Organisasi Pembelajar Menuntut Suasana Kerja yang Kondusif
Kebanyakan organisasi kurang memahami potensi manusia sebagai penghela organisasi, atau potensi karyawan sebagai sumber pembentuk human capital organisasi. Fenomena ini terjadi karena organisasi kurang memahami potensi yang bersumber dan kompetensi karyawan, yang bersama-sama dengan modal fisik dapat meraih kekayaan bagi organisasi serta kesejahteraan bersama secara maksimal. Kondisi ini terjadi terutama karena tidak adanya rasa kebersamaan dan rasa saling percaya antara pemilik perusahaan, manajemen dan para karyawannya. Pemilik tidak percaya kalau karyawannya memiliki kompetensi yang sebenarnya “tidak terbatas”, bahkan pemilik sering memperlakukan karyawan sebagai manusia yang harus selalu dicurigai, sehingga tidak jarang pemilik merasa harus melakukan pengawasan yang berlebihan sampai kadang-kadang tidak manusiawi. Akibatnya, karyawan menjadi apatis, tidak kreatif, tidak berdaya dan merasa tidak mampu menumbuhkan kompetensinya, sehingga pada akhirnya karyawan menjadi, beban organisasi.
Para anggota organisasi yang memiliki kompetensi tinggi, belum tentu berhasil membentuk masyarakat pengetahuan yang mampu membangun tim dan organisasi pembelajar. Kumpulan dari karyawan yang cerdas, belum tentu mampu membangun organisasi yang cerdas tanpa “habitat” belajar yang kondusif. Fenomena ini terjadi karena manajemen tidak memiliki pengetahuan dan talenta tentang syarat-syarat perlu dan cukup untuk terjadinya proses transformasi kompetensi pekerja menjadi human capital organisasional yang efektif. Manajemen kurang memiliki pengetahuan mengenai faktor laktor yang dapat memfasilitasi atau memotivasi efektifitas proses transformasi pengetahuan dalam organisasi. Kebanyakan manajemen menganggap karena mereka merasa sudah memberikan gaji/upah, maka karyawan seharusnya mampu tumbuh sendiri, mampu belajar sendiri, mampu menciptakan kekayaan bagi perusahaan secara otomatik, walaupun habitat organisasinya tidak mendukung.
Masalah kritikal bagi organisasi masa depan adalah bagaimana agar organisasi memiliki kondisi suasana kerja serta mekanisme yang mampu membangkitkan semangat dan mendorong terciptanya pengetahuan-pengetahuan eksplisit dan tasit seluruh anggotanya, sehingga terjadi inovasi yang mampu memaksimumkan nilai tambah organisasi tantangan bagi manajemen adalah: “bagaimana kita dapat memunculkan potensi-potensi insani yang terpendam ini?”, Selanjutnya, setelah gagasan serta imajinasi-imajinasi inovatif itu berkembang dengan subur, adalah bagaimana agar pengetahuan tasit yang diwujudkan dalam visi yang masih bersifat abstrak dapat transformasikan menjadi pengetahuan eksplisit, menjadi metodologi-metodologi kuantitatif praktis untuk menunjang kemampuan rekayasa organisasi yang sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produk/jasa pelayanan yang kompetitf dan memenuhi keinginan/kebutuhan konsumen.
Dalam tatanan ekonomi baru, manusia sebagai pelaku utama merupakan sumber utama terbentuknya teknologi penentu keberhasilan organisasi, tidak dapat lagi diperlakukan sekedar sebagai sumber daya. Hartanto (1994) menjelaskan bahwa saat ini kita membutuhkan manusia pelaku yang dapat menjalankan peran sebagai pengendali, penguasa, dan sekaligus sebagai pemanfaat dan sistem ekonomi, bukan lagi semata-mata sebagai pelaksana atau bagian dari sistem ekonomi manusia-mesin yanq harus bekerja sesuatu dengan aturan yang diabdikan pada kepentingan sistem kerja. Kita juga harus mengakui tenaga pekerja suatu organisasi sebaiknya diperlakukan sebagai manusia yang memiliki cita-cita, motivasi, wawasan serta semangat belajar inovatif. Pekerja harus diakui sebagai insan yang memiliki kedudukan sentral di dalam sistem kerja. Manusia bukan sekedar sumber daya organisasi yang dibutuhkan dan dipekerjakan karena memiliki kompetensi intelektual (pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang relevan), namun manusia harus diperlakukan sebagai anggota organisasi yang memiliki potensi yang sangat menentukan keberlangsungan serta perkembangan organisasi. Pada era kini, kita perlu menyadari dan meyakini akan pentingnya manajemen sarat dengan serta kepemimpinan yang memiliki tata nilai hubungan kemanusiaan, sehingga daya insani (teknologi yang bersumber dari pengetahuan manusia) serta kemudian mengembangkan dan mengarahkan untuk mencapai sasaran dan visi organisasi di masa depan.
Sumber: Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajaran, Penulis: Jann Hidayat Tjakraatmadja, Donald Crestofel Lantu, Hal: 17-19.