Perlukah Mendirikan Organisasi Sosial Kemasyarakatan?
Apa hukum mendirikan organisasi sosial kemasyarakatan dan sejenisnya, semisal yayasan, LSM, berbagai lembaga nonpemerintah, Islamic centre, panti asuhan, rumah jompo, dan lain-lain? Bolehkah kaum Muslimin mendirikan semua itu? Lalu, bagaimana hukumnya dengan semua kegiatan yang mereka lakukan? Apakah aktifitas yang mereka lakukan tersebut dapat dikategorikan sebagai cakupan tugas seorang khalifah atau individu?
Aktifitas sosial kemasyarakatan, hukumnya boleh dilakukan oleh individu atau sejumlah orang (penduduk suatu kampung, misalnya). Hukum tersebut sangat jelas dan masyhur dalam Islam. Sebab, semua nash yang berkaitan dengan masalah tersebut telah mengajak dan mendorong setiap individu Muslim untuk melaksanakannya, baik laki-laki maupun perempuan. Perhatikanlah nash-nash yang tercantum di bawah ini:
“(Dan) mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan” (Al Insan: 8).
“…(Dan) tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan (Seperti shalat, jihad dan lainnya) dan taqwa (perbuatan yang diridlaiNya, seperti membangun masjid dan lainnya), serta janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa atau pelanggaran (menyimpang dari ketentuan syara’, seperti membunuh kaum Muslimin, memberontak terhadap negara Islam dan lainnya)” (Al Maîdah: 2).
“Siapa saja yang membangun suatu masjid, kecil atau besar, yang semata-mata hanya lillahi Ta’ala, maka Allah akan membangunkan (menyediakan) untuknya rumah di Jannah” (HR Tirmizhi, no. 317)1).
“Aku dan orang-orang yang memelihara anak yatim dengan baik, berada di Jannah, bagaikan jari telunjuk dengan jari tengahnya”
(HR Bukhari X/365; Tirmizhi no. 1919; dan Abu Daud no. 5150)2).
“Orang yang (berusaha) membantu janda dan orang miskin bagaikan pejuang fisabilillah, bahkan ia laksana orang yang tidak pernah berhenti shaum dan senantiasa bangun (untuk) shalat malam” (HR Bukhari dan Muslim)3).
Semua ayat Al Qurâan dan hadits di atas adalah perintah yang tidak wajib dan merupakan ajakan kepada individu maupun rakyat pada setiap masa dan tempat untuk melakukan berbagai macam kegiatan sosial kemasyarakatan; sekaligus menunjukkan boleh adanya kerjasama, gotong royong antarsesama Muslim, baik hal tersebut dilakukan secara temporal di saat-saat mereka butuhkan, ataukah mereka membentuk suatu kepengurusan sementara (misalnya untuk melaksanakan pembangunan masjid) yang mengangkat seorang ketua untuk mengatur kegiatan sosial tersebut sampai bangunan masjid atau yang lainnya menjadi terwujud.
Dengan demikian, membangun masjid, rumah sakit, puskesmas, sekolah beserta sarananya, tempat penginapan gratis bagi fakir-miskin, rumah makan gratis bagi umum, dan lain-lainnya; adalah sesuatu yang dapat dilaksanakan oleh negara ataupun individu. Bedanya, semua kegiatan dan sarana tersebut adalah hak rakyat yang dipikul oleh negara (wajib dilaksanakan oleh khalifah), tetapi juga boleh dipikul oleh individu; hanya saja tidak wajib atas mereka.
Sebab, jenis pelayanan tersebut tidak dibatasi oleh tugas dan wewenang negara. Siapa saja boleh melakukannya, baik sendiri-sendiri maupun bergabung dengan penduduk setempat, atau dengan cara membentuk badan wakaf, kelompok kepengurusan yang bersifat temporal. Tetapi perlu diperhatikan di sini bahwa sifat kelompok (kepengurusan) tersebut adalah tetap berbentuk sekumpulan sukarelawan, bukan berbentuk organisasi sosial kemasyarakatan seperti yang ada sekarang.
Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang ada di negeri-negeri kaum Muslimin mulai bermunculan sejak runtuhnya khilafah Islam pada awal abad XX ini. Walaupun telah membawa banyak manfaat bagi kaum Muslimin dari segi pendidikan, peribadatan, kesehatan masyarakat, sandang, pangan, dan sebagainya; tetapi mudlaratnya yang akan diuraikan di bawah lebih besar daripada semua manfaat tersebut. Oleh karena itu, lebih baik organisasi sosial kemasyarakatan di negeri-negeri kaum Muslimin itu tidak ada sama sekali. Sebab, keberadaannya justru telah memadamkan semangat umat dalam memperjuangkan Islam.
Hampir semua organisasi tersebut telah mengarahkan kaum Muslimin kepada berbagai persoalan kehidupan yang sepele (tidak penting), bila dibandingkan dengan urgensi tegaknya Islam di seluruh dunia Islam. Bahkan dari segi kemampuannya, organisasi seperti ini hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah kecil umat; sama sekali tidak mampu memenuhi kebutuhan suatu daerah kecil, apalagi mencukupi kebutuhan umat secara keseluruhan. Sebab, kemampuan yang besar seperti itu hanya dimiliki oleh negara khilafah.
Dengan demikian, hanya negara khilafahlah satu-satunya kekuatan yang mampu memenuhi semua kebutuhan umat di seluruh dunia. Dalam prakteknya, pada umumnya organisasi-organisasi tersebut lebih banyak menghinakan diri dengan cara “mengemis” kepada negara-negara kaya dari kalangan negeri-negeri Islam lainnya. Hidup mereka banyak ditentukan oleh subsidi dan sumbangan.
Kita telah sering mendengar bahwa bentuk-bentuk bantuan tersebut bukannya tanpa pamrih. Sebab, begitu mereka mendapatkan bantuan, mereka diharuskan membawa pesan sponsor dari pihak yang membantu dalam bentuk propaganda dan seruan politis tertentu. Bahaya yang lebih besar dengan adanya organisasi semacam ini nampak lebih jelas pada saat telah terpenuhinya kebutuhan hidup individu-individu yang ada di dalamnya serta telah tercukupinya kebutuhan sebagian masyarakat. Dalam keadaan seperti ini mereka akhirnya lupa akan semua penderitaan yang dialami, misalnya, akibat adanya penguasa zhalim yang tidak menerapkan hukum Islam dan telah melalaikan semua atau sebagian kewajibannya terhadap rakyatnya sendiri.
Bahkan pada akhirnya, kaum Muslimin semakin jauh dari kegiatan da’wah yang sebenarnya, yaitu da’wah yang berusaha membina wawasan umat terhadap aqidah dan syariatNya (hukum Islam), serta da’wah yang membina wawasan kontrol politik (terhadap penguasa) di seluruh dunia, khususnya di negeri-negeri Islam.
Juga, masyarakat semakin lupa untuk berusaha mengembalikan kekuasaan Islam dengan cara menegakkan pemerintahan khilafah Islam yang dapat mempersatukan seluruh negeri-negeri kaum Muslimin dan memelihara semua urusan dan kepentingan mereka.
Kendati Islam telah memerintahkan kepada orang-orang yang berkecukupan untuk menolong kaum lemah yang menderita dan memang membutuhkan santunan, namun Islam juga mengajak kaum Muslimin dari kalangan menengah.
Sumber: Kelas Kyutri, Jumat, 25 Januari 2013.