Perspektif Manajemen Strategis 3R
Dari pengalaman mendampingi sekitar 215 LSM di Indonesia serta terlibat dalam forum LSM di ASEAN, secara garis besar, dapat dikatakan bahwa perspektif manajemen organisasi LSM di Indonesia relatif lemah, jika dibandingkan secara umum dengan LSM di Philippine atau Thailand. Letak kelemahannya adalah pada dimensi strategic management atau manajemen strategis. Manajemen strategis adalah pemikiran yang melihat ada empat perspektif: (a) perspektif untuk memecahkan masalah pada akarnya; (b) perpektif untuk melihat secara global; (c) perspektif untuk melihat jangka panjang, yakni antara 15-25 tahun; (d) dimensi untuk melihat dampak. Padahal, perspektif manajemen strategis adalah kunci dari internal governance LSM.
Pada tahun 1980-an, pemikiran manajemen di kalangan LSM memang lemah. Pada tahun 1979, LSM yang belajar tentang manajemen strategis masih sangat sedikit. Hal itu terjadi karena banyaknya pengaruh pemikiran-pemikiran dogmatis dari agama, yang selalu melihat Kitab Suci atau wahyu, sehingga rasionalitas cenderung lemah. Hal sebaliknya terjadi di dunia bisnis, yakni bahwa segala sesuatu dilihat secara rasional. Dibandingkan dengan Philippine, dapat dikatakan bahwa pemikiran kritis, gagasan tentang demokrasi dan ideologi di kalangan aktivis LSM Indonesia lebih lemah. Pada tahun 2005, dalam sebuah acara yang difasilitasi oleh Australian and Community Development and Civil Society Strenghtening Scheme (ACCESS), ada sesi yang mencoba memetakan ideologi LSM menjadi tiga kelompok: kiri, tengah dan kanan. Ternyata, sebagian besar LSM berada ditengah. Artinya, banyak sekali LSM yang tidak memikirkan ideologi konsistensinya pada value relatif lemah, sebab yang penting adalah mereka dapat hidup dari proyek-proyek. LSM yang semacam ini akan jatuh pada pragmatisme, sehingga internal governance pun tidak menjadi hal yang penting. Karakter seperti ini banyak ditemui pada aktivis muda sekarang. Tanpa ideologi dan konsistensi terhadap value, organisasi tidak akan pernah menjadi alat perjuangan.
Lemahnya internal governance LSM mengakibatkan beberapa hal: (a) eksistensi organisasi rapuh karena tidak adanya ideologi, value oriented dan manajemen strategis, sehingga organisasi dapat kehilangan arah; (b) kerugian bagi negara untuk menjadi bermatabat, karena civil society adalah ingredient bagi civilized state, termasuk stabilized state. Bertolak dari permasalahan ini, solusi yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan nilai dan pendidikan manajemen strategis.
Untuk memahami lebih jauh mengenai manajemen strategis, dalam tulisan ini akan dipaparkan proses pembelajaran yang dialami oleh Yayasan Kesatuan Pelayanan Kerjasama (SATUNAMA) di Yogyakarta.
Disarikan dari buku: Jurnal Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil (Otokritik Akuntabilitas Internal Governance LSM), Penulis: Methodius Kusumahadi, Hal: 5-6.