Menuju Kemandirian KSM
Kemandirian KSM bukanlah barang jadi atau sesuatu yang ada dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari proses pemberdayaan yang dilakukan secara terus menerus. Proses pemberdayaan itu didasarkan pada tiga faktor utama, yakni faktor internal, faktor eksternal, dan faktor aktivitas pendampingan.
Faktor Internal
Ada empat faktor yang sangat berpengaruh dalam proses perwujudan kemandirian KSM, yakni anggota, pengurus, kegiatan, dan mekanisme kerja.
Anggota. Suatu KSM terbentuk ketika beberapa individu mengikrarkan diri, baik secara formal maupun informal, untuk berinteraksi dan bekerjasama guna mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, inti atau core dari KSM adalah individu. Suatu KSM dapat mandiri apabila individu-individu dalam kelompok memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk itu. Jadi, salah satu prasyarat dari kemandirian KSM adalah memadainya kualitas anggota. Kualitas yang dimaksud menyangkut hal-hal seperti keluasan wawasan, kedalaman pengetahuan, kematangan mental, dan penguasaan ketrampilan. Selain itu, berbagai pengalaman menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota suatu KSM, semakin kuat pula KSM tersebut. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya sumber daya yang bisa dikumpulkan dan didayagunakan. Dengan demikian, kemandirian KSM juga dapat dicapai dengan memperbesar jumlah anggota.
Pengurus. Pada kenyataannya, motor penggerak dari KSM adalah pengurus. Mati hidupnya KSM amat sering ditentukan oleh aktif tidaknya pengurus. Melihat kenyataan ini, upaya memandirikan KSM juga harus upaya meningkatkan kualitas pengurus. Pengurus diharapkan komitmen yang tinggi, kemampuan manajerial yang memadai, wawasan yang terbuka, jaringan yang luas, dan jiwa kepemimpinan yang menonjol.
Kegiatan. Satu hal yang sangat penting dalam upaya memandirikan KSM, tetapi kerapkali disepelekan, adalah memilih kegiatan yang tepat. Sering didengar keluhan dari pengurus atau pendamping KSM, bahwa weskipun berbagai bentuk kegiatan telah dilakukan tetapi kelompok tidak kunjung mandiri, bahkan ketergantungan anggota semakin besar. Keluhan itu muncul karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak diarahkan memenuhi kebutuhan riil anggota, melainkan semata untuk mengejar target kegiatan atau program kerja. Tindakan semacam ini, untuk jangka panjang, jelas tidak akan mendapatkan dukungan dari anggota. Anggota tidak akan termotivasi untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas kelompok. Akibatnya, kemandirian KSM akan sulit diwujudkan.
Mekanisme kerja. Suatu KSM dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien apabila memiliki mekanisme kerja yang jelas. Banyak orang sepakat dengan hal ini, termasuk para pendamping dan pengurus KSM. Tetapi banyak fakta memperlihatkan, mekanisme kerja yang telah disusun tidak berjalan sebagaimana mestinya; pengurus kebingungan, apalagi anggota. Akhirnya kelompok menjadi macet. Fakta-fakta ,semacam ini merupakan cerminan dari ketidak cermatan para pendamping dan pengurus dalam menetapkan mekanisme kerja yang sesuai dengan kelompok. Amat sering dijumpai, pendamping atau pengurus yang telah mendapatkan pelatihan manajemen modern menerapkan begitu saja berbagai prinsip manajemen tersebut ke dalam kelompok. Prinsip-prinsip manajemen modern ini, pada kenyataannya, malah sering menjadi masalah karena tidak sesuai dengan tradisi, kultur, pengetahuan, dan kemampuan anggota. Berdasarkan pengalaman ini, mekanisme kerja pada awalnya harus disusun sesuai dengan tingkat pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, dan praktik hidup anggota. Baru pada tahap selanjutnya mekanisme kerja diselaraskan dengan tingkat perkembangan anggota dan kompleksitas pekerjaan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern.
Faktor Eksternal Kelompok
Sebagai satu entitas sosial-ekonomi, KSM mau tidak mau akan terpengaruh oleh berbagai faktor eksternal. Tiga faktor eksternal yang mempengaruhi KSM secara signifikan adalah lingkungan sosial-ekonomi, hubungan dengan pamong, serta ada tidaknya program-program yang terpadu.
