Manajemen Kerelawanan
Kerelawanan merupakan sumbangan masyarakat bagi pengembangan pembangunan masyarakat sipil. Relawan memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan sektor nirlaba khususnya organisasi nirlaba (LSM). Masyarakat sipil yang kuat hanya mungkin dibangun dengan dukungan keberadaan organisasi nirlaba yang berdaya dan filantropi yang efektif.
Kerelawanan juga merupakan proses pendidikan masyarakat. Tidak ada seorang pun bersedia menjadi relawan tanpa menanyakan “saya bekerja untuk apa?” Lembaga harus menjelaskan isu apa yang sedang diperjuangkan secara menarik sehingga hati dan pikiran calon relawan menjadi terbuka serta secara sukarela bersedia menyumbangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membantu lembaga mencapai visi dan misi lembaga. Relawan memiliki peranan penting dalam (1) filantropi, (2) fundraising (seorang relawan dapat menjadi donatur yang sangat loyal), (3) kaderisasi, (4) peningkatan akuntabilitas lembaga, dan (5) sebagai penghubung antara lembaga dan publik (vital link).
Dalam budaya Indonesia kerelawanan sebenarnya bukan hal baru. Sejak jaman dahulu, kerelawanan sudah mengakar dalam tradisi dan dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat. Bentuk kerelawanan yang paling umum dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah gotong-royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembagunan sarana sosial, perkawinan, maupun kematian. Para pemuda, orang tua, dan wanita secara sukarela memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang, dan sarana sesuai dengan komponen mereka.
Sedangkan di perkotaan, nilai-nilai kerelawanan sudah mulai luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga lebih memilih membayar uang atau mewakilinya ke pembantu dari pada harus tekena giliran.
Namun demikian, seiring dengan menjamurnya lembaga nirlaba atau LSM di Indonesia paska-reformasi dan rentetan bencana alam serta kerusakan yang kuantitasnya lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, semangat relawan (voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity) nampak semakin menonjol. Bahkan Prof. Mitsua Nakamura, research fellow di Harvard University mengatakan bahkan meningkatkannya kerelawanan dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia menuju adanya peringatan pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil (civil societ) dan kemungkinan besar dapat menjadi sebuah faktor politik yang penting di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil tersebut harus dipertahankan bahkan diperkuat agar semangat solidaritas kemanusiaan dan kerelawanan di masyarakat Indonesia tidak hilang.
Pemerintah Indonesia juga mulai memandang pentingnya peran kerelawanan dalam pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan kerelawanan dan meningkatkan kapasitas relawan di Indonesia, pada bulan Agustus 2003 Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi bekerja sama dengan UNDP membuka Pusat Pemgembangan Kerelawanan (Volunter Development Center atau VDC). Di samping sebagai pusat informasi relawan dan kerelawanan di Indonesia, VDC yang berfungsi sebagai forum bagi relawan, organisasi kerelawanan dan stakelolder yang lain untuk saling bertukar informasi, pengetahuan, skill dan keahlian.
Hampir semua LSM baik organisasi karitas, organisasi pelayanan masyarakat dan organisasi advokasi membutuhkan relawan. Bahkan partai-partai politik juga memerlukan jasa relawan. Sayangnya, banyak lembaga yang hanya melibatkan relawan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat incidental saja, belum mensinergikan relawan dalam struktur lembaga sebagai bagian penting lembaga yang juga memiliki peranan penting untuk mencapai visi dan misi lembaga serta untuk keberlanjutan mencapai misi lembaga di misi mendatang. Potensi kerelawanan masih digunakan sebatas untuk menanggulangi berbagai masalah yang diakibatkan bencana alam dan penyakit, belum disinergikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial secara lebih strategis. Akibatnya, relawan tidak dikelola secara profesional dan akhirnya lembaga akan kehilangan media kampanye yang efektif dan modal sosial (social capital) yang sangat mahal. Yang akhirnya, lembaga akan kehilangan dukungan publik dalam memperluas gerakan sosial.
Manfaat Memiliki Relawan
Relawan telah menjadi sumber daya yang bernilai bagi sebagian besar lembaga non-profit (LSM). Ada beberapa alasan mengapa LSM mulai melihat pentingnya melibatkan relawan dalam program mereka, yaitu:
Relawan memiliki peranan penting untuk membangun masyarakat sipil yang adil dan demokratis.
Hal akan membantu memperkuat tanggung jawab, partisipasi dan interaksi masyarakat sipil.
Relawan dapat memperkuat sipil.
Program relawan akan membantu mempercepat kerja perubahan sosial dan pencapaian pembagunan masyarakat yang kuat.
Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan.
Program relawan dapat meningkatkan kapasitas lembaga dalam upaya mencapai visi dan misi lembaga dan memberikan peluang atau kesempatan bagi relawan untuk dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sipil.
Program relawan kerelawanan didasarkan pada hubungan setara dan saling menghargai.
Relawan berhak untuk mendapatkan tugas yang berarti, diperlukan sebagai teman kerja yang setara, mendapatkan supervisi secara efektif, dan terlibat secara berpartisipasi secara penuh. Namun demikian, relawan juga harus bertanggung jawab dan melakukan tugas-tugasnya secara aktif berdasarkan kemampuannya dan loyal pada tujuan dan prosedur-prosedur lembaga.
Beberapa manfaat yang sering diungkapkan oleh beberapa LSM baik di Indonesia maupun di luar negeri tentang program kerelawanan, antara lain:
- Relawan dapat menjadi penghubung antara lembaga dan masyarakat, sehingga memperkuat hubungan lembaga ke masyarakat;
- Lembaga memperoleh tenaga, waktu, dan keahlian gratis yang bernilai sama atau bahkan lebih besar dari pekerjaan staf yang digaji dan bekerja penuh waktu;
- Lembaga membangun dukungan publik, yang akhirnya dapat memperluas gerakan sosial lembaga;
- Lembaga memiliki media kampanye gratis;
- Lembaga melakukan proses pendidikan masyarakat;
- Staf memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan program dan/atau perluasan kegiatan dan pelayanan yang ditawarkan lembaga;
- Memberi peluang ke staf untuk meningkatkan keahlian atau expertise di area program yang sedang mereka kerjakan;
- Staf memiliki lebih banyak waktu untuk memperkuat jaringan lembaga;
- Relawan memiliki potensi besar untuk menjadi donatur lembaga;
- Relawan memiliki sumber ide dan energi bagi pengembangan program lembaga.
Disarikan dari Buku: Panduan Manajemen Kerelawanan, penulis: Nurani Galuh Savitri, penerbit: PIRAMEDIA, 2005, bab 1, halaman: 2-10
Posted by Devani Sukma on June 30, 2011