Program Penanggulangan Kemiskinan di Masa Orde Baru
Program penanggulangan kemiskinan bukanlah hal baru. Jika menengok ke belakang, sejak era Orde Baru, pemerintah saat itu telah memiliki berbagai macam paket program dengan tujuan menanggulangi kemiskinan. Program itu dikeluarkan baik oleh departemen maupun lembaga pemerintahan non-departemen. Semisal Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang menyelenggarakan program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Program IDT ini didukung oleh suatu proyek yang didanai Bank Dunia yakni program pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal yang ditujukan untuk menanggulangi permasalahan ketersediaan infrastruktur khususnya jalan, MCK dan sarana air bersih di desa-desa yang relatif belum maju.
Direktorat Jendral (Ditjen) PMD Depdagri juga menyelenggarakan proyek percontohan gerakan simpan-pinjam yang dikenal dengan UEDSP. Untuk desa yang termasuk IDT menerima bantuan sebesar 6,5juta rupiah. Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi kredit modal usaha bagi anggota masyarakat yang tergolong miskin. Proyek lainnya yang diselenggarakan oleh PMD adalah pembinaan usaha ekonomi melalui pendayagunaan Inpres Desa. Sasaran dari aktifitas ini adalah keluarga-keluarga miskin yang dikelompokkan dalam satuan-satuan kelompok. Setiap satuan kelompok beranggotakan 10 sampai 15 rumah tangga yang tergolong miskin ditambah 2 sampai 3 rumah tangga yang memiliki aktifitas ekonomi yang cukup berhasil.
Pada Departemen Sosial terdapat beberapa program yaitu; program bantuan kesejahteraan fakir-miskin dan program keluarga muda mandiri. Di samping itu Depsos juga menyelenggarakan program yang berorientasi pada peran wanita yakni program peningkatan peranan wanita. Ada juga program yang ditujukan khusus untuk para penyandang cacat, pembinaan karang taruna dan asistensi keluarga miskin. Sedangkan program dari Departemen Pertanian yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan adalah pengembangan bidang peternakan, peningkatan intensifikasi pertanian tanaman pangan, pelestarian lingkungan hidup serta peningkatan upaya perbaikan gizi dan kesehatan. Departemen pertanian juga menyelenggarakan suatu program yang dikenal dengan program peningkatan pendapatan petani-nelayan kecil, program pembangunan pertanian rakyat terpadu, proyek perkebunan inti rakyat dan proyek pengembangan perkebunan wilayah khusus terpadu.
Departemen Kesehatan menyelenggarakan program bantuan kesehatan bagi masyarakat berpendapatan rendah yang disebut dengan proyek bantuan kesehatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan program pendidikan masyarakat dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan yang disebut dengan pengembangan kelompok usaha. Departemen Agama menyelenggarakan pengembangan usaha ekonomi produktif. Departemen Tenaga Kerja menyelenggarakan pengembangan bidang ketenagakerjaan. Sedangkan Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil telah lama menyelenggarakan program penanggulangan masalah kemiskinan dan pengembangan usaha kecil yang dikenal dengan pembinaan usaha kecil-kredit candak kulak. Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan juga memiliki program yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang dikenal dengan penempatan transmigran dan pelatihan calon transmigran.
Mengenai program sektoral yang dilaksanakan lembaga pemerintah non-departemen pada era Orde Baru, antara lain adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang menyelenggarakan program usaha peningkatan keluarga sejahtera, juga tabungan kesejahteraan keluarga (Takesra) dan kredit usaha kesejahteraan keluarga (Kukesra). Sedangkan Bank Indonesia menyelenggarakan program penyediaan fasilitas kredit khusus bagi kelompok masyarakat miskin yang disebut proyek kredit mikro dan pengembangan hubungan bank dengan kelompok swadaya masyarakat (PHBK). Bank Rakyat Indonesia juga menyelenggarakan PHBK dan kredit umum perdesaan skala kecil.
Demikian pula pemerintah daerah masing-masing propinsi juga memiliki program penanggulangan masalah kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat yang dikenal dengan proyek pembinaan pengusaha kecil. Misalnya pada Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur dikenal adanya Program Gerakan Kembali ke Desa yang mengedepankan produk unggulan suatu kawasan perdesaan dengan jargon one village-one product (satu desa, satu produk unggulan). Sedangkan program pemberdayaan masyarakat meliputi program-program yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Regional dan Daerah Bappenas, antara lain: Program Pembinaan Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Kemudian yang terakhir adalah program-program JPS meliputi: operasi pasar khusus, pengembangan pembibitan dan budidaya ayam buras di perdesaan, pengembangan tambak rakyat, beasiswa, biaya operasional dan perawatan SD/MI, JPS bidang kesehatan, JPS bidang sosial, program makanan tambahan anak sekolah, padat karya sektor pekerjaan umum dan prakarsa khusus untuk penganggur perempuan, serta program pemberdayaan daerah dalam mengatasi dampak krisis ekonomi.
