Kesalahan Umum Soal CSR #3: CSR Harus Menonjolkan Aspek Sosial
Artikel ini merupakan penggalan dari artikel yang berjudul: Dari “CSR” Menuju CSR, Berbagai Kesalahan Umum tentang CSR dan Sumbangan Pemikiran untuk Meluruskannya, Penulis: Jalal (A+ CSR Indonesia), Tom Malik (Indonesia Business Link).
Banyak perusahaan juga pengamat yang menekankan CSR pada aspek sosial semata. Mereka mengira bahwa karena S yang berada di tengah C dan R merupakan singkatan dari social, maka aspek sosial di dalam CSR haruslah yang paling menonjol, kalau bukan satu-satunya. Padahal, sebagian besar literatur mengenai CSR sekarang sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ini terutama terjadi setelah pembangunan berkelanjutan menjadi arus utama berpikir—walau hingga kini belum juga jadi arus utama bertindak. Pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya secara sangat tegas menyatakan pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek tersebut.
Ketika wacana tersebut dengan CSR, timbullah apa yang disebut sebagai triple bottom line perusahaan. Proses pelaporan bagaimana kinerja perusahaan dalam tiga aspek itu, selaindikenal sebagai triple bottom line reporting juga dikenal sebagai sustainability reporting. Hal tersebutmenekankan bahwa tiga aspek tersebut memang berasal dari paradigma pembangunanberkelanjutan yang menekankan pada kesetaraan tiga aspek, yang merupakan kritik atasparadigma pembangunan yang menganggap bahwa ekonomi adalah yang terpenting. Kalaukemudian ada perusahaan atau pengamat yang terjebak untuk menekankan aspek sosial sajapada CSR, sesungguhnya hal itu merupakan pertanda ia mengulangi kesalahan yang samadengan mereka yang membela ekonomi sebagai aspek terpenting. Padahal, penonjolan satuaspek saja adalah hal yang ditentang oleh ide dasar CSR dan pembangunan berkelanjutan.
Artikel selengkapnya dapat didownload pada halaman Unduh kategori Literasi.