Energi Cinta

Nov 29, 2014 No Comments by

Sebermula adalah desakan temannya, yang mengajak Nobertus Riantiarno ikut kelompok teater di kota kelahirannya, Cirebon, Jawa Barat. Ketika itu Nano, demikian ia biasa disapa masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Peran pertama yang diperolehnya adalah prajurit penjaga, yang sepanjang pertunjukan hanya sekali mengucapkan satu kata: “tidak.” ternyata, untuk sepanjang sisa hidupnya, Nano tak pernah mengatakan “tidak” kepada dunia dan Nano sendiri bolak-balik diperiksa lembaga intelijen.

Merantau ke Jakarta, ia mengikuti pendidikan di akademi teater. Ia bergabung dengan teater populer pimpinan teguh karya. Untuk menghayati kehidupan di luar panggung, Nano pernah melakukan perjalanan keliling indonesia selama enam bulan. Lewat pengalaman itu ia mempelajari berbagai aspek kehidupan manusia, suka dukanya, tragedi dan dramatikanya.

Pada 1 maret 1977 Ia memisahkan diri dari teater populer, dan mendirikan Teater Koma bersama aktris dan penari yang kemudian dinikahinya, Ratna Majid, lebih dikenal sebagai Ratna Riantiarno. Pada hampir setiap pementasannya, kelompok yang sangat produktif ini menyematkan kritik sosial dan politik dengan cara yang komikal, sehingga teater koma berhasl menghimpun penonton tetap yang selalu bertambah jumlahnya.

Di masa Orde Baru, beberapa kali pertunjukan Teater Koma dibatalkan, dan Nano sendiri bolak-balik diperiksa Lembaga Intelijen. “Teater Koma bergerak dengan energi cinta,” kata Nano.

 

Energi Cinta

Saya mengenal teater sejak SMA, 1965, dan langsung jatuh cinta. Saya yakin teater adalah dunia saya. Pada 1967 saya kuliah di Atni-Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta. Teguh Karya, guru teater saya. Dan bersama dia saya ikut membangun Teater Populer sejak 1968.

Lakon hidup saya penuh warna. Pada 1967-1972, saya menghuni gubuk kontrakan di gang becek Dukuh Atas. Tiada listrik, dindingnya geribik-bambu dilapisi kertas semen bercat kapur dan lantainya tanah merah. Kala musim hujan, biji sawo dan rambutan bisa tumbuh di kolong ranjang. Saya pernah kelaparan dua hari karena tidak punya uang. Pernah tidur di kolong Jembatan Semanggi dan di teras lantai dua Toserba Sarinah. Saya pernah jalan kaki dari Bundaran Hotel Indonesia ke Tanjung Priok lalu balik ke Blok M. saat mulai jalan pukul tujuh malam, sampai di Blok M pukul sembilan pagi. Kemiskinan jadi inspirasi sekaligus penguat tekad untuk menjadi “sesuatu” di masa depan.

Konsep mencintai jadi lebih kental setelah saya kenal Ratna Madjid. Kami pacaran 1970, mendirikan Teater Koma 1977 dan menikah 1978. Pada mulanya, Teater Koma tak punya sanggar. Kami latihan teater di garasi rumah ayah Ratna, di parkiran restoran milik Rima Melati, dan di halaman kampus IKJ, Institut Kesenian Jakarta.

Dengan cinta saya lakoni berbagai peristiwa. Energi cinta membantu saya melewati berbagai rintangan. Teater Koma dan saya empat kali dicekal polisi (Maaf.Maaf.Maaf-1978, Sampek Engtay-1989, Suksesi & Opera Kecoa-1990). Interogasi, oleh polisi maupun tentara, saya jalani. Juga ancaman cekal lewat telepon dan dua kali ancaman bom. Interogasi di belakang panggung, saat pentas tengah berjalan, saya alami pula. Begitu suksesi digelar, saya diinterogasi 10 malam di Mabes Polri Semanggi. Akhirnya Suksesi dilarang naik pentas juga pada malam ke-11. Lakon-lakon saya dianggap berbahaya bagi stabilitas hankamnas-poleksosbud versi Orde Baru.

Saya pernah menulis “Surat Curhat”, 1990, dan dimuat di hampir semua media massa. Isi surat; niat stop berteater dua tahun. Tapi rencana itu saya batalkan sendiri. Kalau berhenti berarti saya putus asa. Perjuangan saya berdasarkan cinta, demi cinta. Tabu berhenti. Bukankah nama “koma” secara simbolik berarti “terus bergerak tidak mengenal titik”? Lewat teater, saya ingin memberitahu, bahwa Hiburan, dengan H besar, memiliki untuk potensi untuk menginspirasi dan mencerahkan. Teater, selain “tontonan” juga “tuntutan”. Salah satu jalan untuk bahagia. Dan, sejak awal saya sudah melakoni konsep “mengkritisi dengan hati”. Kritik juga bagian dari cinta. Hingga kini, cinta saya yakini sebagai pandu bagi proses kreatif. Cinta mampu mencipta energi positif, ibarat cahaya dalam gelap. Jika saja kita punya energi cinta positif, saya percaya Indonesia akan jauh lebih baik. Bayangkan! Sekitar 200 juta energi cinta membangun Indonesia.

Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: N. Riantiarno, Hal: 217-220.

Cerita Perubahan, Mengawal Perubahan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Energi Cinta”

Leave a Reply