Komunikasi Publik, Menciptakan Bola Salju Program
Setiap organisasi masyarakat sipil sudah seharusnya terus menerus berkomunikasi kepada publik. Tentang isu yang ditangani, kegiatan yang dilakukan, hasil yang dicapai, atau dukungan yang dibutuhkan. Ada dua landasan utama mengapa organisasi masyarakat sipil perlu meyisihkan energi untuk menjawab tuntutan ini, yang pertama karena setiap organisasi masyarakat sipil memiliki kewajiban moral untuk menyampaikan sejauh mana mereka telah melaksanakan tanggung jawab, sedangkan yang kedua, organisasi masyarakat sipil perlu berkomunikasi karena membutuhkan umpan balik dari publik.
Pada umumnya jika enggan mengatakan semuanya, setiap organisasi masyarakat sipil bervisi memberikan perubahan lebih baik pada kehidupan orang banyak. Dari kepedulian itu lahir sederet rencana, lalu disusul implementasi di kelompok-kelompok masyarakat yang terpilih mendapat manfaat program. Yang tidak bisa dipungkiri, meski setiap organisasi tidak mungkin memberikan manfaat nyata kepada semua orang, pada prinsipnya visi itu berdiri di atas kondisi orang banyak bukan hanya kelompok penerima manfaat program. Di titik inilah kewajiban moral otomatis tersandang begitu visi diusung.
Menariknya dan ini persis seperti hukum keping mata uang dimana setiap sisi menghadirkan sisi lainnya menjalankan kewajiban moral ini ternyata juga menjadi sarana untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan dari publik, yaitu dukungan. Dukungan ini mewujud dalam bentuk yang beragam, dari pengakuan eksistensi, kepercayaan, kesediaan berdemo, keihlasan menjadi relawan, bahkan juga rela menyisihkan pendapatannya. Hanya saja harus diakui bahwa hingga kini kita masih sangat malas, maaf, minim berkomunikasi dengan publik. Tak mengherankan setiap organisasi masyarakat sipil selalu kesulitan dalam menggalang dukungan dari publik, baik pikiran, tenaga, apalagi dana.
Jadi, mungkin sudah waktunya kita mulai membiasakan diri untuk sering-sering berkomunikasi dengan publik. Komunikasi yang benar-benar komunikatif, yang membuat publik benar-benar mengetahui apa yang kita pikirkan, yang kita targetkan, yang kita kerjakan, kendala yang dihadapi, dan dukungan yang kita butuhkan. Itu sebabnya dalam konteks ini, saya lebih suka memandang konferensi pers bukanlah komunikasi publik yang sesungguhnya, dengan dua alasan sederhana yang mendasar. Yang pertama, karena memang bukanlah publik yang diajak berkomunikasi, tetapi pengambil keputusan. Hal lainnya, tak banyak informasi yang disampaikan saat melalui press release sehingga publik tak mendalam memahami isu, dinamika di lapangan, apalagi kondisi lembaga itu sendiri.
Langkah berkomunikasi kepada publik sesungguhnya telah ada. Hampir setiap organisasi mencoba mengembangkan media publik dari bentuk yang tradisional berupa buku, majalah, poster, atau bentuk cetakan lainnya, hingga website. Sayang belum efektif.
Banyak media publikasi terbitan organisasi masyarakat sipil berputar di kalangan jejaring sendiri. Kita masih belum melihat publikasi tersebut di perpustakaan ke perpustakaan kampus, atau perpustakaan daerah (apakah masih ada?). Kebanyakan website organisasi masyarakat sipil juga tak banyak menyampaikan informasi yang lengkap dan up to date. Website pun hanya semacam profil organisasi, tak heran seringkali kita menyambangi website sekedar menemukan alamat dan nomor telpon.
Website bisa dikembangkan lebih dari sekedar profil organisasi. Informasi tentang program dan dinamikanya bisa kita upload. Artikel mengenai pemikiran-pemikiran dasar terhadap isu yang ditangani akan membuka wawasan semua orang pada isu. Cerita-cerita (jika perlu disertai dokumentasi visual) mengenai realitas di lapangan dapat mengantarkan publik memahami situasi sebenarnya. Sementara tips-tips praktis bisa menguatkan ikatan emosional karena mereka merasa ikut memberikan dukungan secara mandiri.
Dalam perancangan program, strategi komunikasi publik sebaiknya sudah dimasukkan sehingga gerak program dan efek bola saljunya dapat direncanakan selaras. Penyelarasan sejak awal, menjadikan setiap langkah program terutama di titik-titik krusial menjadi menarik untuk diperbincangan dengan publik. Dengan begitu pencapaian program tidak hanya terjadi di wilayah kelompok penerima manfaat tetapi juga meluas, bahkan sangat mungkin memancing munculnya inisiatif mandiri dari publik. Adalah sudah sangat terlambat sebenarnya saat komunikasi dengan publik dilakukan di akhir program, itupun, dengan material dokumentasi yang sekedarnya.
Setiap pelaksana program pada dasarnya menginginkan bisa meledakkan sebesar-besarnya manfaat dari program yang dilakoninya, karenanya kini saatnya kita menumbuhkan kesadaran untuk berkomunikasi kepada publik dalam setiap kali melangkah. Semoga kita benar-benar dapat memberikan sumbangan berarti pada kehidupan ini.