Persoalan Akuntabilitas
Dengan berbagai persoalan legitimasi di atas maka timbullah masalah akuntabilitas dan transparansi bagi LSM. Apa makna kedua istilah ini, dan bagaimana hal tersebut diterjemahkan dalam praktik? Kosa kata akuntabilitas dalam dunia manajemen umumnya dikaitkan dengan otoritas di sayu pihak dan “kewajiban menjawab” di lain pihak. Dengan demikian akuntabilitas terkait dengan suatu struktur hierarkis dalam suatu organisasi. Sifatnya eksklusif bagi organisasi bersangkutan. Karena itu akuntabilitas bagi organisasi nirlaba, LSM khusunya, tidak cukup berhenti pada konsep akuntabilitas hierarkis demikian. “Kewajiban menjawab” bagi LSM tidak ekslusif ke dalam, tetapi lebih harus dilakukan kepada publik. Maka akuntabilitas bagi LSM, menggunakan istilah Lusi Herlina, harus dibangun sebagai akuntabilitas demokratik.
Persoalan mendasar dalam konteks akuntabilitas (demokratik) bagi LSM dengan demikian mencakup dua elemen pokok, internal governance dan konstituensialisme. Kedua elemen pokok ini jelas merupakan persoalan yang sangat pelik bagi kita semua, para penggiat lembaga nirlaba, karena tidak terlepas dari konteks sosial-politik dam legal yang melingkunginya. Sebagaimana kita ketahui bersama konteks ini pun di Indonesia tengah dalam masa pancaroba.
Baik internal governance maupun konstituensialisme merupakan hubungan-hubungan politis dan sosial, yang satu pihak merupakan urusan yang cukup pelik, tetapi dikunjungi oleh kerangka hukum tertentu yang mebuatnya kehilangan fleksibilitas dan mengimplikasikan ketundukan pada Negara di lain pihak.
Benang merah yang sepatutnya dipakai bagi kedua elemen pokok organisasional di atas, artinya baik ke dalam (governance) maupun keluar (konstituensialisme), adalah meminjam istilah Hendro Sangkoyo, derajat demokratisasi diri di satu pihak dan tingkat kepedulian dan ketrampilan mengurusi masalah genting masyarakat di lain pihak. Dengan demikian urusan akuntabilitas lembaga nirlaba ini tampaknya mesti dipraktikkan, dan diukur derajatnya, dalam dua arah: ke dalam dan keluar.
Pertanyaan logisnya kemudian adalah:
- Bagaimanakah internal governance yang demokratis itu?
- Bagaimanakah konstutiensialisme itu dapat dibangun dan efektif?
Governance yang demokratis dalam prinsip cukup mudah dikonseptualisasikan karena telah lama dikenal, yakni terlaksananya check and balance dalam organisasi. Peng-ejawantahan konsep ini pun, di atas kertas, dapat dirancang dalam struktur organisasi yang mencerminkan mekanisme pembagian kekuasaan dan hubungan kuasa-kontrol-kuasa dari unsur yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Terkait dalam struktur organisasional demokratis ini adalah pencegahaan terjadinya selingkuh kepentingan (conflict of interest) yang memudahkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Governance sebuah organisasi karenanya harus merupakan diferensiasi struktur organisasi yang memisahkan kekuasaan dan kepentingan pada pihak-pihak yang berbeda-beda.
Internal governace yang baik dapat menjawab demokratisasi internal dan menyelesaikan akuntabilitas hierarkis ke dalam, tetapi belum akuntabilitas demokratis. Hanya bila terjalin, sekali lagi meminjam istilah Hendro Sangkoyo, tali mandate antara suatu organisasi dengan publiknya, akuntabilitas demokratis dapat terwujud. Untuk itu pengembangan konstituen menjadi elemen penting kedua. Konstituensialisme akan terbangun bila ada kaitan langsung, terlepas dari tingkat dan derajat keterkaitan, antara lembaga bersangkutan dengan publik utama yang dilayaninya (beneficiaries primernya). Kaitan-kaitan ini dapat terjalin pada satu atau sejumlah aras: mekanisme/prosedur eksistensial organisasi (terutama pengisian unsur-unsur check and balance), perumusan dan penetapan agenda/kegiatan organisasi, dan pembiayaan kegiatan. Ringkasnya derajat konstituensialisme ini dicerminkan oleh derajat peran serta public dalam eksistensi dan kiprah sebuah lembaga nirlaba.
Implikasi
Internal governance dan konstituensialisme adalah dua sisi koin yang sama yang membawa sejumlah implikasi bagi organisasi nirlaba dan LSM. Sejumlah implikasi yang akan mengenai, antara lain:
- Visi dan misi organisasi
- Bentuk dan struktur organisasi
- Mekanisme suksesi dan pergantian kekuasaan
- Mekanisme pengambilan keputusan
- Sistem renumerasi-insentif dan disinsentif
- Arah dan penyusunan program
- Sumber dan strategi pendanaan
- Mekanisme penyelesaian sengketa
- Bentuk dan mekanisme pertanggungjawaban transparansi
Disarikan dari buku: Kritik & Otokritik LSM, Editor: Hamid Abidin, Mimin Rukmini, Hal: 34-36.