Metafor Organisasi Mekanis, Biologis, Humanis
Lebih jauh, mari kita bahas perbedaan organisasi mekanis, organisasi biologis dan organisasi humanis. Organisasi mekanis, menganggap manusia sebagai mesin, yang mampu hidup jika dihidupkan dan akan mati jika dimatikan. Manusia dalam organisasi dipandang sebagai salah satu unsur organisasi yang memiliki dimensi fisik yang konkrit dan dimensi rohani (pikiran) yang abstrak, sehingga pimpinan perusahaan tidak tertarik untuk memanfaatkan dimensi pikiran para pekerja yang bersifat abstrak dan kompleks. Pada akhirnya, organisasi hanya mampu memanfaatkan potensi dimensi fisik manusia yang bersifat konkrit dan mekanikal, karena organisasi tidak mampu memanfaatkan potensi kekuatan pikiran para pekerja yang abstrak, walaupun sebenarnya memiliki kapasitas karsa dan karya yang jauh lebih besar dari sekedar kapasitas fisiknya.
Organisasi mekanis bersifat sangat kaku, sulit menyesuaikan diri untuk memenuhi tuntutan perubahan, kecuali direkayasa oleh manajemen, bahkan sering harus direkayasa ulang (reengineering atau lebih jauh dengan turn around) – dalam hal ini, organisasi lama dihancurkan dan kemudian seolah-olah membangun kembali organisasi baru. Namun kenyataanya, upaya rekayasa ulang sering gagal mencapai tujuan, karena manusia yang ada di “organisasi baru” pada hakekatnya adalah manusia lama, yang sering terlupakan atau tidak diperhatikan oleh manajemen untuk diubah terlebih dahulu. Organisasi biologis menganggap manusia hanya memiliki kemampuan sebagaimana mahluk biologis, yang memiliki kemampuan untuk “bergerak atau tumbuh”, namun hanya mengandalkan pikiran rasional dan logika. Organisasi ini memperlakukan setiap entitas merupakan bagian dari anggota organisasi, sehingga mampu melakukan koordinasi secara harmonis. lbarat tubuh manusia, dimana setiap anggota tubuh memiliki peran dan fungsi yang berbeda namun harmonis, dinamis dan saling terkait secara integratif. Jika ada salah satu anggota atau bagian tubuh manusia terluka, seluruh tubuh dapat merasakan sakitnya, dan selanjutnya anggota tubuh tersebut mampu melakukan regenerasi selnya untuk mengobati lukanya secara mandiri (otonom), asalkan kadar luka tersebut masih dalam batas kemampuan untuk disembuhkan secara mandiri. Organisasi dapat digambarkan sebagai mahluk hidup, dengan kemampuan otomasi, setiap bagian memiliki peran dan kemampuan yang unik serta saling melengkapi, namun masih tunduk pada hukum alam, dan bisa dipahami cukup dengan menggunakan pikiran rasional dan logika. Organisasi biologis hanya mampu belajar dengan baik atau relatif fleksibel untuk berubah mengikuti stimulus jika jenis dan variansi stimulus tersebut masih dalam batas rasional dan logika. Lain halnya dengan organisasi humanis, menganggap dan memperlakukan manusia secara utuh, karena selain sebagai mahluk biologis, manusia juga adalah mahluk emosional dan spiritual – artinya, selain memiliki kemampuan berpikir logika dan rasional, manusia juga memiliki kemampuan berpikir dengan menggunakan perasaan dan instink.
Pada kenyataannya, organisasi hidup di tengah-tengah masyarakat (sosial), bukan hanya di alam (nature). Suatu kehidupan berlangsung karena ada sistem yang mengatur (hukum) peran dan fungsi setiap mahluk atau mengatur setiap bagian pembentuk kehidupan tersebut. Setiap kehidupan membutuhkan aturan yang mengikat dirinya dalam kehidupan yang lebih besar, sesuai dengan fitrahnya. Alam akan tetap mampu berfungsi dan berperan sebagai alam, jika manusia mampu melestarikan berjalannya sistem atau hukum tentang alam. Begitu pula, manusia akan mampu menjaga peran dan fungsinya sebagai manusia, jika manusia mampu mempertahankan fitrahnya – artinya, mampu menjaga dirinya agar tidak melanggar hukum alam (kimia, fisika, biologi) yang mengatur kehidupan fisik manusia, dan sekaligus mampu memelihara hukum psiko-sosial untuk menjaga kesehatan jiwanya sekaligus mengatur hubungan interpersonal atau sistem/hukum yang disepakati di dalam kelompok sosialnya.
Organisasi yang baik, selain dituntut untuk memiliki kepekaan dan kesadaran akan masalah-masalah yang terkait dengan alam dan sekitarnya, juga diharapkan memiliki kepekaan dan kesadaran untuk mampu memecahkan permasalahan sosial dan sekitarnya. Tidak semua permasalahan sosial bisa dipahami dengan menggunakan pikiran rasional dan logika. Permasalahan sosial jauh lebih dinamis dan lebih kompleks dibandingkan masalah biologis. Permasalahan sosial sulit diprediksi arah perubahannya dan untuk memahami dan menanganinya membutuhkan kreativitas dan inovasi. Oleh sebab itu, organisasi dituntut untuk lebih fleksibel, kreatif dan mampu belajar secara harmonis, seperti permainan sebuah orkestra atau tim olahraga yang kreatif namun tetap kompak dan patuh pada aturan permainan yang disepakati.
Dari ilustrasi diatas, organisasi akan mampu “hidup” secara berkelanjutan sebagaimana layaknya mahluk hidup, jika organisasi tersebut mampu berjalan dalam koridor hukum, baik hukum yang berbentuk tata cara kerja internal organisasi maupun hukum yang mengatur faktor-faktor sosial, seperti hukum kepemerintahan. Kemasyarakatan maupun hukum alam itu sendiri. Manusia sebagai anggota organisasi, diberi peran utama untuk mampu menjaga agar sebuah organisasi mampu berjalan seimbang antara tuntutan untuk tetap tunduk pada aturan berorganisasi sekaligus mampu menggunakan akal dan pengetahuannya, serta rasa dan instinknya, agar organisasi bisa menghasilkan kesejahteraan lahir dan batin bagi semua manusia dan alamnya.
Disarikan dari buku: Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar, Penulis: Jann Hidayat Tjakraatmadja, Donald Crestofel Lantu, Hal: 25-28.