SDM sebagai Jembatan
Setiap orang memiliki keinginan yang perlu dipenuhinya dengan berbagai tindakan. Di perusahaan, tidak semua tindakan ini dapat ditoleransi. SDM harus meningkatkan tindakan yang berbentuk solusi dan menekan tindakan yang menjadi masalah. Tugas SDM adalah membuat bahagia mereka yang memberikan solusi ini dan membuat mereka yang bermasalah belajar untuk tidak mengulanginya. Dan sering kali ini adalah masalah persepsi dan komunikasi.
Berbagai survei menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yakin bahwa kontribusi mereka jauh melampui ganjaran yang mereka terima. Rata-rata 90% dari karyawan menyatakan bahwa mereka yakin kontribusi mereka melebihi 50% karyawan lain. Tentu saja hal ini menggelikan.
Berbagai survei juga menunjukkan bahwa sebagian karyawan menghitung nilai mereka sesuai dengan kontribusi dan potensi mereka, sementara perusahaan menghitung nilai mereka hanya berdasarkan kontribusi mereka. Perbedaan persepsi ini diduga menjadi sebab mengapa perusahaan menganggap gaji karyawan sudah cukup sementara karyawan mengharapkan lebih.
Perbedaan persepsi ini tidak dapat dijembatani oleh SDM hanya melalui aktivitas sehari-hari, tetapi harus melalui berbagai komunikasi. Melihat hasil-hasil survei ini sangat tidak tepat bila SDM mengharapkan karyawan untuk dengan sendirinya mengetahui tentang kedalaman kontribusi mereka. Mereka perlu tahu nilai kontribusi mereka dibandingkan dengan teman lain maupun dengan imbalan yang mereka terima.
Untunglah komunikasi ini tidak terlalu sulit untuk dilakukan karena departemen SDM memang memiliki posisi unik walau kadang rawan. Mereka adalah pintu gerbang pertama yang menerima karyawan, yang membarengi karier seluruh karyawan dan sering kali sekaligus merupakan pintu yang terakhir bagi karyawan pada saat mereka meninggalkan perusahaan. Di setiap titik ini, SDM dapat menggunakannya untuk mengomunikasikan apa saja yang dapat membuat karyawan biasa menjadi luar biasa.
Disarikan dari buku: Mengapa Departemen SDM Dibenci?, Penulis: Steve Sudjatmiko, Hal:14-15.