Seni Meramu Tiga Pilar: Bio Farma
Jalankan Praktik Green Industry Dari A Sampai Z
Excellent. Itulah komentar Tjandra Setiadi, salah satu juri dalam ajang Indonesia Green Company 2012, terhadap upaya Bio Farma mewujudkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup Penilaian Guru Besar Departemen Bioprocess Engineering Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri ITB ini tak berlebihan. Terbukti dalam ajang ini, Bio Farma terpilih sebagai salah satu yang terbaik.
Bio Farma memang dikenal peduli lingkungan. Hal ini dibuktikannya dengan keberhasilannya meraih berbagai penghargaan, terutama predikat Proper Hijau selama tiga tahun (2008-11) dari Kementerian Lingkungan Hidup. Herry, Kepala Departemen QA Service Bio Farma, membanggakan bahwa usahanya merupakan usaha farmasi satu-satunya di Indonesia yang mendapatkan penghargaan Proper HIjau dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Pada 2008 dan 2010, Bio Farma juga meraih penghargaan sebagai lembaga yang memiliki kepedulian terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup dari Pemerintah Kota Bandung. Usaha farmasi ini juga meraih penghargaan Corporate Sosial Responsibility Jawa Barat untuk Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada 2010.
Iskandar, Direktur Utama PT Bio Farma, menyebutkan dalam hal sustainability, lembaganya sudah mengembangkan roadmap dalam jangka panjang untuk mewujudkan green industry dan World Class CSR yang mengacu pada ISO 26000/2010. “Kami senantiasa comply pada aturan yang berlaku, khususnya terkait isu lingkungan,” ujarnya.
Dilihat dari segi kebijakan, dari sembilan kebijakan lembaga yang ada saat ini, lima di antarnya mengacu pada aspek lingkungan, yakni Produk Ramah Lingkungan, Pengendalian Pencemaran, Perbaikan Berkesinambungan, Penghematan Energi & Sumber Daya Alam, serta Patuh pada Peraturan Perundangan Lingkungan.
Untuk strategi dan implementasinya, Bio Farma menggunakan pendekatan siklus PDAC (Plan, Do, Check, Action) dengan mengintegrasikan sistem ISO 14001 (lingkungan), ISO 9001 (manajemen mutu) dan OHSAS 18001 (kesehatan dan keselamatan kerja).
Dalam pandangan Iskandar, konsep green menjadi acuan Bio Farma mewujudkan praktik green industry dari A sampai Z. “Mulai dari pemilihan bahan baku melalui seleksi vendor yang peduli lingkungan sampai proses produksi, formulasi, filling, packaging hingga menjadi produk akhir,” ujarnya. Bahkan, menurutnya juga, konsep hemat energi diberlakukan bukan hanya pada aktivitas manufaktur tetapi juga aktivitas administrasi yang dimulai dengan desain perkantoran yang hemat energi. Itulah sebabnya, sejak 2005 produsen vaksin yang produknya digunakan di lebih dari 117 negara ini sudah berupaya mewujudkan diri sebagai green company. Pada 2006, lembaga ini mendaftarkan diri untuk memperoleh sertifikasi ISO 14001. Salah satu aspek sistem tersebut, menurut Iskandar, adalah bagaimana lembaga dapat melakukan penghematan dalam penggunaan sumber daya alam. Nah, pada 2012 ini, Bio Farma mengembangkan proses recovery untuk Instalasi Pengelolaan Air Limbah.
Dalam upaya menjadi green company, Bio Farma fokus pada lima area utama. Pertama, Green Process, yaitu seluruh proses dari pencarian vendor untuk bahan baku sampai produk akhir menerapkan prinsip green. Kedua, efisiensi dalam penggunaan energi. Ketiga, efisiensi dan konservasi air dengan menerapkan 4R (reduce, reuse, recycle, & recovery). Keempat, pengelolaan limbah dan pembagian sampah menjadi lima kategori. Kelima, pelibatan karyawan agar memiliki kebiasaan green (dengan konsep green people & green habits).
