Sistem SVLK Tidak Menjamin Praktik Lestari
Koalisi Anti Mafia Hutan mendesak agar mekanisme sertifikasi Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu diperbaiki. Hal ini karena ditemukan banyak kelemahan dalam sistem pelegalan kayu serta produk turunannya yang telah berlaku penuh 1 Januari 2014.
Kelemahan itu di antaranya, sertifikasi tak menjamin kayu yang dihasilkan bersumber dari pengelolaan hutan lestari. Tidak ada persyaratan areal konsesi tidak tumpang tindih dengan perizinan lain, dan kejelasan tata batas. Bahkan, kayu dari hutan yang menggerus jalur migrasi gajah/harimau, serta ada titik api (kebakaran) pun mendapat sertifikat SVLK.
”Kami ingin SVLK bisa menjadi solusi atas berbagai permasalahan kehutanan. Tapi kenyataannya malah jadi alat stempel (melegalkan) saja,” kata Aditya Bayunanda, Program Manager Global Forest and Trade Network (GFTN) WWF Indonesia, Selasa (18/3), di Jakarta.
WWF Indonesia bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yayasan Silvagama, ICW, Jikalahari, GAPETA Borneo, Padi, IWGF, dan TI Indonesia mengkaji sistem SVLK, para pemegang sertifikasi, dan kondisi di lapangan.
Sertifikasi ini hasil kemitraan sukarela Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa untuk memastikan produk kayu dipanen dan dikirimkan Indonesia sesuai dengan peraturan dan perundangan di Indonesia. Pada 27 Februari 2014, Parlemen Eropa meratifikasi Forest Law Enforcement Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) ini.
”Eropa seolah membeli kayu bersertifikat atau legal, padahal tidak ada jaminan,” kata Zenzi Suhadi, pengampanye hutan dan perkebunan besar Walhi.
Ian Hilman, Relawan Pemantau Hutan Kalimantan, mengatakan, temuan koalisi menunjukkan SVLK belum kredibel. Ia menduga karena ada penurunan syarat untuk mengejar kuantitas penerima sertifikat.
SVLK saat ini minim keterlibatan pemantauan independen dalam penilaian. Mereka hanya diizinkan ikut dalam proses konsultasi publik dan rapat penutupan. Tahap verifikasi dokumen dan observasi lapangan dilakukan auditor lembaga penilaian terakreditasi.
Andy Roby dari Department for International Development Pemerintah Inggris, yang terlibat dalam penyusunan SVLK, mengatakan, ”Desain SVLK bagus, tetapi implementasinya belum kuat.”
Menurut dia, sistem ini secara bertahap dievaluasi. Uni Eropa dan Pemerintah Indonesia akan menutup celah sistem, termasuk memperkuat keterlibatan pemantau independen. (ICH)
Sumber: Kompas, Rabu 19 Maret 2014.