Harum Kemenyan Perlahan Sirna
Oleh: Ichwan Susanto
Tombak Haminjon atau hutan kemenyan yang dikelola keluarga Opung Jusuf Lumban Gaol (76) hingga kini belum tersentuh ekspansi penanaman eukaliptus PT Toba Pulp Lestari Tbk. Lahan yang diwariskan selama 13 generasi itu berada di tengah wilayah adat hutan kemenyan di Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Wilayah adat itu sejak empat tahun terakhir diperjuangkan masyarakat setempat untuk dikeluarkan dari konsesi hutan tanaman industri eukaliptus.
Bersama warga Pandumaan-Sipituhuta, suatu petang akhir Agustus, Opung Jusuf Lumban Gaol duduk di tikar di halaman rumah. Mereka bercerita soal tergusurnya lebih dari 400 hektar hutan kemenyan.
Secangkir kopi panas menemani pembicaraan di tengah dinginnya angin senja. Tak kurang dari 20 warga silih berganti mengisahkan berbagai peristiwa yang berlangsung sejak 2009, mulainya konflik perebutan hutan masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta dengan PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL).
Siang sebelumnya, wartawan menelusuri hutan kemenyan masyarakat melalui hutan eukaliptus PT TPL dari jalan masuk Pos Tele. Beberapa kali ditemui lokasi pengumpulan hasil tebangan hutan alam. Sebagian besar kayu berdiameter lebih dari 30 cm.
Didampingi petugas perusahaan, Bedman Ritonga, sekelompok petugas satpam, dan seorang berseragam brimob lengkap dengan laras panjang, kami melihat hutan kemenyan masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta.
Di lokasi itu pada 25 Februari 2013 terjadi konflik antara masyarakat dan aparat brimob yang menjaga perusahaan. Buntut dari konflik, 31 warga ditahan. Mereka dituduh membakar alat berat perusahaan dan menyerang aparat kepolisian. Warga mengaku tak tahu terkait pembakaran itu.
Sebaliknya, PT TPL menampik tuduhan pembalakan. ”Tunjukkan bekas tunggulnya kalau kami dituduh menebang pohon kemenyan,” kata Bedman Ritonga, Asisten Kepala License, Legal, Land-dispute, and Local Issue PT TPL. Hutan kemenyan di area konsesi dijadikan hutan tanaman seperti amanat Kementerian Kehutanan.
Konsesi TPL didasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 44/2005 yang menetapkan kawasan hutan seluas 3,7 juta hektar di Sumatera Utara, ditandatangani MS Kaban.
TPL merupakan perubahan nama dari PT Inti Indorayon Utama. Perusahaan yang berdiri sejak 1987 itu sempat ditutup sementara untuk diaudit Presiden BJ Habibie karena pencemaran limbah.
Peta dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 58/2011 menunjukkan areal hutan tanaman industri TPL seluas 188.055 hektar terfragmen di beberapa kabupaten di Sumatera Utara. Salah satunya Desa Pandumaan-Sipituhuta yang terdiri dari permukiman yang dihuni lebih dari 1.000 keluarga dan hutan kemenyan seluas 6.100 hektar di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Hutan kemenyan terdiri dari tanaman kemenyan dan berbagai tanaman kayu serta semak belukar. Getah hasil sadapan pohon digunakan sebagai bahan pembuat kemenyan, obat, dan kosmetik.
Dari beberapa penelusuran, tanaman kemenyan (Stryrax sp) yang termasuk keluarga Stryraccaceae dari ordo Ebeneles diusahakan rakyat Sumut di tujuh kabupaten, terutama di Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, dan Toba Samosir. Tanaman ini juga dikembangkan di Dairi, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah.
Budiman Lumbanbatu, Kepala Desa Pandumaan-Sipituhuta, menyatakan, wilayah masyarakat adat tak terpetakan secara resmi di kantor desa hingga instansi pemerintah. ”Wilayah adat ini masuk dalam Register 41, diakui kolonial Belanda, tetapi setelah merdeka malah tak diakui negara,” katanya.
Karena itu, masyarakat mulai memetakan wilayah adatnya bersama Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), serta Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat.
Peta ini, kata Jhontoni Tarihoran, Koordinator AMAN Tano Batak, telah disampaikan kepada Bupati dan DPRD Humbang Hasundutan. Harapannya, peta dilegalisasi dan diteruskan ke Menteri Kehutanan untuk revisi surat keputusan.
Mei 2013, Dirjen Bina Usaha Kehutanan Bambang Hendroyono datang ke lokasi. Ia berjanji dalam waktu tiga bulan akan menyelesaikan persoalan ini. Namun, janji itu tak terealisasi.
Solusi justru datang dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang ditemui di Jakarta. Ia mengatakan, hutan kemenyan bisa dilegalisasi Kementerian Kehutanan sebagai hutan desa. Sayang, Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan belum mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan sebagai syarat penerbitan hutan desa. Cara lain, mengurangi areal konsesi.
Meski terlihat mudah, belum jelas kapan konflik masyarakat Pandumaan-Sipituhuta dengan perusahaan bisa diselesaikan.
Sumber: KOMPAS, Jumat, 6 September 2013.