Rio+20: Prinsip Soal Tanggung Jawab Diperdebatkan
Rio de Janeiro, Kompas – Prinsip tanggung jawab sama tetapi berbeda, yang merupakan prinsip utama yang menjadi dasar Deklarasi Rio 1992, coba dilemahkan sejumlah negara. Negara maju yang mencoba melemahkan prinsip tersebut secara langsung ditentang kelompok G-77+China dengan ujung tombaknya India dan China pada Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20. Kesepakatan dicapai Senin (18/6) pagi.
Demikian antara lain yang terekam pada proses persiapan dokumen ”The Future We Want” yang bakal disepakati sekitar 110 kepala negara dan pemerintahan yang bakal hadir di Rio de Janeiro, Brasil, lokasi Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Brigitta Isworo Laksmi. Pertemuan tingkat kepala negara dan pemerintahan berlangsung pada 20-22 Juni.
Menurut salah satu negosiator senior dari Indonesia, yang juga Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Liana Bratasida, ada upaya melemahkan prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (common but differentiated responsibility/CBDR).
Prinsip ini mengharuskan negara berkembang yang dalam jejak ekologisnya tidak mengeluarkan polusi dalam pembangunan negaranya juga diharuskan membuat janji (misalnya menurunkan emisi) dan melaporkannya.
”Tidak bisa jika semua dituntut seperti itu. Komitmen itu harus dilakukan secara sukarela dan tidak mengikat secara hukum. Itu yang harus dipegang,” ujar Liana, Selasa (19/6), di Rio de Janeiro.
Pada pembahasan dokumen, wakil dari India mengatakan, prinsip CBDR yang sudah termuat dalam Deklarasi Rio (tahun 1992) tak boleh diutak-atik lagi. Prinsip CBDR juga masuk dalam isu perubahan iklim dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).
Diragukan hasilnya
Hasil konferensi kali ini, yang sekaligus memperingati Konferensi Tingkat Tinggi Bumi tahun 1992 Rio, juga diragukan sampai tahap implementasi atau penerapan. Ada beberapa persoalan yang menjadi krusial dalam tahap perundingan.
Selain prinsip tanggung jawab sama tetapi berbeda, hal yang juga menjadi perdebatan krusial adalah tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) yang bakal menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/ MDG).
Delegasi sejumlah negara mengatakan, dokumen yang diharapkan bisa berisi rencana aksi akhirnya justru kehilangan ambisi. Masalah yang dibicarakan, antara lain bagaimana membentuk suatu tata kelola global untuk melindungi lingkungan dari dampak pembangunan.
Pada dokumen tersebut dikenalkan satu konsep, yaitu ekonomi hijau yang oleh pihak Indonesia ditanggapi dengan catatan.
”Negara-negara maju hanya ingin bicara pertumbuhan. Sementara negara berkembang ingin agar tetap ada pertumbuhan tetapi juga harus memberikan perhatian kepada lingkungan. Selama ini negara maju yang telah merusak lingkungan. Negara berkembang mau kedua-duanya,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Minggu lalu.
Sumber: KOMPAS, Rabu, 20 Juni 2012, Halaman: 13.