Pendidikan untuk Mengembangkan Perdesaan
Untuk mengetahui bentuk pendidikan yang pas untuk mengembangkan perdesaan, pertama-tama kita perlu mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat perdesaan. Untuk itu kita perlu melihat kondisi yang terjadi di perdesaan dewasa ini, bahwa sebagian besar penduduk desa miskin dan terbelakang. Jadi, berbicara tentang desa, sebenarnya, kita tengah berbicara tentang kemiskinan dan keterbelakangan.
Pada 1983, Dr Edouard Saouma, Dirjen FAO waktu itu, dalam pidato peringatan Hari Pangan Sedunia ke III, mengatakan bahwa sekalipun bantuan kemanusiaan FAO telah banyak mencapai hasil, tetapi belum tuntas mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan. “Karena itu kita harus melihat dengan kesadaran penuh pada realitas kesengsaraan, adanya petani tak bertanah, pengangguran, dan kepapaan petani dusun yang merupakan gambaran khas daerah perdesaan di negara-negara Dunia Ketiga,” tuturnya. “Para petani kecil,” kata Saoma selanjutnya, “pada umumnya hidup miskin, sehingga tidak dapat memperoleh kredit yang memadai untuk modal kerja, dan terpaksa anak-anak para keluarga petani tidak dapat memperbaiki generasi berikutnya.” (Kompas, 17 Oktober 3). Kiranya perlu ditambahkan pula bahwa Bank Dunia, dalam laporannya yang berjudul World Development 1978, menyatakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia yang secara absolut berada di bawah garis kemiskinan berjumlah 600 juta jiwa, 540 juta di antaranya hidup di negara-negara sedang berkembang yang berpendapatan rendah. Jumlah ini, menurut perkiraan Microcredit Summit yang berlangsung di Washington, AS, pada 1997, akan membengkak menj adi 1.200 juta.
Kenyataan ini betul-betul sangat memprihatinkan kita semua, terutama terhadap implikasi kemanusiaannya. Seperti dikatakan oleh Ismid ,hadad (1980), “Sungguhpun kita semua juga tahu, bahwa kondisi kemelaratan itu sudah mencekik kehidupan rakyat miskin di berbagai negara dan daerah sejak beberapa generasi lampau, namun dengan kehadiran jumlah armada kaum paria yang begitu dahsyat dan seperti secara permanen harus dibiarkan terus dirundung malang, bukan saja melambangkan kejamnya sistem yang ada, tetapi melukiskan juga betapa labil dan suramnya hari depan umat manusia.”
Disarikan dari buku: Pemberdayaan Orang Miskin, Penulis: Bambang Ismawan, Hal: 59-60.