Konflik Internal Organisasi Nirlaba (4/4)
INSTRUMEN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
Instrumen adalah sarana atau alat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam internal organisasi nirlaba. Instrumen tersebut adalah instrumen manajemen, struktur maupun moda komunikasi. Instrumen menajemen, seperti perencanaan, monitoring dan evaluasi serta pembiayaan bisa menjadi sarana untuk mengatasi konflik.
Penggunaan instrumen formal kadang harus disertai dengan pendekatan yang lebih partisipatoris untuk mewadahi dan formalisasi kepentingan dari pihak atau kelompok yang berkonflik. Tanpa itu barangkali penggunaan instrumen manajemen akan menambah konflik baru.
Pendekatan partisipatif dalam implementasi instrumen pada dasarnya adalah wadah untuk menuangkan kepentingan sehingga tejadi formalisasi kepentingan dalam manajemen. Kanalisasi kepentingan ini akan semakin mengikat konflik dalam saluran saluran resmi manajemen organisasi. Hambatan utama dalam pola ini adalah kesediaan manajemen puncak untuk bersabar dalam proses.
Hal ini disebabkan ketika masalah sedemikian besar dan mendalam, serta menyangkut kepentingan manajemen puncak maka bisa diartikan sebagai ancaman terhadap posisi dan kepentingan manajemen puncak dalam organisasi. Kegagalan dalam menangani konflik dengan instrumen manajemen adalah karena ketidaksabaran, ketidakmauan dan keengganan manajemen puncak dalam terlibat proses partisipatif dalam implementasi perangkat manajemen tersebut, walaupun moda ini merupakan cara yang paling efektif karena sejalan dengan siklus kerja organisasi.
Intervensi lain adalah dengan penggunaan instrumen struktur dan tata kelola. Perubahan struktur adalah senjata ampuh dalam meredam konflik walaupun seperti pisau bermata dua.
Jika proses perubahan struktur tidak tepat, maka konflik akan semakin tajam dan justru menambah masalah baru. Perubahan tata kelola dalam organisasi adalah dengan melakukan perubahan dalam moda kepemimpinan dan aturan organisasi yang mengakomodasi situasi konflik yang terjadi. Dalam organisasi yang kompleks hal ini tidak mudah, diperlukan proses lobby dan komunikasi intensif untuk menjalankan proses ini.
Selain itu bisa menggunakan instrumen yang lebih informal yakni penerapan moda komunikasi penyelesaian konflik. Pada umumnya ketika konflik horisontal, model ini sangat umum dilakukan misalnya dengan komunikasi inter personal dimana manajemen puncak menjadi fasilitator dalam menyelesaikan konflik. Namun ketika konflik vertikal maka hal ini sulit dilakukan karena ketiadaan trust atau kepercayaan satu sama lain.
BUDAYA ORGANISASI DAN KONFLIK
Dalam beberapa kasus di organisasi level nasional dan internasional, tidak banyak yang mampu mengelola konflik internal lembaga dengan memuaskan semua pihak. Banyak kasus konflik internal berujung pada penggunaan cara pementahan konflik. Kekuasaan yang dominan pada akhirnya menjadi penentu dalam penyelesaian konflik dengan cara koersif atau pemaksaan, bisa halus bisa kasar.
Untuk konteks Indonesia, di mana budaya organisasi nirlaba bersimbiosis dengan budaya masyarakat secara umum nampak bahwa feodalisme dan patronase pada satu sisi, dan rasa sungkan atau keengganan dalam bersikap terbuka membuat konflik dalam organisasi nirlaba seperti api dalam sekam. Masih sulit untuk penyelesaian konflik secara imparsial, namun lebih pada pendekatan khas Indonesia dimana budaya feodalisme dan patronase lebih dominan.
Pendiri organisasi seringkali melihat organisasi seperti miliknya, pembina merasa sebagai orang yang dituakan dan masih dominan dalam menguasai gerak gerik organisasi. Sementara itu pelaksana menempatkan diri sebagai abdi bagi tuannya dalam hal ini sang pendiri atau pembina organisasi. Ketika terjadi konflik maka terjadi dilema bagi manajemen puncak pelaksana organisasi, mau membela pembina atau membela bawahan. Pola seperti ini tidak saja terjadi pada organisasi Indonesia namun juga organisasi asing yang berskala internasional yang bekerja di Indonesia.
