Societal Learning dan Active Society
Saya berkeyakinan pemberdaya harus berperan untuk mewujudkan konsep masyarakat belajar atau concept of societal learning. Dan caranya adalah dengan mempertemukan topdown approach dengan bottom-up approach yang pada dasarnya adalah “kontradiktif”. Kedua macam pendekatan ini kontradiktif karena masyarakat dan perencana sangat sering memiliki pemahaman masalah, perumusan tujuan dan ide-ide pemecahan praktis yang berbeda akibat menganganya jurang pengetahuan dan komunikasi dari kedua pihak.
Perencana mendapatkan pengetahuan melalui abstraksi dunia sosial yang dimanipulasi melalui teori-teori dan metoda ilmiah: sedangkan masyarakat memperolehnya secara langsung dari pengalaman empiris. Bagi Friedmann (1974), dua macam pengetahuan, yang bertentangan ini membutuhkan restrukturalisasi relasi baru, yang mampu mengitegrasikan proses saling belajar dari kedua pihak melalui proses perencanaan belajar pengetahuan eksperimental dari klien sedangkan klien belajar pengetahuan teknis dari perencana. Melalui proses ini pula, kedua macam pengetahuan tersebut masing-masing akan berubah dengan sendirinya, dan kemudian kedua macam pengetahuan ini akan melebur menjadi satu.
Pada saat pengetahuan kedua belah pihak melebur, maka persepsi dan imaji dari pihak satu terhadap pihak yang lain akan berubah, dan selanjutnya perilaku keduanya pun akan berubah. Ide awal dari perencana untuk “mengajari masyarakat” akan berubah menjadi “belajar dari masyarakat”. Sedangkan ide awal dari komunitas untuk menjadi “pelajar” (the learnes) akan bertransformasi menjadi aksi masyarakat. Artinya, “dialog saling belajar” telah mengubah perilaku kolektif masyarakat dan mendorong masyarakat secara lebih aktif menolong diri mereka sendiri dan sekaligus membangun komunitas bersama-seperti yang diharapkan Emil Slim dengan penuh harga diri.
Learning society yang aktif melakukan aksi ini dengan sendirinya akan terbangun kapasitasnya karena learning society secara inheren mengembangkan kapasitas komunitas. Secara empiric banyak studi menunjukkan bahwa masyarakat yang sudah memasuki fase learning society akan lebih berpotensi untuk mewujudkan sebuah pembangunan yang lebih berkelanjutan, karena mereka sudah lebih mandiri dalam berbagai hal-mulai dari mengidentifikasi, menilai dan memformulasikan masalah baik fisik, sosial, kultural, maupun ekonomi, membangun visi dan aspirasi; memprioritaskan intervensi, merencana, mengelola, memonitor dan bahkan memilih teknologi yang tepat. Masyarakat aktif semacam ini juga menghasilkan kerelaan masyarakat yang lebih untuk memberi kontribusi kerja dan biaya pembangunan, operasi dan perawatan sedemikian sehingga pendekatan semacam ini seringkali dinilai lebih efektif dari segi biaya, dan terkadang juga mampu mengembalikan biaya investasi publik; yang pada gilirannya akan menjadi lebih berkemungkinan terjadinya pengulangan (self-replicability).
Judul Buku: Menyuarakan Nurani Menggapai Kesetaraan (Societal Learning dan Active Society), Penerbit: Kompas, Halaman: 120-121.