Program Penanggulangan Kemiskinan di Era Otonomi Daerah
Sejak pelaksanaan otonomi daerah 2001, upaya penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara terdesentralisasi, dengan mendorong secara terus-menerus kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, desa) dan segenap elemen masyarakat lainnya (perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga swadaya/organisasi masyarakat, dan masyarakat miskin) untuk berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
Untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah memutuskan untuk melakukan pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Dimulai dengan rancangan Repeta 2003 yang menempatkan masalah penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk itu dalam RAPBN 2003 dilakukan penajaman program/kegiatan di seluruh sektor terkait melalui langkah kebijakan:
- Penciptaan kesempatan yang berkaitan dengan sasaran pemulihan ekonomi makro, perwujudan pemerintahan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum;
- Pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan sasaran penyediaan akses masyarakat miskin ke sumber daya ekonomi dan keterlibatan masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan;
- Peningkatan kemampuan yang berkaitan dengan sasaran peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, pangan, perumahan agar masyarakat makin produktif; dan
- Perlindungan sosial yang berkaitan dengan sasaran pemberian jaminan kehidupan bagi masyarakat yang mengalami kecacatan, fakir miskin, keterisolasian, konflik sosial, kehilangan pekerjaan sehingga berpotensi menjadi miskin.
Langkah yang diambil pemerintah adalah dengan membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui Kepres No. 124 Tahun 2001 jo. No. 8 Tahun 2002 jo. No. 34 Tahun 2004. Kemudian KPK menetapkan dua pendekatan utama untuk menanggulangi kemiskinan, yaitu: (1) mengurangi beban biaya bagi penduduk miskin; dan (2) meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk miskin. Pendekatan ini dijadikan pedoman bagi langkah kebijakan pembangunan yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan. Saat itu pemerintah menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan melalui tahapan-tahapan yang terdiri: (i) Identifikasi permasalahan kemiskinan; (ii) Evaluasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; (iii) Perumusan strategi dan kebijakan; (iv) Perumusan program dan cara penyampaian program; dan (v) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program.
Selain itu, dalam pengarusutamaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, mulai 2002 pemerintah menyiapkan pedoman dan petunjuk bagi instansi sektoral dan daerah untuk menyusun program dan rencana anggaran pembangunan yang berpihak pada upaya penanggulangan kemiskinan serta memberikan bantuan teknis kepada instansi sektoral dan daerah untuk melaksanakan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan secara terdesentralisasi.
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Untuk meningkatkan efektifitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dikembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan.
Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 juga diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.
Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.
Untuk meningkatkan akselerasi penanggulangan kemiskinan, pada tahun 2010 dikeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari:
- Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;
- Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;
- Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil;
- Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Percepatan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dengan menyusun kebijakan dan program yang bertujuan mensinergikan kegiatan penanggulangan kemiskinan di berbagai kementrian/lembaga, serta melakukan pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaannya. Untuk melaksanakan percepatan penanggulangan kemiskinan dibentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang bertugas: (a) menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; (b) melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi, dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan di kementrian/lembaga; (c) melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
Dalam upaya meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota, dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disebut TKPK. Di tingkat provinsi dibentuk TKPK Provinsi, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Di tingkat kabupaten/kota dibentuk TKPK Kabupaten/Kota yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota bertugas melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing sekaligus mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan sesuai Keputusan Tim Nasional.
Disarikan dari buku: Sinkronisasi Perencanaan Desa, Penulis: Rohidin Sudarno, Suraji, Hal: 55-62.