Koperasi adalah Organisasi Ekonomi Lemah
Banyak kalangan, terutama pejabat pemerintah, menyatakan bahwa di negara kita terdapat tiga bangun ekonomi yang berkembang bersama-sama, yaitu bangun negara, bangun swasta, dan bangun koperasi (meski pada hakikatnya koperasi itu adalah swasta juga). Menurut Undang-undang No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian, anggota koperasi terdiri dari orang-orang (swasta) atau badan hukum koperasi (yang anggotanya terdiri dari orang-orang swasta pula). Dengan pengertian ini, walaupun koperasi beranggotakan pegawai negeri, misalnya, status keanggotaan mereka tetap sebagai swasta.
Hal yang membedakan koperasi dengan badan usaha ekonomi swasta lainnya adalah, bahwa badan usaha ekonomi swasta lebih memusatkan diri pada modal atau merupakan perkumpulan modal. Dengan demikian, kekuasaan dalam badan tersebut ditentukan oleh besarnya modal (saham) yang dimiliki oleh seseorang. Sebaliknya, koperasi memusatkan diri pada orang. Artinya, dalam menentukan kebijakan, setiap anggota koperasi memiliki hak yang sama, tidak bergantung pada banyaknya saham (satu orang satu suara).
Selain itu, koperasi memiliki kaitan langsung dengan usaha-usaha mencerdaskan kehidupan rakyat, peningkatan taraf hidup, dan pemerataan pendapatan masyarakat. Ciri-ciri khusus yang ideal dari koperasi ini tidak dimiliki oleh sektor swasta lain. Namun, justru karena memiliki peranan yang bersifat ideal inilah koperasi menjadi badan usaha ekonomi yang sulit dikembangkan dibandingkan dengan organisasi ekonomi lain. Di negara-negara yang sudah maju (seperti Eropa, Amerika, Australia), untuk mengembangkan koperasi hingga menjadi suatu gerakan ekonomi nasional yang kuat dan mampu bersaing dengan organisasi swasta lain, seperti kita saksikan saat ini, rata-rata memerlukan waktu 100 tahun.
Anggota koperasi umumnya adalah masyarakat kecil dengan pengetahuan, permodalan, dan usaha yang serba terbatas (untuk petani gurem bahkan berada pada tingkat subsisten). Agar bisa berpartisipasi dengan baik, anggota koperasi seharusnya, minimal, mampu membaca.
Dengan kemampuan itu mereka bisa membaca laporan pengurus, dan lebih baik lagi bila mengerti laporan keuangan, sehingga dapat mengikuti jalannya usaha, mengontrol, dan membantunya. Hanya dengan jalan demikianlah anggota akan merasa ikut memiliki, menjaga, dan berjuang mengembangkan koperasinya.
Sayang, kemampuan yang paling mendasar ini jilang kita jumpai pada anggota koperasi, sehingga kesediaan mereka untuk melakukan pooling of resources demi terwujudnya koperasi yang kuat menjadi surut. Dalam keadaan seperti inilah koperasi diharapkan berperan seperti dikehendaki oleh Pasal4 Undang-undang No. 12/1967: “Fungsi Koperasi Indonesia” adalah: 1). Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat; 2). Alat pendemokrasian ekonomi nasional; 3). Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia; 4). Alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa lndonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana ekonomi rakyat.”
Tidak hanya sampai disitu harapan yang dibebankan pada koparasi. Dalam kondisi yang serba terbatas itu, fungsi-fungsi tersebut di atas harus dicapai dalam waktu yang singkat. Koperasi dituntut untuk mempercepat proses perkembangannya, dan tidak perlu melalui proses sebagaimana yang dialami oleh koperasi di negara-negara maju. Hal ini tentu saja sangat sulit dilaksanakan. Semestinya, kegagalan dan keberhasilan pengembangan koperasi di negata-negara lain dapat kita jadi kan pelajaran yang berharga.
Disarikan dari buku: Pemberdayan Orang Miskin, Penulis: Bambang Ismawan, Hal: 96-98.