Penjelasan Lembaga Non-Profit/Organisasi Nirlaba
Lembaga non-profit atau organisasi nirlaba merupakan salah satu bentuk organisasi yang sudah ada sejak lama dalam masyarakat indonesi. Dalam dunia pendidikan, Taman Siswa dapat dijadikan contoh. Demikian juga dalam bidang kesehatan, lembaga yang menaungi Rumah Sakit Cikini Jakarta misalnya adalah Yayasan. Dua contoh diatas menunjukkan bahwa lembaga non-profit sudah lama hadir di kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Meskipun sudah hadir sejak lama, kepedulian terhadap pembinaan serta pengembangannya masih sangat minimal. Contohnya, pengaturan terhadap Yayasan baru dilakukan pada tahun 2001 dengan terbitnya UU nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Itu pun kemudian segera direvisi dengan UU nomor 28 tahun 2004. Keduanya masih belum dapat dilaksanakan secara sempurna karena masih banyak aturan pelaksanaan yang belum diterbitkan. Salah satunya yang baru karena masih banyak aturan pelaksanaan yang belum diterbitkan.
Salah satunya yang baru diselesaikan adalah Peraturan Pemerintah nomor 63 tahun 2008. Demikian juga untuk bentuk lembaga non-profit lain yang disebut sebagai ormas (organisasi masyarakat), yang terakhir diatur dalam UU tahu 1985 dan baru tahun 2011 ini dimulai penyempurnaannya dengan revisi UU. Perkumpulan suatu bentuk lembaga non-profit yang berdasarkan keanggotaan diatur terakhir dengan peraturan zaman Hindia Belanda. Asosiasi perusahaan sejenis, organisasi profesi tertentu seperti dokter, insinyur dan akuntan merupakan contoh beberapa lembaga non-profit yang belum jelas pengaturannya.
Dari sisi keuangan,pengaturan yang sangat minimal pun terjadi. Meskipun sudah diketahui bahwa ciri khas operasional dan karakteristik keuangan lembaga non-profit relative berbeda dengan lembaga yang bermotif profit, tetapi baru pada tahun 1997 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan panduan untuk lembaga non-profit. Panduan ini disebut sebagai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang pelaporan keuangan organisasi non-profit (non-profit).
Diberikan waktu beberapa tahun agar PSAK ini menjadi wajib. Namun pada praktiknya meskipun sudah diwajibkan sejak tahun 2000, PSAK belum dipahami dan diimplementasikan secara penuh karena kendala pemahaman teknis. Di samping itu, tidak tersedia insentif dan disinsentif bagi lembaga yang sudah dan belum menerapkannya.
Dari aspek perpajakan, pengaturan untuk lembaga non-profit di Indonesia sangat sederhana dan cenderung mengabaikan fakta bahwa organisasi non-profit memiliki banyak perbedaan dengan organisasi komersial. Bahkan masih ada anggapan dari kalangan lembaga non-profit bahwa karena mereka bukan mencari laba, maka otomatis bebas pajak atau tidak perlu membayar pajak. Anggapan ini setengah benar setengah salah. Intinya pemahaman tentang peraturan pajak yang terkait dengan lembaga non-profit ternyata masih sangat minimal dan cenderung salah kaprah.
Pada perkembangannya, banyak lembaga non-profit yang berjalan pada dua jalur. Pada satu sisi ia melakukan pekerjaan sosial. Pada sisi lain, untuk membiayainya ia juga melakukan kegiatan komersial. Keuantungan yang diperoleh dari jalur komersial kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan sosialnya. Atau, beberapa bahkan berjalan pada jalur ketiga, yaitu memupuk pendapatan melalui kegiatan sosialnya sendiri. Misalnya yayasan pendidikan yang memupuk pendapatan dari proses pendidikan di sekolahnya. Demikian juga yayasan yang mengurus orang tua jompo dengan memungut bayaran dari penghuninya.
Sejalan dengan perkembangan zaman, terutama di kota-kota besar, bidang yang tadinya tergolong sosial ternyata kini bisa menjadi komersil alias menghasilkan keuntungan. Sebut saja bidang kesehatan dan pendidikan. Pada era lalu, yayasan swasta mendirikan sekolah-sekolah pada pelbagai tingkatan. Sekolah swasta ini membantu pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan kepada masyarakat karena pemerintah belum mampu.
Kini banyak yayasan swasta yang sengaja mendirikan sekolah serta mengelolanya sebagaimana pengelolaan industri. Pada sektor kesehatan, setali tiga uang, layanan kesehatan diberikan dengan mendirikan rumah sakit yang membidik masyarakat berpenghasilan tinggi. Bahkan pendirian rumah jompo pun sudah tidak lagi murni sosial, dengan beroperasinya rumah-rumah jompo ekslusif yang menyediakan pelayanan prima dengan biaya yang tidak murah tentunya. Tentunya tiap-tiap pengelola memiliki alasan yang kuat di belakang pendirian berbagai fasilitas ini.
Beberapa literatur mencoba mendefinisikan lembaga non-profit dari sifat atau karakter lembaga yang terlihat sehari-hari. Definisi-definis berikut diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penggolongan suatu lembaga, apakah termasuk non-profit atau bukan.
Judul buku: Manajemen Keuangan Lembaga Nirlaba (Penjelasan Lembaga Non-Profit/Organisasi Nirlaba), Penulis: Pahala Nainggola, Hal: 1-2.