SDM tidak Menguasai Pekerjaan Inti SDM
Rahasia gaji besar seorang lulusan sebuah universitas nasional yang ternama melamar ke sebuah pabrik elektronik yang terkenal. Ketika dia telah masuk, dia sangat terperanjat bertemu teman baiknya dari universitas lain yang dulunya selalu pas-pasan hasil studinya. Dia lebih kaget lagi ketika mengetahui bahwa temannya ini bekerja di departemen SDM dengan gaji di atasnya.
“Apa rahasiamu?” tanya Iulusan universitas ternama. “Banyak,” kata temannya ceria. “Rambut mengkilap, baju rapi, senyum manis, jawaban yang netral, dan tertawa sebanyak-banyaknya setiap kali sang pewawancara memberikan komentar.”
Kisah di atas menunjukkan mitos tentang SDM di mata karyawan departemen lain seolah-olah lebih penting bagi pejabat SDM untuk banyak tertawa dibandingkan mengerti pekerjaan SDM. Tapi pada kenyataannya, saya harus mengakui bahwa memang banyak karyawan SDM yang tidak mengerti mengapa dan apa yang harus mereka lakukan.
Pekerjaan SDM sangat luas dan kemampuan yang diharapkan sangat bervariasi, mulai dari alat tes, kisaran gaji, modul training sampai exit interview. Pakar SDM Dave Ulrich mengatakan bahwa SDM bertanggung jawab untuk melakukan 6 peran. Keenam peran ini sudah disadari banyak pakar SDM sejak lebih dari 10 tahun lalu. Konon, entah benar entah tidak, 6 peran ini dapat menciptakan perusahaan yang unggul.
6 Peran Utama SDM:
- Menjadi aktivis yang dipercaya;
- Penjaga budaya perusahaan;
- Desainer organisasi;
- Partner bisnis CEO;
- Agen perubahan bagi perusahaan;
- Pakar dalam kegiatan SDM.
Sangat Serius untuk Hal-Hal Sekunder
Hasanah adalah rekan baik saya dari Malaysia. Ketika dia datang ke Jakarta, saya bertanya padanya apakah ada keluhan bahwa SDM di Malaysia menghabiskan waktu untuk hal-hal remeh? dan berikut adalah pembicaraan saya dengan Hasanah:
Hasanah: “Steve, pernahkah Anda datang ke kantor SDM dan menanyakan tentang absensi karyawan? Saya tidak tahu situasi di Indonesia, tetapi di beberapa perusahaan di Malaysia, termasuk perusahaan saya, jika orang SDM ditanya seperti itu mereka akan melompat ke langit-langit dengan gembira karena ada orang yang tertarik pada hal itu. Mereka kemudian akan melompat lagi ke sebuah lemari dan mengeluarkan berlembar-lembar laporan tentang keterlambatan karyawan.”
Saya: “Lalu, apa yang akan terjadi bila Anda bertanya ke bagian SDM tentang cara mereka mencegah turnover karyawan yang sudah tinggi? Bagaimana caranya membuat karyawan yang berkinerja rendah menjadi juara di perusahaan?”
Hasanah: “Di perusahaan saya, jika ditanya seperti itu orang-orang SDM akan memandang Anda sejenak Ialu matanya akan kehilangan sinar. Kemudian, telinga mereka mendadak akan kemasukan air dan hal-hal lain yang membuat mereka tidak dapat mendengarkan Anda.
Pendek kata, SDM di perusahaan saya memang bukan tipe yang senang membicarakan topik dahsyat. Sementara, departemen lain membahas bujet, biaya, atau kompetisi, orang-orang saya lebih senang membicarakan tentang si A yang lucu, si B yang aneh, si C yang sering terlambat dan si D yang memesona. Tentu saja, perlu bagi SDM untuk memanggil karyawan yang terlambat agar tidak terlambat lagi. Tentu saja, penting bagi SDM untuk membicarakan tentang outing, teamwork, dan liburan. Tetapi kalau hanya hal-hal itu yang dibicarakan, apakah departemen SDM bisa menyalahkan orang lain bila memandang rendah mereka?”
Saya tidak mengatakan bahwa situasi di Departemen SDM di perusahaan Hasanah terjadi di semua SDM. Beberapa rekan SDM saya sungguh-sungguh memikirkan topik besar SDM seperti perubahan organisasi, budaya perusahaan, outsourcing, aliran keputusan, dan tapi saya rasa penjelasan Hasanah benar untuk sebagian orang SDM. Reputasi semacam ini tidak membuat SDM menjadi departemen yang dihormati.
Data atau Solusi?
Seorang Karyawan SDM di sebuah perusahaan sangat rajin membuat daftar absensi. Setiap hari dia mengetik data absensi yang dikumpulkannya dari semua kartu absensi lewat faksimile dari seluruh cabang perusahaan. Laporannya dibagikan pada semua kepala departemen dan diberi berbagai macam warna. Warna merah adalah karyawan yang telah terlambat lebih dari 5 kali. Warna kuning adalah karyawan yang telah terlambat lebih dari 3 kali. Warna hijau adalah karyawan yang terlambat sebanyak 2 kali atau kurang.
Pekerjaan ini dilakukannya selama bertahun-tahun. Sekitar 30% dari total waktunya dihabiskan untuk membuat laporan absensi secara manual.
Ketika direktur SDM yang baru datang, dia melihat laporan itu dan bertanya,”Apakah ada perbaikan?” “Ya, Pak, secara umum lebih baik,” jawab sang karyawan bangga. “Kita kini telah mengetahui data keterlambatan mereka selama 5 tahun, apakah ada yang kita lakukan untuk membantu mencegah mereka terlambat?” tanya sang direktur.
Sang karyawan terbelalak.Tidak pernah terlintas olehnya untuk mencegah keterlambatan karena yang memenuhi pikirannya adalah bagaimana menunjukkan keterlambatan mereka.
Selama karyawan SDM hanya dapat menangani akibat setelah suatu masalah terjadi, selama SDM tidak dapat mengantisipasi masalah yang belum terjadi, selama SDM hanya bekerja seperti pemadam kebakaran, selama SDM tidak memiliki prinsip yang jelas, maka selama itu pula SDM belum memiliki ilmu yang cukup solid untuk dihormati.
Disarikan dari buku: Mengapa Departemen SDM Dibenci?, Penulis: Steve Sudjatmiko, Hal:47-51.