Perjalanan Kisah Wayang Terasa Lebih Dinamis

Apr 12, 2014 No Comments by

Di kalangan pedalangan, ia dikenal sebagai “dalang setan”. Julukan itu merujuk pada ketangkasannya memainkan gerakan (sabetan) wayang. “Saya mengembangkan sabetan itu dari film-film kung fu seperti yang dibintangi Bruce Lee atau Jackie Chan,” katanya. “Gerakan kung fu itulah yang menginspirasi sabetan saya.”

Dari film juga, Ki Manteb mengadopsi alur plot wayangnya. Misalnya, alur kilas balik. Dengan cara ini, perjalanan kisah wayangnya terasa lebih dinamis dan enak ditonton.

Pagelaran wayangnya juga mengangkat isu-isu aktual, dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam lakon Celeng Degleng, dia mengintrepretasi runtuhnya Orde Baru berdasarkan lukisan Djoko Pekik yang berjudul Indonesia Berburu Celeng.

Pagelaran wayangnya makin terasa segar karena Manteb membawa alat musik modern yang di luar pakem dalam pentasnya, misalnya biola, terompet, dan simbal. Walau ada yang mengkritik, banyak juga yang mendukung improvisasi Ki Manteb ini.

Karena improvisasinya, nama Ki Manteb jadi kondang. Pagelaran wayangnya sampai ke Amerika, Spanyol, Jepang, Prancis, Belanda, Hongaria, Austria, dan Jerman. Bahkan, ketika UNESCO menetapkan wayang sebagai warisan dunia, Ki Manteb terpilih sebagai perwakilan yang menerima penghargaan itu. Pada 2010, Ki Manteb juga dianugerahi Nikkei Asia Prize, penghargaan dari koran terbesar di Tokyo, Jepang, Nihon Keiza Shimbun.

Bakat mendalang Ki Manteb menurun dari ayahnya yang juga dalang. Ki Manteb kemudian berguru pada dua dalang kondang, Ki Narto Sabdo yang mahir dalam seni dramatisasi dan Ki Sudarman Gondodarsono yang cakap dalam sabetan.

 

Anak Muda Indonesia

Sebagai dalang, rupanya saya dianggap punya pengaruh. Beberapa kali, saya mendapat tawaran untuk jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Tawaran itu datang karena orang melihat dedikasi saya yang cukup tinggi di bidang kesenian.

Bagi orang lain, tawaran itu barangkali adalah anugerah. Namun, saya memilih tetap setia di kesenian. Saya merasa bahwa tenaga dan pemikiran saya lebih dibutuhkan di dunia pedalangan.

Perlu diingat bahwa seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan tidak harus menjadi presiden atau pejabat. Dia bisa saja menjadi pemimpin di lingkungannya dalam lingkup yang paling kecil.

Negara merupakan kesatuan dari komunitas dan lingkungan yang berskala kecil. Jika masing-masing memiliki pemimpin yang tangguh, maka niscaya Indonesia akan menjadi negara yang sangat kuat.

Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Sebelum mampu memimpin orang lain, seorang pemimpin harus bisa memimpin dirinya sendiri. Artinya, seorang pemimpin harus bisa mengendalikan diri dari semua hawa nafsunya.

Kekacauan negeri ini salah satunya disebabkan oleh ketidakmampuan pemimpin menguasai nafsunya. Korupsi terjadi di mana-mana. Kejadian paling tragis yang terakhir terjadi adalah korupsi anggaran pengadaan kitab suci.

Seorang calon pemimpin harus bisa meneladani sifat dari tokoh yang terdahulu. Sehingga, dia juga bisa menjadi teladan bagi pemimpin di zaman yang akan datang. Indonesia sudah sering berganti pemimpin, sejak Soekarno hingga Presiden Yudhoyono.

Seringkali seorang pemimpin merasa gengsi untuk meneladani para pendahulunya. Terjadi pergantian kebijakan secara besar-besaran tiap kali terjadi pergantian pemimpin. Kondisi itu menyebabkan negara ini tidak segera mapan dan menjadi bahan tertawaan negara lain.

Memang banyak tokoh dan figur pemimpin dalam dunia pewayangan. Tapi, justru sulit bagi kita untuk menentukan tokoh mana yang bisa diteladani secara total. Seorang pemimpin bisa meniru sifat Puntadewa atau Werkudara yang gagah berani dan ksatria. Tapi mereka juga seperti manusia juga. Memiliki keunggulan, tetapi juga tidak luput dari kekurangan. Oleh karenanya, kita perlu selalu mengasah kepekaan nurani.

Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Ki Manteb Sudarsono, Hal: 114-115.

Cerita Perubahan, Mengawal Perubahan

About the author

The author didnt add any Information to his profile yet
No Responses to “Perjalanan Kisah Wayang Terasa Lebih Dinamis”

Leave a Reply