King Maker
Sebagai politikus, guru besar Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, ini terkenal progresif dan mempunyai kebiasaan bicara bak-blakan. Menjelang keruntuhan rezim Orde Baru, Amien merupakan salah satu tokoh yang berdiri di garis depan reformasi. Ia mendirikan Majelis Amanat Rakyat, yang kelak berkembang menjadi Partai Amanat Nasional. Bersama Megawati Soekarno Putri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Abdurrahman Wahid, Amien turut menyusun
“Deklarasi Ciganjur”, untuk menggerakkan Reformasi 1998. Setelah Soeharto lengser, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pada 2004, ia maju sebagai calon presiden, bersama Siswono Yudohusodo. Pasangan ini tidak berhasil mengungguli lawan-lawannya, dan Amien sepertinya kembali ke habitat asalnya, dunia perguruan tinggi.
Tetapi, dari balik tirai kampus, ia tetap merupakan tokoh yang harus diperhitungkan. Komentar-komentar politiknya tak bisa diabaikan, dan setiap menjelang pergantian tampuk kekuasaan, sulit membayangkan Amien di luar peran “king maker”. Saat kasus korupsi menimpa Rokhmin Dahuri, Amien bersuara jika duit itu mengalir ke beberapa calon Presiden 2004, termasuk dirinya. Amien meminta para calon presiden lain dalam pemilihan 2004 membuka secara jujur asal dana kampanye mereka dan menghentikan kemunafikan.
Dalam dimensi “nasionalisme”, berkali kali Amien mengimbau pemerintah untuk merenegosiasi kontrak karya perusahaan tambang. Sudah sejak 2006 dia juga mendukung renegosiasi kontrak karya perusahaan tambang PT Freeport di Papua.
Kepemimpinan
Berdasarkan pengalaman dari banyak pemimpin, salah satu sebab jatuhnya seorang pemimpin adalah masukan keliru dari mereka yang mengelilingi sang pemimpin.
Para pengeliling itu cenderung membuat laporan pada pemimpin mereka yang serba indah dan enak didengar. ABS-AIS, Asal Bapak Senang-Asal Ibu Senang.
Bila seorang pemimpin suka dipuji dan tidak senang dikritik, para pengelilingnya makin manjadijadi dalam membuai dan menghanyutkan seorang pemimpin.
Akhirnya seorang pemimpin tidak mampu lagi melihat kenyataan seperti apa adanya. Tahu-tahu ia sudah jauh berjalan sendiri, ditinggalkan masyarakatnya.
Kalau sudah demikian, kejatuhan seorang pemimpin tinggal masalah waktu belaka. Karena itu kita harus hati-hati bila merekrut kelompok asisten, penasihat, staff, atau siapa pun yang akan mengelilingi dan mengerumuni kita sepanjang waktu.
Mereka dapat menjadi aset berharga, tetapi dapat juga menjadi beban, liability, bahkan faktor penghancur kepemimpinan. Sekali lagi, hati-hati.
Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: M Amien Rais, Hal: 76-77.