-Check-Action dalam konteks eksekusi strategi berlangsung secara berkesinambungan.
Jadi, jika dianalogikan sebagai suatu senandung, strategi akan mengalun dengan merdu hanya apabila ditunjang dengan keberadaan SIMO.
Oleh: Prima A Biromo
Sumber: KOMPAS, Sabtu, 5 Mei 2012, Halaman: 33.