Spirit Pengetahuan
Kadang kita berusaha untuk ‘menyingkir’ dengan istilah pengetahuan. Karena sepertinya, pengetahuan hanya ada di wilayah akademis. Masyarakat enggan untuk bicara pengetahuan. Mungkin, merasa tak pede atau pengetahuan merupakan hal yang sangat rumit dan hanya berada di dunia scientific. Pengetahuan dalam benak masyarakat awam akan berkaitan dengan buku-buku, institusi pendidikan, perpustakaan, majalah dan koran. Karenanya orang berpengetahuan terkait dengan pendidikan formal sehingga diluar itu orang awam tak mungkin memiliki pengetahuan lebih lagi membangun sebuah pengetahuan
Pemahaman ini menimbulkan budaya yang ‘impoten’. ‘impoten’ dalam arti bahwa masyarakat menjadi tidak produktif dan perkembangannya mengalami penurunan. Masyarakat merasa apa yang dimiliki-nya tak bermanfaat, mengabaikan pengetahuan yang bertebaran di sekitarnya dan wajar jika masyarakat Indonesia kini tak secemerlang dengan generasi 20 hingga 40-an. Kenyataannya, , kita mengenyam dan merasakan pengetahuan itu. Namun, ketika kita mengatakan itu pengetahuan, kita akan memungkiri bahwa apa yang dirasakan kita sehari-hari adalah pengetahuan. Pengetahuan buat masyarakat awan tidak lain adalah persoalan rumus matematika atau diskusi para intelektual, dikelas-kelas formal, belajar bareng maupun ruang sekolah.
Pemahaman awam tentang pengetahuan itu membuat gap atau bahkan bentuk sesat pikir. Pada konteks ini bisa ditafsirkan bahwa pengetahuan hanya untuk kaum terdidik dan cerdik pandai sementara masyarakat bukanlah orang terdidik. Sehingga masyarakat awam, merupakan orang yang tak memiliki pengetahuan serta ‘tak boleh’ memiliki pengetahuan. Mungkin anda pernah merasakan, saat anda menjelaskan sesuatu, tiba-tiba orang disekeliling anda langsung ‘nguap atau anda malah di bully, sebagai orang sok tau, sok pintar dan sok-sok yang lain. padahal, bisa jadi apa yang anda kata ‘benar’ adanya atau bahkan ungkapan anda, sama seperti apa yang dinyatakan oleh para profesor atau cerdik pandai. Namun, reaksi masyarakat berbeda dalam merespon ungkapan tersebut. Tentulah, pengetahuan menjadi terkotak-kotak.
Pengetahuan menjadi ekslusif karena hanya orang-orang terdidik saja yang secara sosial “diakui” (memiliki pengetahuan). Arus wacana di ‘tiadakan’ dari masyarakat awam, komunitas atau masyarakat adat. Terang judge sosial pada gilirannya “memandulkan” proses pengetahuan itu sendiri. Spektrum pengetahuan pun kemudian hanya ada pada aras cendekiawan dan institusi pendidikan.
Penilaian sosial tentang pengetahuan membuat masyarakat tidak dapat tumbuh berkembang berdasarkan atas pengetahuan. Karena pada dasarnya pemahaman sosial mengenai pengetahuan di Indonesia menyulitkan masyarakat lain untuk membangun pengetahuan karena tidak “diakui” ke –pengetahuan-nya.
Hakikinya stereotipe tersebut merupakan pemahaman yang harus dilawan, karena menghambat perkembangan masyarakat dan menjadikan masyarakat ‘tidak produktif’. Karena pengetahuan pada hakikatnya tak terkait dengan pendidikan formal. Artinya semua orang memiliki pengetahuan dalam bentuk apapun dan dapat membangun pengetahuan. Faktanya, tidak sedikit orang yang tidak makan bangku sekolah justru banyak menciptakan temuan. Fakta tersebut tentu saja menepis anggapan bahwa pengetahuan hanya milik cendekiawan dan institusi pendidikan.
Maka perlu pakem baru bagi masyarakat dalam memahami pengetahuan. Hakikinya pengetahuan ada di dalam masyarakat dan siapapun memiliki pengetahuan. Masyarakat berhak memiliki pengetahuan, menyuarakan pengetahuan dalam diskursus yang hidup dimasyarakat dan apapun upaya yang untuk menghentikan diskursus di masyarakat. Maka merekalah yang menghambat proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang dengan terang menjadi mimpi para founding father bangsa. Spirit inilah yang coba disajikan untuk masyarakat bahwa pengetahuan milik semua orang. Dengan demikian, kita mestinya melawan gap yang terjadi.
Ketika membayangkan pengetahuan tidak hanya milik kaum cendekiawan, maka pengetahuan menjadi inklusif dan masyarakat dalam kehidupan bisa bersandar pada pengetahuan. Tidak dapat dinafikan, kehidupan kita kini begitu lekat dengan pengetahuan, perkembangan teknologi informasi, berbagai informasi dan berbagai pengetahuan yang tumbuh dan menghilang dalam kehidupan kita. Tinggal bagaimana masyarakat menyikapinya?.
Tujuan hidup manusia adalah untuk membuat hidup lebih baik. Pengetahuan adalah jalan pada manusia modern agar mencapai hidup lebih baik. Tinggal bagaimana masyarakat untuk meraih, mengelola dan memperlakukan pengetahuan itu. Karenanya, pengetahuan merupakan metode untuk menjadikan kita pribadi-pribadi yang kuat, berkarakter dan tak mampu di adu domba oleh siapapun yang berusaha untuk mencerai beraikan masyarakat Indonesia yang heterogen ini.
Sumber: Air Sejati.