Untuk itu, karyawan Bio Farma yang berjumlah 900 orang didorong melakukan berbagai aktivitas green, dimulai dengan hal-hal kecil seperti pembuatan lubang biopori untuk resapan air di lingkungan Bio Farma. Lembaga juga melakukan pengecekan emisi bersih untuk kendaraan setiap enam bulan sekali.
Hasilnya memang terlihat. Manajemen Bio Farma mengklaim lembaga dapat menghemat 38% penggunaan air dalam tanah, penghematan energi hingga 2.435.944,16 kwh/tahun, dan mereduksi sebesar 1.679.73 metrik ton CO2/tahun.
Menurut Tjandra Setiadi, Bio Farma berhasil karena memiliki rencana yang jelas dan didukung oleh sistem yang baik dan dijalankan secara konsisten. Ia menilai, usaha ini telah melampaui pemenuhan persyaratan lingkungan (beyond compliance). Tak mengherankan, Tjandra pun berani menyebut, “Bio Farma merupakan lembaga yang telah memasuki tahap industri yang fully integrated in adopting environmental quality.”
Bio farma rupanya tak cuma peduli dengan lingkungan internalnya. Buktinya, pada awal Mei 2012 Bio Farma ikut serta dalam melakukan penghijauan beberapa terminal angkutan umum di Bandung. Juga, ikut dalam program penanaman 1 miliar pohon, melalui realisasi penanaman 30 ribu pohon sekaligus melakukan monitoring pertumbuhan pohon yang telah ditanam.
Terkait dampak negatif operasi bisnisnya, Bio farma mengimplemantasikan Enterprise Risk Management yang mengintegrasikan risiko kualitas, lingkungan, K3, keuangan, bisnis dan strategi. Setiap aspek risiko pun ada program mitigasinya. Adapun untuk pengelolaannya, Bio Farma mengacu pada konsep cGMP (current Good Manufacturing Practices), ISO 9001,14001 dan OHSAS. Sekedar diketahui, penerapan Enterprise Risk Management ini akan didukung implementasi ISO 31000. Di sini setiap unit kerja Bio Farma akan mengindentifikasi risiko dan aspek penting sehingga dapat melakukan upaya preventif dan minimalisasi dampak negatif operasi bisnis.
Lalu, untuk mengelola supply & value chain yang berpengaruh terhadap sustainability-nya, Bio Farma memperhatikannya mulai dari pemilihan vendor. Menurut Iskandar, pengadaan bahan baku yang ramah lingkungan diawali dengan pemilihan vendor yang punya komitmen khusus terhadap mutu dan lingkungan. Kemudian, peran unit PPIC mengelola penyimpanan bahan baku di warehouse. Selain itu, lembaga rutin berkoordinasi untuk membahas rencana anggaran dan kebutuhan untuk produksi dalam satu tahun ke depan. Yang terlibat di dalamnya adalah bagian Pemasaran, PPIC, Logistik dan Produksi. Bio Farma juga memonitor Dinas Kesehatan di seluruh provinsi, para warehouse user dan distributor untuk memantau serapan vaksin dan ketersediaannya.
Keseriusan Bio Farma juga terlihat jika menilik kebijakan industrinya dalam jangka 4-5 tahun ke depan. Iskandar menyebutkan Bio Farma sudah mempersiapkan pembangunan pabrik baru yang berkonsep green industry. Konsep pabrik vaksin yang baru tersebut akan didesain seperti di kawasan hutan, dimana seluruh resapan airnya akan masuk kedalam tanah dan penerapan pola zero waste (tidak ada limbah ke luar) dan zero land fill (pengelolaan sampah organik menjadi kompos). Selain itu, prasarana jalan akan dioptimalkan tidak menggunakan aspal, agar seluruh bagian lahan mampu menyerap air dan berteknologi hijau.
Berapakah anggaran Bio Farma untuk menjalankan konsep green industry ini? “Kegiatan ini (didanai) dari 5% laba bersih usaha. Ini didasari analisis kebutuhan komunitas,” ujar Iskandar.
Oleh: Yuyun Manopol & Gustyanita Pratiwi.
Disarikan dari Majalah: SWA, Halaman: 50-52.
[…] LingkarLSM, Penulis: LingkarLSM, Senin, 06 Agustus […]