Menyimak kembali program IDT, program ini sesungguhnya dimaksudkan untuk meningkatkan penanganan kemiskinan secara berkelanjutan di desa tertinggal dengan memadukan program sektoral maupun regional. Program IDT merupakan perluasan dan peningkatan berbagai program dan upaya serupa yang telah dilaksanakan, seperti Program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), kegiatan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor KB (UPPKA-KE3) dan program serupa yang dilaksanakan oleh PKK. Program PKT dan program lain yang menangani langsung masalah kemiskinan pada tingkat perdesaan di desa tertinggal kemudian diintegrasikann ke dalam program IDT. Selain bantuan dana, program IDT juga membangun prasarana pendukung desa tertinggal. Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) ini merupakan hibah dari pemerintah kepada masyarakat desa tertinggal untuk memenuhi kebutuhan prasarana desa sesuai keputusan yang diambil oleh masyarakat desa. Bantuan pembangunan prasarana ini juga merupakan stimulan bagi pemerintah daerah Tingakat II dan masyarakat untuk mengembangkan lebih lanjut tingkat pelayanan dan volume prasarana yang akan dibangun melalui swadaya masyarakat di desa yang bersangkutan.
Sementara itu, latar belakang program JPS adalah dimulai ketika krisis ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia mulai awal 1997 juga melanda Negara Indonesia. Menghadapi persoalan tersebut, mulai tahun anggaran 1998/1999 secara terprogram pemerintah Indonesia berupaya menanggulangi dampak krisis yang dikenal dengan Jaring Pengaman Sosial (JPS). Fokus pelaksanaan program adalah pada upaya penyelamatan darurat melalui bantuan yang bersifat crash program yang ditujukan langsung kepada kelompok sasaran. Jadi program ini bersifat jangka pendek, namun tetap dalam kerangka tahapan-tahapan jangka panjang. Program JPS ini dilaksanakan pada tahap penyelamatan ekonomi sebagai landasan bagi pelaksanaan kegiatan ekonomi normal yang berkelanjutan. Program JPS adalah upaya untuk stimulan untuk mendorong produktivitas dan meletakkan landasan pembangunan yang kukuh berkesinambungan. Berbagai kegiatan sosial ekonomi menanggulangi kemiskinan sekaligus merupakan upaya meletakkan ke pola normal pembangunan nasional. JPS merupakan segala upaya yang bisa ditempuh melalui berbagai bidang intervensi maupun kegiatan agar masyarakat tidak semakin terpuruk sehingga secara bertahap mampu mengangkat kondisi sosial ekonominya sendiri.
Dalam realisasi kegiatannya, strategi ini dapat ditempuh melalui empat program atau bidang intervensi. Program ketahanan pangan (food security) yang diarahkan untuk menjamin tersedianya bahan makan yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam beberapa kasus di daerah, diversifikasi konsumsi pangan perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan budaya dan karakteristik daerah. Upaya ini sedapat mungkin ditempuh melalui peningkatan produksi pangan lokal. Selain itu, aspek kelancaran distribusinya perlu pula dijaga dan mengamankan penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau antara lain melalui subsidi.
Program padat karya dan penciptaan lapangan kerja produktif (employment creation); yang diarahkan untuk memberikan kesempatan kerja seluas mungkin dalam kegiatan ekonomi produktif melalui pola padat karya dengan maksud untuk menciptakan daya beli bagi mereka yang menganggur, sehingga membantu kemampuan mereka untuk membeli kebutuhan pokoknya, mengurangi angka pengangguran serta sekaligus mendorong usaha produktif yang dapat berlanjut setelah program ini berakhir.
Sementara itu, program perlindungan sosial (social protection) diarahkan untuk mempertahankan akses masyarakat kepada fasilitas pelayanan dasar terutama kesehatan dan pendidikan. Dalam aspek kesehatan antara lain ditempuh melalui bantuan pengadaan obat-obatan langsung ke setiap puskesmas maupun fasilitas kesehatan lainnya. Aspek pendidikan diarahkan agar anak didik tidak perlu putus sekolah sehingga dapat mempertahankan tingkat partisipasi pendidikan yang sudah dicapai. Upaya ini dilakukan melalui berbagai bantuan langsung untuk meringankan biaya pendidikan.
Program pemberdayaan ekonomi rakyat, melalui pengembangan industri kecil dan menengah diarahkan untuk menumbuh kembangkan kembali kegiatan ekonomi rakyat terutama untuk kegiatan ekonomi dengan skala usaha kecil dan menengah serta meningkatkan peran serta lembaga koperasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat secara produktif dan benar-benar berjiwa koperatif. Industri kecil dan menengah meliputi usaha skala rumah tangga, bahkan yang terdapat di desa-desa yang biasanya berbasis budaya lokal. Upaya ini dilakukan melalui bantuan modal, pelatihan, penyuluhan, bimbingan, bantuan promosi dan kemitraan.
Suasana reformasi mendorong pemerintah mengakui adanya berbagai kekurangan dalam perencanaan dan pelaksanaan program seperti yang banyak disoroti di media massa. Beberapa permasalahan yang menonjol adalah: konsep JPS masih belum dipahami bersama dan bersifat luas, belum terdapat penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap dan terbaru tentang kondisi kelompok masyarakat rentan dan sistem kelembagaan dan jajaran aparat birokrasi belum siap menyelenggarakan program JPS dalam waktu singkat. Konsep JPS masih belum dipahami bersama dan masih bersifat luas (open ended concept). Program JPS merupakan kesepakatan dengan IMF untuk penyaluran dana bantuan luar negeri sebagai bagian dari agenda reformasi struktural guna penyelamatan ekonomi.
Disarikan dari buku: Sinkronisasi Perencanaan Desa, Penulis: Rohidin Sudarno, Suraji, Hal: 47-55.