Limbah Sawit untuk Listrik Belum Optimal
Jakarta, Kompas – Limbah sawit bisa menjadi bahan biomassa dan biogas untuk energi, tetapi saat ini belum optimal dimanfaatkan.
”Dari survei lahan sawit sekitar 10.000 hektar, bisa menghasilkan limbah untuk memproduksi listrik sekitar 30 megawatt jam,” kata Adrisman Tahar, konsultan Promotion of Least Cost Renewable in Indonesia dari lembaga kerja sama internasional Jerman (GIZ), Senin (20/5), dalam lokakarya ”Energy from Biomass and Biogas in The Agroindustry”, di Jakarta.
Adrisman mengatakan, GIZ mendorong pemanfaatan bahan bakar terbarukan. Jika sebelumnya dibahas teknik pemanfaatan limbah padi untuk bahan bakar terbarukan, kini dibahas pemanfaatan limbah sawit.
Dari produksi 45 juta ton tandan buah segar sawit diperoleh limbah berupa cangkang dengan potensi membangkitkan listrik 1,35 megawatt jam. Limbah fiber 2,7 megawatt jam, limbah tandan buah kosong 10,1 megawatt jam, dan limbah cair untuk biogas berpotensi 1,25 megawatt jam. Selain itu, limbah pelepah berpotensi 10 megawatt jam dan limbah kayu dalam masa hidup 30 tahun memiliki potensi 6,5 megawatt jam.
Limbah cangkang dan fiber selama ini dimanfaatkan untuk bahan bakar oleh perusahaan sawit bersangkutan. Namun, tandan buah kosong dan limbah lain jarang dimanfaatkan.
”Limbah tandan buah kosong dikembalikan ke kebun sawit sebagai kompos. Padahal, potensi untuk energi listrik paling besar,” kata Adrisman. Menurut dia, GIZ mengenalkan juga teknologi hidrotermal karbonasi untuk mengolah tandan buah kosong menjadi seperti batubara.
Narasumber lain, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana, memaparkan kebijakan dan regulasi mengenai bioenergi di Indonesia. Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2012 mengatur kewajiban PLN membeli listrik Rp 975 per megawatt jam dari energi terbarukan. Masalah yang dihadapi, kata Adrisman, 80 persen industri sawit jauh dari jaringan PLN. Investasi untuk membangun jaringan PLN Rp 200 juta per kilometer. (NAW)
Sumber: KOMPAS, Selasa, 21 Mei 2013.