Seni Meramu Tiga Pilar: Medco E&P Indonesia (Bagian 2/2)
Tempatkan Pengelolaan Lingkungan Sebagai Bagian dari Sistem Produksi
P berikutnya adalah planet. Sebagai usaha eksplorasi, tentu saja Medco harus menjaga tempat di mana usaha ini beroperasi dengan beragam program dalam sistem operasi lembaga yang ramah lingkungan. Makanya, dalam setiap kegiatan operasinya, lembaga selalu menganalisis risiko dan dampak lingkungan dari setiap kegiatan yang diperkirakan berdampak terhadap lingkungan hidup dan sosial, serta melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan dampak lingkungan tersebut.
Berbagai program dijalankannya, antara lain pengelolaan emisi gas flaring reduction, yaitu gas ikutan (associated gas) yang dihasilkan saat ini sudah dikurangi dengan memasang Gas Jack Compressor sehingga gas ini sudah bisa dimanfaatkan untuk kepentingan industri lainnya seperti industri pupuk dan PLN. Kemudian, ada pengelolaan limbah cair, antara lain zero discharge terhadap air terproduksi yang dihasilkan dengan tujuan pressure maintenance sehingga tidak ada air terproduksi yang dibuang ke lingkungan, drainage utilization dengan kolam tampung dan resapan, seperti biopori.
Ada lagi pengelolaan limbah padat. Misalnya, segregasi sampah telah dilakukan untuk memudahkan lembaga ini melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) terhadap sampah yang dihasilkan. Lalu, melakukan edukasi mengenai pengelolaan lingkungan kepada seluruh pegawai dan kontraktor pihak ketiga di dalam dan di luar daerah operasi lembaga, mulai dari hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampahnya. Lalu, dilakukan komposting bahan organik untuk pupuk, melakukan pengelolaan drilling cutting yang dihasilkan dari kegiatan pengeboran. Melalui teknologi co-processing, drilling cutting yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai raw material bagi industri semen.
Tak ketinggalan program konservasi dengan melakukan revegetasi di dalam wilayah operasi lembaga, melakukan penghematan energi dan efesiensi energi seperti mengampanyekan untuk penghematan air dan listrik di lingkungan organisasi. Lalu, mengadakan program shuttle bus atau shuttle car untuk menghemat bahan bakar dan mengurangi emisi, serta melakukan pengolahan lainnya untuk menjaga lingkungan di sekitar daerah operasi tetap lestari dan membuat bumi ini tetap hijau.
Saat ini organisasi pun telah menerapkan green supply chain management. Ini dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan antara kinerja pemasaran dan isu lingkungan yang melahirkan isu baru seperti penghematan penggunaan energi, dan pengurangan polusi bukan hanya untuk long-trem survival tetapi juga long-term-profit-ability. Organisasi merasakan perlunya memperbaiki jaringan kinerja atau meningkatkan supply chain untuk reduksi limbah dan efisiensi operasi. Tujuan green supply chain adalah untuk mempertimbangkan pengaruh lingkungan dari semua produk dan proses, termasuk pengaruh lingkungan yang berasal dari kegiatan operasi organisasi.
Green supply chain management diyakini sebagai konsep yang secara umum menjanjikan efesiensi dan sinergi antara rekan bisnis dan lembaga. Lalu, membantu meningkatkan performance lingkungan, meminimalkan limbah dan menghemat biaya yang muncul. Sinergi ini diharapkan dapat meningkatkan citra lembaga, keuntungan kompetitif dan peluang pasar.
“Program-program itu tidak murah. Tetapi, itu kami sadari sebagai sesuatu yang harus kami jalankan,” kata Frila. Tujuannya, pertama, memenuhi tuntunan dan regulasi pemerintah; kedua, agar keberadaan organisasi bisa diterima di masyarakat, dan karyawan berkomitmen melestarikan planet ini. Sejatinya, dalam upaya menjaga planet ini agar tetap hijau, sudah banyak yang dilakukan organisasinya. “Wujud green bagi kami adalah terciptanya suasana yang harmonis antara lingkungan hidup, sosial dan organisasi yang dipandang dalam satu-kesatuan ekonomi yang saling membutuhkan,” ia menyimpulkan.
P terakhir adalah profit. Bagi Frila, kalau pihaknya melakukan program berkelanjutan dengan baik, termasuk yang menyangkut pemberdayaan lingkungan, profit akan datang dengan sendirinya. “Saya yakin, profit itu yang terakhir. Tetapi, profit itu memang harus ada, karena keberadaan kami harus tetap berlangsung. Kalau tidak ada profit, organisasi ini tidak akan jalan,” ujarnya. Intinya, dengan menerapkan pengelolaan lingkungan menjadi bagian dari sistem proses produksi, lembaga menjadi sustainable dan tetap profit.
Oleh: Dede Suryadi & Gustyanita Pratiwi
Disarikan dari: Majalah SWA, Halaman: 47-48.