Lingkungan sosial-ekonomi. Multi-krisis yang melanda Indonesia saat ini telah mempengaruhi masyarakat luas, termasuk KSM. Sikap saling tidak percaya dan saling curiga, sebagai dampak dari krisis sosial politik yang lebih luas, telah menghantam fundamen kelompok: kepercayaan dan keterbukaan. Akibatnya, KSM bukan hanya sulit menjalankan aktivitasnya, tetapi juga sulit mempertahankan keberadaannya. Jelaslah bahwa lingkungan sosial-ekonomi yang kondusif merupakan prasyarat bagi kemandirian KSM.
Hubungan dengan Pamong. Pamong bagi masyarakat perdesaan memiliki fungsi dan peran yang penting, apabila tidak boleh dikatakan dominan. Dengan demikian, KSM yang hidup di daerah perdesaan harus memiliki hubungan yang luwes dengan pamong. Pada satu sisi KSM dituntut untuk baik, artinya penuh pengertian dan saling mendukung, dan di sisi lain dituntut untuk tidak terdominasi atau terkooptasi oleh pamong. Pengurus dan pendamping KSM diharapkan mampu menjaga jarak dengan pamong. Kemampuan untuk menjaga jarak inilah yang akan menentukan kemandirian KSM tanpa harus berseberangan dengan pamong.
Program-program Terpadu. Beberapa waktu yang lalu beberapa LSM melakukan kritik terhadap pemerintah menyangkut pelaksanaan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dianggap telah mematikan kemandirian masyarakat. Kritik itu menunjukkan bahwa seringkali program-program yang didesain dan dilaksanakan oleh pemerintah mengabaikan soal kemandirian KSM. Bagaimanapun, kemandirian KSM juga dipengaruhi oleh program-program yang memperhatikan keberadaannya dan menjadikan mereka sebagai bagian integral dari berbagai proyek pembangunan.
Faktor Pendampingan
Pendampingan KSM sangat penting bagi upaya memandirikan belompok, karena anggota KSM seringkali terdiri dari individu yang memiliki pengetahuan terbatas di bidang manajemen, pemasaran, teknologi. Namun demikian, tidak jarang ditemui hal yang sebaliknya. Justru pendampinganlah yang menjadi sebab ketidakmandirian KSM. Hal menimbulkan pertanyaan, pendampingan macam apakah yang mampu memandirikan KSM? Berikut jawabannya.
Wawasan yang luas. Lembaga Pendampingan harus berwawasan , dengan memperlakukan KSM bukan sebagai proyek atau milik pribadi: Lembaga Pendamping harus memperlakukan KSM sebagai entitas yang memiliki tujuan dan agenda sendiri. Pendamping adalah mitra dan fasilitator yang membantu KSM melaksanakan agenda-agendanya mencapai tujuannya sendiri. Wawasan yang luas juga berarti menuntut pendamping untuk peka terhadap kebutuhan (need) kelompok, sehingga kegiatan pendampingan dapat didasarkan pada pemenuhan kebutuhan tersebut.
Organisasi yang sesuai. Seperti halnya mekanisme kerja KSM, organisasi pendampingan seringkali didesain sedemikian canggih sehingga justru tidak efektif diterapkan dalam praktik lapangan. Berbagai sistem pengawasan, pembagian kerja, pengembangan usaha, jaringan disusun seperti halnya suatu organisasi modern dan kosmopolit. Sementara itu, tuntutan di lapangan tidak sekompleks yang dibayangkan. Organisasi pendampingan semestinya didesain sesederhana mungkin dan berorientasi pada praksis. Lembaga pendampingan seharusnya berjalan mengikuti perkembangan kelompok.
Tenaga pendamping yang tepat. Tenaga pendamping merupakan ujung tombak dari upaya pemberdayaan KSM. Karena itulah, tenaga pendamping harus memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai agar mampu mengemban tugas sebagai agen pemberdayaan KSM. Dari berbagai kriteria yang harus dipenuhi oleh tenaga pendamping, ada tiga kriteria yang sangat mendasar, yaitu: a). memiliki wawasan yang tepat tentang kegiatan yang dijalankan, yaitu pemberdayaan dan pendampingan. Mereka perlu mengetahui secara persis apa yang dimaksudkan dengan pemberdayaan partisipatif berikut aspek strategis dan konsekuensinya; b). memiliki kemampuan berkomunikasi sesuai dengan “bahasa” kelompok masyarakat yang didampingi; c). memiliki kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan nilai, norma, dan tradisi masyarakat setempat. Kemampuan ini akan sangat mempengaruhi tingkat akseptasi masyarakat.
Disarikan dari buku: Pemberdayaan Orang Miskin, Penulis: Bambang Ismawan, Hal: 16-20.