Mengecek Modal Dasar LSM
Apa modal dasar LSM? Utamanya adalah moral. Itu sebabnya pada awal 1980-an di samping kelompok politik dan kelompok bisnis, LSM mengklaim dirinya sebagai kelompok moral. Menurut catatan Transparency International (TI), bahwa sepanjang 2002 dinilai sebagai tahun kekecewaan dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Hal demikian terjadi karena Indonesia hampir tidak mempunyai pejabat publik yang memiliki integritas moral. Kekecewaan lain adalah soal penegakan hukum, yakni berkeliarannya dengan bebas para koruptor meskipun lembaga peradilan telah menjatuhkan vonis bersalah. Menurut Indonesian Corruption Watch (ICW) tak kurang 14 koruptor yang divonis bersalah, baik pada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi, tetapi tidak ditahan dan bebas sebagaimana masyarakat biasa. Semakin transparan bahwa hukum tidak sama diterapkan pada orang yang kebetulan sedang berkuasa, dan orang kecil. Statement bahwa setiap warga negara sama di depan hukum omong kosong.
Persoalannya, apakah LSM masih memiliki integritas moral? Atau sesungguhnya pada LSM sedang terjadi kebangkrutan moral? Apa modal dasar untuk efektifnya manajemen LSM? Tetsuya Araki & Purwoko, menyimpulkan bahwa sustainability kelembagaan LSM akan terjadi bilamana ada lima syarat utama yakni: 1) visi, misi dan strategi; 2) komitmen yang kuat dari SDM; 3) sistem informasi yang terbuka; 4) sistem struktur yang horizontal, dan; 5) kemampuan manajemen. Di era Reformasi dengan luasnya spektrum keberadaan dan kebebasan berekspresi telah melahirkan sangat banyak “pahlawan” yang mengklaim diri sebagai LSM. Apakah lima modal dasar di atas sudah dimiliki? Bagi LSM yang telah hadir sebelum reformasi, pernahkah melakukan audit dan refleksi atas lima modal dasar di atas? Salah satu contoh, apakah sistem informasi kita sudah transparan? Tumbuhkah kesadaran baru kelompok dampingan akibat dari sentuhan visi dan misi kita?
Semua pertanyaan di atas kiranya hanya ada dalam tataran “in mind“. Apa peduli, tokoh LSM tidak diminta pertanggung-jawaban oleh yang lain kecuali lembaga donor? Kalaupun ada semacam LPJ pada kebanyakan forum, sifatnya lebih banyak “hura-hura” dan instrumental daripada “teliti” dan substansial. Apakah semua itu merupakan tanda-tanda kebangkrutan?
Disarikan dari buku: Kritik & Otokritik LSM, Editor: Hamid Abidin, Mimin Rukmini, Hal: 54-55.