Rio+20: Dokumen Siap, Isu HAM Masuk Saat Akhir
Rio de Janeiro, Kompas – Dokumen Rio+20 akhirnya siap setelah tuan rumah Brasil turun tangan menyiapkan dokumen terkonsolidasi. Namun, poin hak asasi yang mendasari semua upaya pembangunan nyaris tak tercantum karena sampai dua pekan lalu tak terdata.
”Ada yang memuaskan, ada yang mengecewakan. Namun, kami senang prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda tetap seperti Deklarasi Rio. Semula akan dilemahkan oleh beberapa negara maju,” kata Vicky Tauli-Corpuz dari kelompok masyarakat adat, Asian Indigenous Women’s Network, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Brigitta Isworo Laksmi, dari forum Konferensi Pembangunan Berkelanjutan Rio+20 di Rio de Janeiro, Brasil, Rabu (20/6). Prinsip itu mewajibkan negara maju dan kaya menanggung beban ”utang” lingkungan mereka.
Sejauh ini, isi Dokumen Rio+20 cukup diterima banyak pihak meski tak sepenuhnya memuaskan. Dokumen ”The Future We Want” yang sedang disiapkan untuk diadopsi para kepala negara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 dinilai memberi refleksi bahwa negara-negara di dunia punya perhatian pada pembangunan berkelanjutan. Namun, negara berkembang tak melihat secara eksplisit kemauan negara maju membantu mereka dengan pendanaan agar mencapai target pembangunan berkelanjutan.
Hak asasi manusia
Pada hari terakhir perundingan persiapan Dokumen Rio+20, Selasa lalu, kelompok yang terdiri atas sembilan kelompok sipil menyerukan, ada sejumlah isu terkait hak asasi yang belum diberi perhatian. Di sisi lain, mereka menyambut baik prinsip tanggung jawab sama tetapi berbeda (common but differentiated) disepakati sama seperti yang tercantum pada Deklarasi Rio—pada KTT Bumi di Rio de Janeiro— tahun 1992.
Demikian diungkapkan Noelene Nabulivou dari Alternatif Pembangunan dengan Perempuan untuk Era Baru, Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navi Pillay, Direktur Eksekutif Tebtebba and Convenor, serta Vicky Tauli-Corpuz.
”Hari ini ada kemajuan karena pertimbangan hak asasi manusia telah dimasukkan,” ujar Pillay. Sebelumnya, isu hak asasi manusia tak ada dalam jadwal awal pembicaraan. Kalimat yang digunakan antara lain menekankan kembali secara konsisten perlunya menghormati semua HAM dan kebebasan fundamental.
Menurut Pillay, beberapa hak asasi manusia yang disebutkan, antara lain, hak untuk mendapat air bersih, sanitasi dan pendidikan, hak perlindungan sosial, serta hak akan akses informasi dan keadilan. Hampir semua hak asasi yang akan mengganggu kesejahteraan manusia telah disebutkan. Namun, hak kebebasan berkumpul, membuat perkumpulan, dan berekspresi belum disinggung.
Kekecewaan mendalam disampaikan Nabulivou karena isu hak reproduktif perempuan tak diadopsi. Perempuan adalah unsur penting dalam praktik pembangunan berkelanjutan terkait makanan, tanah, dan hutan.
Di bidang kelautan, menurut Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad, kesepakatan soal konservasi pantai dan wilayah perairan internal disepakati 10 persen dari luas wilayah. ”Itu dalam konteks mengurangi kemiskinan,” ujarnya. Penjelasan kelompok ilmuwan dibutuhkan konservasi 30 persen dari luas wilayah.
Namun, ada yang menyebutkan bahwa aktivitas turisme di pantai juga termasuk konservasi. Kondisi Indonesia sekarang, yang sudah dikonservasi sekitar 5 persen total wilayah perairan.
”Dalam penerapannya, kami juga mengajak kelompok masyarakat adat AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara),” katanya. Hari Rabu malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pemikirannya tentang ekonomi hijau/ ramah lingkungan (green economy).
Sumber: KOMPAS, Kamis, 21 Juni 2012, Halaman: 14.