SDM Sok Kuasa
Konon, di antara semua hal yang paling menjengkelkan karyawan lain, salah satu alasan paling penting mengapa SDM dibenci adalah karena cara mereka memperlakukan karyawan lain seolah-olah mereka tidak berharga atau mudah diganti. Memang SDM biasanya memiliki pengetahuan yang mendalam tentang peraturan pemerintah, tentang gaji, dan hal-hal lain tentang ketenagakerjaan. Paling tidak pengetahuan mereka lebih banyak daripada karyawan dari departemen lain.
Oleh karena itu, ketika seorang karyawan menuntut sesuatu dengan bersenjatakan peraturan pemerintah, maka SDM biasanya hanya geleng-geleng kepala. Mereka sudah memiliki pengalaman yang sangat banyak dalam hal ini.
Mengadu Nasib Mengandalkan Karyawan Depnaker
Martin mengajukan surat pengunduran dirinya karena dia telah mendengar bahwa manajer SDM-nya sangat pelit, dan dia menambahi dengan mengatakan bahwa dia memiliki keluarga di Depnaker yang akan membantunya mengurus jumlah pesangon yang harus diterimanya.
Manajer SDM menjawab dengan tenang. “Martin, kami telah berdiri lebih dari 30 tahun. Apakah selama ini kami membutuhkan bantuan Depnaker untuk menghitung sangon karyawan? Juga entah mengapa setiap kali seseorang ingin mengundurkan diri, mendadak dia memiliki teman atau keluarga di Depnaker. Apakah menurutmu selama ini kami tidak mengikuti peraturan Depnaker? Apakah kami baru akan mengikuti peraturan Depnaker sejak engkau memutuskan untuk mengundurkan diri?” Martin mengaku tidak menduga jawaban ini. Dan dia merasa sangat malu. “Siapa yang salah ya,” katanya ketika memikirkan jawaban dari sang manajer.
Kisah di atas cukup sering terjadi dengan akibat yang biasanya lebih buruk bagi karyawan. Karyawan mempelajari pasal-pasal Depnaker untuk bisa meminta pesangonnya sementara pihak SDM merasa bahwa sang karyawan menguji mereka. Lebih buruk lagi situasinya ketika karyawan membawa-bawa nama Depnaker untuk memberikan dukungan bagi pendapat mereka.
Ini tentu saja bukan langkah yang tepat bagi karyawan karena membawa nama penguasa selalu berbau “ancaman”. Juga, hal ini biasanya tidak efektif. Setahu saya sebagian besar perusahaan, bahkan perusahaan kecil sekalipun, kini berkonsultasi dengan Depnaker untuk mencegah terjadinya masalah.
Sebaliknya, SDM juga harus sadar bahwa kita tidak pernah mendapatkan rasa hormat dari orang lain dengan menunjukkan betapa hebatnya kita. Kita hanya akan mendapatkan hormat dari orang lain bila dia mendengar dari orang lain betapa hebatnya kita.
Bagaimana caranya SDM menghilangkan kesan bahwa mereka adalah diktator? Ada beberapa cara yang telah dilakukan berbagai perusahaan dan hasilnya cukup manjur.
Pertama adalah transparansi tentang peraturan perusahaan. Sering kali kita tidak menyadari betapa frustrasinya karyawan bila mereka harus mengira-ngira apa yang akan terjadi bila mereka mengajukan sesuatu. Apalagi bila perlakuan yang mereka terima berbeda dari apa yang diterima karyawan lain. Bagi SDM mungkin peraturannya jelas, tapi bila tidak jelas bagi karyawan lain, maka tetap saja peraturan itu tidak jelas dan SDM dianggap “semaunya”.
SDM dapat memulai transparansi itu dengan menerbitkan Peraturan Perusahaan atau sejenisnya di website perusahaan atau memasangnya di dinding pengumuman. Karyawan yang ragu-ragu mengenai hal apa pun dapat melihat peraturan perusahaan.
Hal kedua adalah dengan membuka pintu SDM selebar-lebarnya setiap kali karyawan membutuhkan bantuan.
Hal ketiga adalah dengan mengenal semua karyawan. Seorang direktur marketing mengatakan bahwa SDM melakukan keputusan-keputusan yang kurang dalam karena tidak dapat membayangkan orang yang akan terkena dampak keputusan itu. Pendapat ini benar, keputusan kita akan berbeda apabila kita dapat membayangkan orang-orang yang terkena dampak dari keputusan kita.
Mengenal orang tidak berarti bahwa keputusan SDM harus selalu case-by-case. Tetapi, dalam situasi yang abu-abu, maka keputusan yang bijaksana akan membantu reputasi SDM.
Disarikan dari buku: Mengapa Departemen SDM Dibenci?, Penulis: Steve Sudjatmiko, Hal: 65-68.