Kok kagak nyambung?
Perbankan sudah punya sistem kehati-hatian sendiri terhadap kredit UMKM
Oleh: Anatasia Lilin Yuliantina
Salah satu alasan pemerintah menerapkan pajak UMKM, agar usaha ini Bankable. Nyatanya, perankan sudah mengantisipasi kekurangan UMKM itu dengan sistem tertentu, jauh sebelum PP no.46/2013 keluar. Setoran pajak juga tak lantas mengubah tingkat resiko sehmen UMKM.
Meski menyandang predikat kelas teri, usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) menarik diagrap perbankan merujuk data laporan keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) misalnya porsi penyaluran kredit mikro bank pelat merah ini per Maret 2013 Rp 121,04 miliar. Atau, 34,67% dari total kredit untuk semua segmen yang mencapai 349,13 miliar, padahal akhir tahun lalu capaikan kredit ini baru Rp 115,49 miliar. Walau penyaluran sedikit menurun, bank pembangunan daerah jawa timur (Bank Ja-tim) juga menaruh minat pada segmen UMKM dari laporan keuangan kuartal I-2013,bank ini mencatat porsi kredit UMKM sebesar 28,12%dari total kredit yang mereka salurkan Rp 18,57 miliar. Sementara akhir tahun lalu mencetak 29,47%dari total kredit Rp 18,30 miliar.
Bank Negara indonesia (BNI) yang tak tampak agresif menyasar UMKM, nyatanya memiliki catatan porsi yang tak mengecewakan. Laporan keuangan kuartal I-2013 bank milik pemerintah ini menyebut porsi kredit UMKM tiga bulan pertama tahun ini dan hasil akhir tahun lalu 15,65% dan 15,89%. Total kredit triwulan pertama tahun ini dan akhir tahun lalu Rp 193,83 miliar.
Maklum, dari sisi bunga, sector UMKM memberikan imbal hasil paling besar. Mengacu data suku bunga dasar kredit Bank Indonesia (SBDK BI) per Mei 2013, kredit mikro menempati posisi wahid rata-rata bunga, yakni 13,82% per tahun. Menyusul kredit non-KPR sebesar 11,35%, lalu kredit ritel 10,57%, serta kredit korporasi 9,21%.
Lima bank yang memungut bunga kredit mikro terbesar adalah Bank Mandiri sebesar 22%, BRI 19,25%, Bank CIMB Niaga 19%, Bank Danamon 19,76% dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) sebesar 18,38% per tahun.
Meski dibebani bunga yang tinggi, bukan berarti resiko gagal bayar atawa nonperforming loan (NPL) juga tertinggi, lo Achmad Baiquni, Direktur BRI memerinci, NPL kredit mikro dibawah 1,4%, lalu kredit consumer 1,5%-1,6% dan kredit korporasi di bawah 1%.
Namun, Baiquni buru-buru menambahkan, bahwa bunga tinggi tak hanya perkara NPL. Melainkan jug karena total biaya untuk memberikan kredit alias cost of fund segmen UMKM terbesar. Dia memberikan gambaran, cost of fund untuk memberikan pinjaman Rp 20 juta dan Rp 200 juta: sama.
Padahal, jumlah pengusaha mikro lebih banyak. Jadi, BRI membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak juga. Belum lagi letak pengusaha segmen ini kebanyakan di daerah- daerah terpencil. “overhead cost kantor di daerah terpencil ini besar,” ungkap Baiquni.
Tak ada revisi
Edy Awaludin, Wakil Presiden Divisi Bisnis Komersial dan Usaha Kecil BNI, bilang, selain overhead cost, ada juga biaya premi asuransi. Lantaran perusahaan asuransi masih menilai segmen mikro masih memiliki risiko NPL tinggi, maka nilai premi kredit mereka terbesar.
Di Lapangan, para marketing bank formal dan nonformal gencar menawarkan pembiayaan bagi pelaku UMKM.
Dalam melayani kredit untuk UMKM, menurut Rudie Hardiono, Corporate Secretary Bank Jatim, bank tetap mengedepankan lima syarat pengajuan kredit yang disingkat 5C (character, capacity, collateral, capital dan condition). Sistem kehati-hatian ini juga diterapkan sebelum Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 46 Tahun 2013 yang mengatur pajak penghasilan (PPh) atas UMKM ada.
nomor pokok wajib pajak (NPWP). Untuk semua debitur, Bank Jatim membantu dalam hal analisis omzet mereka. “Karena UMKM tidak punya catatan detail tiap hari, maka kami mengambil omzet dari rata-rata,” ujar Rudie.
Selain analisis kredit, perbankan juga melakukan analisis risiko. Termasuk menilai aspek usaha, pemasaran dan tingkat keuangan dari UMKM.
Wahyudi Nasution, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Wilyah Klaten, mengatakan, meski perbankan menerapkan sistem yang sepertinya ketat, di lapangan bisa sangat berbeda. Berangkat dari pengalaman, tawaran kredit dari marketing perbankan selalu dating saban minggu plus berbagai iming-iming.
Banjir tawaran kredit bagi pelaku UMKM yang dinilai feasible juga datang dari bank nonformal atau disebut bank plecit. “Para marketing bank ini, kan, juga ditargetkan untuk memberikan pinjaman,” ungkap Wahyudi.
Baik BRI, BNI maupun Bank Jatim masih optimis bias mencapai target penyaluran kredit UMKM hingga akhir tahun nanti. Dus, pembelakuan pp No. 46/2013 juga tak lantas mengecilkan tingkat risiko kredit segmen ini. “Kami tidak ada rencana untuk menurunkan bunga kredit mikro karena kemarin BI pun baru menaikkan bunga acuan, “kata Baiquni.
Pemberlakuan PP No. 46/2013 juga tak lantas menjadi daftar yang akan dimasukan ke syarat pengajuan kredit UMKM. “Kami mendukung kebijakan pemerintah tapi kami juga membuka peluang bagi semua pelaku UMKM, “kata Edy.
Jadi, apakah pemberlakuan PP No. 46/2013 yang juga bertujuan untuk menjadikan UMKM bankable masuk akal?
Sumber: KOMPAS, Minggu, 7 Juli 3013.