Pemerintah Abaikan Potensi Lahan Kering
Kupang, Kompas — Kebijakan pemerintah sejak lama mengabaikan potensi lahan kering. Padahal, luas lahan kering mencapai 65,7 juta hektar atau 90,5 persen dari total lahan pertanian seluas 73,4 juta hektar.
Hal itu mengemuka pada peluncuran sekaligus bedah buku Revisitasi Lahan Kering karya pengajar Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang, Fred L Benu dan IW Mudita, di Kupang, Selasa (10/9). Acara bedah buku itu menghadirkan narasumber Ben Mboi, Gubernur NTT 1978-1988, dan WII Mella, pengajar Fakultas Pertanian Undana, serta dipandu Simon B Silli.
Fred menilai ada semacam inkonsistensi arah kebijakan pemerintah dan produksi pangan. Indonesia punya potensi lahan kering sangat luas dibandingkan dengan lahan basah atau sawah. Namun, pemerintah berpihak kepada ekspansi dan optimalisasi potensi lahan basah, khususnya sawah, untuk meningkatkan produksi pangan.
Fred menunjuk contoh subsidi benih, pupuk, dan pestisida. ”Subsidi jelas lebih untuk peningkatan produksi padi sawah. Anggarannya mencapai Rp 20 triliun, sedangkan budidaya lahan kering terabaikan,” kata guru besar ekonomi pertanian itu.
Menurut Ben Mboi, kebijakan pertanian nasional seharusnya tak boleh disamaratakan, yang hanya fokus pada lahan basah. Berdayakan juga pertanian di lahan kering.
IW Mudita menegaskan, NTT yang kaya lahan kering seharusnya diposisikan sebagai potensi, bukan bencana. Karakter kering membuat lahan ditumbuhi cendana, lontar, penghasil madu, serta menjadi padang lepas peternakan sapi dan kerbau.
Di NTT, lontar jadi sumber hidup sebagian besar masyarakat etnis Sabu dan Rote. (ANS)
Sumber: KOMPAS, Rabu, 11 September 2013.