Para pimpinan organisasi nirlaba tidak bisa melepaskan diri dari budaya organisasi tersebut, karena dia sebagai individu lahir dari konteks sosial semacam itu, dimana budaya organisasi mengalahkan prinsip prinsip imparsial. Selain itu adalah aspek regenerasi, dimana kalangan organisasi nirlaba tidak ada masa pensiun. Organisasi bahkan melekat dan tidak bisa lepas dari pendiri atau inisiatornya yang membesarkannya. Waktu boleh berganti, kepemimpinan boleh beregenerasi namun kontrol dan intervensi pemilik masih sangat kuat. Akhirnya aktivis dalam organisasi nirlaba skala besar tidak bisa mudah melakukan mobilitas sosial secara vertikal, terjadi kemampatan dalam regenerasi sehingga munculah potensi konflik dalam organisasi.
Celakanya pewarisan nilai tidak hanya berhenti pada nilai normatif dalam teks statuta organisasi, juga nilai feodalisme dan patronase yang juga menjangkiti kalangan aktivis organisasi nirlaba yang lebih muda.
TRANSFORMASI KONFLIK DAN MASA DEPAN ORGANISASI NIRLABA
Pengetahuan mengenai konflik internal organisasi nirlaba sangat penting untuk ditelaah dan didiskusikan terbuka untuk kepentingan pembelajaran.
Akuntabilitas dan transparansi tidak hanya soal aspek keuangan dan program, namun juga aspek tata kelola organisasi dengan konflik yang ada didalamnya. Sebagai organisasi publik, atau setidaknya mengklaim memperjuangkan nilai luhur seperti keadilan sosial dan kelestarian lingkungan harus memberikan teladan bagi organisasi lain seperti organisasi bisnis dan politik.
Mangapa?
Karena klaim atas perjuangan nilai-nilai tidak bisa dilakukan hanya dalam teks atau kata-kata, namun harus tercermin konsisten dalam sikap dan tindakan. Organisasi nirlaba memiliki peluang untuk itu.
Banyak sekali instrumen manajemen dan prinsip-prinsip luhur yang dianut, seperti transparansi, akuntabilitas, keadilan, sensitif gender dan ragam narasi baru untuk nilai, prinsip dan pendekatan, namun lagi-lagi masih sebatas baju semata.
Jika melihat dari budaya organisasi masih terlihat nilai lama yang masih bersemayam, seperti feodalisme dan patronase yang melampaui baju-baju baru tersebut. hal itu bisa tercermin dan terungkap jika organisasi nirlaba mau dan mampu mengangkat konflik sebagai bahasan terbuka.
Dalam pandangan deskriptif, konflik bukanlah aib. Konflik adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah interaksi sosial apalagi dalam organisasi dimana didalamnya ada tujuan, cara kerja dan aturan. Konflik adalah sebuah perjalanan dalam pendewasaan dan pematangan organisasi, jika dan hanya jika, mampu dijadikan pembelajaran bersama.
Dalam banyak kasus pendekatan pementahan dan resolusi konflik masih dominan, sementara transformasi konflik sangat jarang terjadi. Akhirnya organisasi kembali pada titik awal ketika sebelum terjadi konflik, namun akar masalah tidak terselesaikan. Ibarat bara api yang tidak padam, ia masih menyala redup tapi akan segera cepat membakar jika rumput mengering.
Pada akhirnya organisasi sosial, LSM atau organisasi nirlaba yang lain akan lebih sibuk mengurusi dirinya dibanding substansi.
Visi yang luhur, misi sosial yang diemban tidak bisa diwujudkan dalam tindakan ketika konflik yang sama berulang kembali. Organisasi sosial akhirnya ditanggapi sinis bahkan berujung krisis. Organisasi sosial semakin sulit dibedakan dengan organisasi bisnis maupun organisasi politik, yang ironisnya menjadi label yang tidak diinginkan oleh organisasi sosial sendiri.
Beberapa agenda penting yang dapat dilakukan ke depan adalah :
- Mendorong wacana diskusi konflik internal organisasi nirlaba secara luas dan mengembangkan berbagai penelitian dan studi kasus atas konflik sebagai pembelajaran bersama
- Mengembangkan organisasi sosial yang sensitif konflik, mempunyai kemampuan untuk mendeteksi gejala konflik serta mengembangkan transformasi konflik dalam jangka panjang
- Mengembangkan proses pembelajaran kepada generasi baru organisasi sosial akan konflik kelembagaan organisasi nirlaba
- Merevitalisasi organisasi nirlaba, dimulai dengan transformasi terhadap dirinya sendiri yakni transformasi budaya organisasi menuju lebih terbuka, akuntabel dan berorientasi publik serta mampu mendorong pembelajaran
Tulisan utuh, berjudul Konflik Internal Organisasi Nirlaba, dalam format PDF, dapat diunduh pada halaman Unduh kategori Literasi.